Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/10/2019, 13:05 WIB
Kahfi Dirga Cahya,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan kesehatan, termasuk tingginya angka kematian ibu dan anak.

Selain itu, Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan angka pernikahan dini tertinggi kedua di ASEAN.

Ketidaksiapan secara fisik dan mental pada ibu yang hamil pada usia muda, mengakibatkan berbagai tantangan selama proses kehamilan hingga melahirkan.

Dalam jangka panjang, terbatasnya pengetahuan ibu tentang pentingnya persiapan gizi pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan juga meningkatkan resiko anak mengalami gangguan pertumbuhan hingga stunting.

Baca juga: Bagaimana Konsumsi Protein Hewani Bisa Cegah Stunting?

Oleh karena itu, edukasi dan persiapan terkait gizi sejak dini adalah hal penting untuk dilakukan, termasuk pada remaja.

Menurut WHO, usia remaja dimulai dari usia 10 hingga 19 tahun. Pada masa growth spurt remaja mengalami perubahan fisik, fungsi reproduksi, psikis dan sosial.

Sayangnya, dalam masa perubahan tersebut, remaja banyak yang mengalami kekurangan gizi.

Data Studi Diet Total (2014), misalnya, menunjukkan remaja di Indonesia usia 13-18 tahun mengalami defisiensi protein dan energi.

Oleh karena itu, dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Rabu (23/10/2019), menurut Dekan FEMA IPB Ujang Sumarwan, edukasi remaja adalah sebuah terobosan karena peningkatkan pengetahuan gizi sebelum memulai keluarga akan berkontribusi pada kesadaran akan kesehatan ibu dan anak di masa penting dalam kehidupannya, termasuk memutus rantai persoalan stunting.

Dalam rangka program tersebut, FEMA IPB juga berkolaborasi dengan Sarihusada, yang merupakan bagian dari Danone Specialized Nutrition untuk mengembangkan modul pelatihan cegah stunting untuk usia remaja.

 Baca juga: Mengenal Stunting dan Efeknya pada Pertumbuhan Anak

Ketua tim ahli pengembangan modul, Prof Sri Anna Marliyati mengungkapkan, 53 persen remaja mengalami defisiensi energi berat, dan 48 persen defisiensi protein berat.

"Risiko lebih besar terjadi pada remaja putri, para calon ibu, di mana defisiensi gizi akan berdampak pada kesehatan ibu dan buah hati selama masa kehamilan dan melahirkan seperti anak lahir dengan berat badan lahir rendah," katanya.

Program pengembangan modul edukasi gizi remaja ini, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman remaja tentang gizi seimbang dan pola konsumsi makanan yang tepat.

Modul yang dikembangkan akan meliputi tentang perkembangan fisik, biologis, psikis dan sosial serta tentang kecukupan gizi dan penerapannya.

Pelatihan akan dilakukan dengan pendekatan peer to peer, dan dikembangkan dengan saluran komunikasi sosial yang aktif dan interaktif.

Sementara itu, Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone mengungkapkan, pihaknya berusaha melakukan berbagai upaya edukasi tentang pentingnya pemenuhan gizi di masa-masa penting kehidupan, termasuk dalam masa seribu hari pertama sebagai investasi penting kesehatan ibu dan anak di masa depan.

“Kami berharap, dengan mengedukasi pentingnya gizi seimbang mulai usia remaja, kita dapat mempersiapkan calon orangtua dengan pengetahuan tentang gizi yang lebih baik, agar mereka dapat meningkatkan kualitas kesehatan diri dan keluarga mereka kelak di masa depan," ujar Karyanto.

Baca juga: Perbaikan Gizi Anak Stunting Perlu Diteruskan Setelah Usia 2 Tahun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com