Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Burgreens, Kisah Panjang Soal Penyakit dan Kemenangan Gaya Hidup Sehat

Kompas.com - 07/10/2019, 09:01 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di balik kelezatan burger dan menu makanan sehat lain dari Burgreens, rupanya ada sebuah cerita yang panjang dari salah satu pendirinya, Helga Angelina.

Dulu, Helga mengalami masalah alergi yang dideritanya selama belasan tahun.

Saat itu, ia memiliki penyakit asma, sinusitis, dan eksim yang dipicu oleh makanan, debu, dan pendingin ruangan.

Konsumsi obat-obatan terus menerus selama 15 tahun membuat organ hati Helga membengkak.

Apalagi, rutin mengonsumsi obat-obatan lama kelamaan membuat tubuhnya resisten, sehingga obat yang dikonsumsi harus semakin kuat.

Kondisi itu membuat Helga mencari alternatif pengobatan lain yang lebih alami dan tanpa efek samping.

Baca juga: Ini Dia, Pola Hidup Sehat Penduduk Paling Panjang Umur di Dunia

Sejumlah literatur ia pelajari hingga akhirnya menemukan pola hidup berbasis nabati, termasuk menghindari daging dan produk susu.

Ia pun mencoba anjuran pola hidup nabati dari literatur yang dibacanya. Akhirnya, setelah dua tahun masalah kesehatan yang dialaminya perlahan hilang.

"Asma dan sinusitisku hilang, eksim jadi lebih mild. Kalau dulu kambuhnya setiap hari, sekarang mostly hilang kecuali kalau terpicu, muncul tapi sangat mild dibanding dulu."

Hal itu diungkapkan Helga di sela diskusi bertema perubahan iklim di Pusat Kebudayaan Italia di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Helga sudah menjalani hidup sebagai vegetarian selama 14 tahun, dan vegan selama enam tahun terakhir.

Sang suami yang juga founder Burgreens, Max Mandias, turut menjalani pola hidup vegan.

Namun, jalan itu dipilih bukan karena mengikuti sang istri, melainkan alasan kesadaran lingkungan.

"Aku duluan dan dia bukan vegetarian karena aku, tapi karena lingkungan. Dia menemukan report UN (United Nations - Perserikatan Bangsa-Bangsa) lalu dia merasa kenapa cinta lingkungan tapi merusak lingkungan di saat yang sama, jadi dia off."

Baca juga: Jenis Camilan Sehat untuk Mendukung Diet

Begitu cerita perempuan yang pernah masuk 30 under 30 Asia majalah Forbes.

Diawali dengan tiga menu makanan, kini Burgreens sudah memiliki total 50 menu dan sembilan outlet, serta bekerja sama dengan 400 petani dari 20 komunitas petani dari seluruh Indonesia.

Eksperimen dalam menu

Co-founder and Managing Director Burgreens, Helga Angelina.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Co-founder and Managing Director Burgreens, Helga Angelina.
Burgreens didirikan tahun 2013 lalu dengan tiga menu awal, yaitu mushroom burger, Burgreen's steak, dan smoothies.

Proses trial-error alias coba-coba menu dilakukan keduanya selama enam bulan saat masih tinggal di Belanda.

Menu pertama yang dicoba adalah mushroom burger yang setiap hari mereka masak untuk teman-teman satu kos.

Kini, Max Mandias yang juga executive chef di Burgreens bereksperimen mencoba menu baru setiap minggunya.

Bahan-bahan yang paling sering digunakan oleh Burgreens antara lain jamur, kedelai, nanas, pisang, dan lainnya.

Tak hanya bereksperimen dengan kreasi menu makanan, mereka juga bereksperimen dengan rasa.

Baca juga: Cara Menghargai Diri Sendiri, untuk Self-Esteem yang Sehat

Sehingga, bahan-bahan makanan yang dianggap kurang sehat bisa digantikan bahan lainnya.

Misalnya, mengganti saus tiram di salah satu menu dengan jus nanas.

"Kami coba gimana caranya mendekonstruksi dari bahan enggak sehat, kami ganti. Nah, kemarin kami ketemu bahwa jus nanas bisa menggantikan saus tiram," tutur Helga.

Kesadaran hidup sehat

Kale pinneaple smoothie by Max Mandias Burgreens.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Kale pinneaple smoothie by Max Mandias Burgreens.
Saat ini, pola makan sehat sudah cukup umum dijalani. Tempat makan yang menyediakan bahan dan menu makanan sehat pun sudah banyak ditemukan.

Namun, bukan berarti bisnis Burgreens tak menemui berbagai tantangan dalam perjalanannya selama enam tahun beroperasi.

Helga mengatakan, tiga tahun pertama Burgreens melakukan edukasi pasar. Sebab, saat itu masih banyak masyarakat yang menganggap harga makanan berbahan dasar nabati terlalu mahal.

"Rata-rata customer tanya, kok sayur mahal? Kenapa organik? Kenapa plant-based? Emangnya good enough nutrition?" kata Helga menirukan pertanyaan para pelanggannya saat itu.

Pada tahun ketiga, kesadaran pasar terhadap makan sehat sudah mulai terbentuk.

Tantangan yang saat itu dihadapi Burgreens berubah menjadi tantangan mengatur sistem, membangun tim yang bisa mengembangkan bisnis agar kualitas terjaga, hingga rantai suplai.

"Supply chain itu selalu jadi on and off challenge buatku. Karena kami lebih dari 50 persen bahan ambil langsung dari petani," kata dia.

Baca juga: Kisah Tragis di Balik Gaya Hidup Vegan Joaquin Phoenix

Salah satu masalah yang dihadapi adalah pola kerja petani yang saat itu belum biasa bekerja dengan pola profesional dan konsisten.

"Dulu awal-awal mereka bisa H-1 gagal panen baru ngabarin kami, duh besok gue mau jual apaan."

"Jadi akhirnya kami bikin sistem karena itu lumayan challenging," kata Helga.

Spinach Chickpea Balls with Bolognaise by Max Mandias Burgreens.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Spinach Chickpea Balls with Bolognaise by Max Mandias Burgreens.
Namun, enam tahun berjalan Helga merasakan adanya perubahan pola pikir peduli hidup sehat yang cukup baik di masyarakat, terutama kelompok milenial.

"Banyak banget (perubahan), dan aku happy banget karena sekarang banyak orang yang peduli terutama milenial," kata dia.

Jika kelompok orang tua sadar karena ada latar belakang penyakit tertentu, milenial sadar karena belajar dari kondisi kesehatan orang-orang tua di sekitarnya.

"Mereka tahunya bahwa itu dimulai dari pola makan yang terakumulasi dalam jangka panjang, mereka enggak mau seperti, misalnya, orangtua mereka yang sakit kanker, jantung," ucap Helga.

Baca juga: 7 Hal yang Perlu Dipahami Sebelum Pilih Pola Makan Vegan

Tak murah

Helga mengakui, harga menu-menu makanan Burgreens memang tidak murah.

Namun, tak sedikit anak-anak muda yang rela menyisihkan uang untuk membeli menu Burgreens, demi mendukung bisnis yang mendukung keberlangsungan lingkingan.

"Banyak lho milenial yang beli, support Burgreens sebulan sekali karena buat uang saku mereka mungkin enggak bisa beli setiap hari."

"Tapi mereka dukung bisnis kayak gini karena peduli lingkungan," kata Helga.

"Aku percaya, milenial hanya butuh arahan dan motivasi untuk membuat perubahan karena mereka sebetulnya lumayan care tentang dunia," sambung dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com