Ketua tim ahli pengembangan modul, Prof Sri Anna Marliyati mengungkapkan, 53 persen remaja mengalami defisiensi energi berat, dan 48 persen defisiensi protein berat.
"Risiko lebih besar terjadi pada remaja putri, para calon ibu, di mana defisiensi gizi akan berdampak pada kesehatan ibu dan buah hati selama masa kehamilan dan melahirkan seperti anak lahir dengan berat badan lahir rendah," katanya.
Program pengembangan modul edukasi gizi remaja ini, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman remaja tentang gizi seimbang dan pola konsumsi makanan yang tepat.
Modul yang dikembangkan akan meliputi tentang perkembangan fisik, biologis, psikis dan sosial serta tentang kecukupan gizi dan penerapannya.
Pelatihan akan dilakukan dengan pendekatan peer to peer, dan dikembangkan dengan saluran komunikasi sosial yang aktif dan interaktif.
Sementara itu, Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone mengungkapkan, pihaknya berusaha melakukan berbagai upaya edukasi tentang pentingnya pemenuhan gizi di masa-masa penting kehidupan, termasuk dalam masa seribu hari pertama sebagai investasi penting kesehatan ibu dan anak di masa depan.
“Kami berharap, dengan mengedukasi pentingnya gizi seimbang mulai usia remaja, kita dapat mempersiapkan calon orangtua dengan pengetahuan tentang gizi yang lebih baik, agar mereka dapat meningkatkan kualitas kesehatan diri dan keluarga mereka kelak di masa depan," ujar Karyanto.
Baca juga: Perbaikan Gizi Anak Stunting Perlu Diteruskan Setelah Usia 2 Tahun
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan