KOMPAS.com - Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan sebelumnya, “Menuntut Ilmu Sampai ke Negeri China”. Perjalanan saya menelusuri desa Taichi, Chen Jia Gou belumlah usai.
Sekali pun hanya menguasai beberapa kata terpatah-patah, wajah oriental saya memberi kemudahan untuk blusukan keluar masuk toko, warung, mengamati dagangan mereka tanpa diikuti tatapan curiga.
Barangkali propinsi Henan dengan ibukotanya Zhengzhou terlalu ‘sempurna’ untuk dijadikan percontohan gaya hidup.
Terlalu rapi, terlalu ramah anak, terlalu bersih, terlalu rutin bergerak, terlalu banyak makanan sehat hingga ke pelosok desanya.
Namun, orang akan salah sangka dengan drastisnya pemerintah Tiongkok menekan angka stunting secara fantastis dari 33% di era tahun 90 menjadi 2.3% saat ini dikira masa depan generasi penerus mereka akan gilang gemilang.
Di balik tirai bambu, upaya menekan angka stunting ternyata menyisakan ancaman baru yang tak kalah mengerikannya.
Baca juga: Menuntut Ilmu Sampai ke Negeri China
Apabila UNICEF Indonesia masih pusing mengentaskan stunting dan balita dengan berat badan kurang, maka UNICEF China dibuat pening dengan meledaknya obesitas anak dari 5.3% pada 1995 menjadi 20.4% di tahun 2014, sebagaimana disebutkan dalam studi Yi Song dan Prochaska yang dimuat dalam International Journal of Obesity. Artinya, 1 dari 5 anak China mempunyai bobot lebih.
Dalam kurun waktu 20 tahun, peningkatan obesitas 4 kali lipat pada anak usia sekolah sama sekali bukan kabar baik.
Ada ‘sesuatu yang salah’ dengan program pengentasan kemiskinan sekaligus penuntasan gizi buruk pada usia tumbuh kembang.
Apa yang terjadi di komunitas? Sementara cakupan ASI eksklusif nasional begitu buruknya dibawah 30%, tepatnya hanya 29,2%, sejak formula pengganti ASI mulai meroket di tahun 1970an.
Bahkan, di tahun 2014 WHO mencatat para ibu di kota besar China hanya 16% saja yang masih memberikan ASI ekslusif. Target bombastis mereka sebesar 80% tidak pernah tercapai hingga hari ini.
Baca juga: Ketika Tips Kesehatan Berujung Pembodohan
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.