Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai, Gejala dan Faktor Risiko Keracunan Makanan

Kompas.com - 19/10/2019, 09:00 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber Boldsky

KOMPAS.com - Keracunan makanan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.

Kondisi ini terjadi ketika apa yang kita konsumsi telah terkontaminasi, rusak atau beracun karena terinfeksi lewat bakteri, virus dan parasit.

Dilansir dari laman Boldsky, bakteri yang paling umum yang menyebabkan keracunan makanan antara lain E. coli, Salmonella, dan Listeria.

Dua bakteri lainnya yang juga menyebabkan keracunan makanan namun tidak terlalu dikenal adalah Campylobacter dan Clostiridium botulinum (botulism).

Sementara, virus yang umum menyebabkan keracunan makanan adalah norovirus, atau yang juga dikenal dengan nama virus Norwalk.

Baca juga: Bakteri di Dalam Mobil, Bisa Sebabkan Infeksi hingga Keracunan Makanan

Virus Hepatitis A juga bisa berpindah melalui makanan.

Ada pun, kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh parasit cenderung jarang terjadi, namun kondisi ini tetap berbahaya bagi kesehatan.

Jenis parasit yang paling umum menyebabkan keracunan makanan adalah Toksoplasma yang biasa ditemukan pada kotak pasir kucing.

Infeksi karena organisme bisa datang melalui makanan ketika diproses atau diproduksi yang kemudian terkontaminasi.

Di rumah, misalnya, makanan bisa terkontaminasi jika dimasak atau disimpan dengan cara yang salah.

Baca juga: 5 Jenis Santapan Ini Bisa Atasi Keracunan Makanan

Gejala dan faktor risiko

Gejala keracunan makanan berbeda pada setiap individu, bergantung pada sumber infeksinya.

Durasi kemunculan gejala bisa bervariasi, mulai satu jam hingga 28 hari.

Beberapa gejalanya antara lain diare, keram perut, hilang nafsu makan, muntah, tubuh lemah, demam ringan, sakit kepala, hingga muntah.

Namun, ketika keracunan makanan tersebut mengancam nyawa gejala yang muncul berbeda.

Beberapa gejalanya antara lain suhu tubuh lebih tinggi dari 38 derajat Celcius, diare berlebih selama tiga hari atau lebih, sulit bicara, urin berdarah, atau dehidrasi parah.

Kelompok usia bayi, anak kecil, dan orangtua juga lebih berisiko mengalami keracunan makanan, karena memiliki sistem imun yang lemah.

Sementara, ibu hamil juga masuk kelompok yang lebih berisiko, karena mengalami perubahan metabolisme dan sirkulasi tubuh.

Ada pun orang-orang yang menderita penyakit kronis seperti liver, AIDS dan diabetes, juga lebih berisiko mengalami keracunan makanan dan berdampak pada penurunan respons imun.

Baca juga: Kontaminasi Silang, Tas Reusable Bisa Sebabkan Keracunan Makanan

Dehidrasi berat adalah jenis komplikasi keracunan makanan paling serius.

Komplikasi keracunan makanan karena Listeria bisa menyebabkan keguguran pada masa awal kehamilan dan kehamilan berikutnya, serta bisa meningkatkan risiko kelahiran prematur dan kelahiran mati.

Sementara, keracunan makanan karena E. coli bisa menyebabkan komplikasi serius yang disebut Sindrom Uremik-Hemolitik yang bisa merusak lapisan pembuluh darah kecil di ginjal.

Kondisi ini bisa menyebabkan gagal ginjal.

Baca juga: Agar Ginjal Sehat, Hindari 7 Kebiasaan Buruk Ini

Selain itu, orang dewasa yang lebih tua, orang-orang dengan kekebalan tubuh lemah dan anak-anak di bawah lima tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena komplikasi ini.

Mencegah keracunan makanan

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah keracunan makanan, antara lain:

- Tidak mengonsumsi produk ikan mentah atau kurang matang.

- Selalu mencuci buah dan sayur sebelum memakan atau memasaknya.

- Mencuci tangan sebelum makan atau memasak.

- Jangan makan daging deli atau hot dog yang tidak dimasak atau dipanaskan, serta

- Tak mengonsumsi susu yang tidak dipasteurisasi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Boldsky
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com