Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Ayah yang Diam di Rumah dan Mengurus Anak, Siapkah Kamu?

Kompas.com - 24/10/2019, 09:48 WIB
Glori K. Wadrianto

Editor

KOMPAS.com - Di antara sekian banyak lelaki yang bekerja di luar rumah mencari nafkah, tak sedikit dari mereka sesungguhnya ingin menjadi ayah yang berdiam di rumah, mengurus rumah tangga, termasuk menjaga anak-anak.

Apakah kamu salah satunya?

Terkait pilihan besar seperti ini, biasanya muncul pertanyaan, apakah seorang pria mampu menjalaninya, -jika pun diberi kesempatan untuk "full timer" mengasuh anak-anak?

Jadi, tentu saja pilihan semacam ini mensyaratkan sederet persiapan dan pertimbangan yang harus diperhatikan.

Sebab bagaimana pun, di dalamnya ada sisi kebahagiaan ayah dan anak-anak, yang juga dipertaruhkan.

Satu contoh, ketika seorang lelaki memilih stay di rumah, dia tak lantas dia bisa bangun tidur seenaknya. Sebab, anak-anak pasti memiliki jadwal tersendiri yang harus diperhatikan.

Baca juga: Ibu Hamil Bisa Lebih Santai Berkat Dukungan Suami

Lantas, bagaimana cara mengidentifikasi diri dan menetapkan hati untuk siap menjalani peran sebagai ayah yang tinggal di rumah?

Tentang hal tersebut, David Worford -penulis di Verywellfamily.com, menguraikan beberapa hal penting yang patut dipertimbangkan, sebelum menentukan pilihan tersebut.

1. Siapkah soal transisi pekerjaan?

Sadarilah, pilihan ini adalah satu langkah karier terbesar yang harus dilakukan ayah.

Seorang ayah akan beralih dari perlombaan mencapai performa terbaik di kantor, untuk beralih ke masalah domestik, dengan segala kekacauannya.

Interaksi dalam kehidupan pekerjaan mungkin terbatas waktu. Tapi, dalam urusan rumah tangga, si ayah harus siap siaga 24 jam.

Alih-alih berurusan dengan komputer selama delapan jam atau lebih dalam sehari, ayah yang berada di rumah harus mengubah fungsinya.

Dia akan menjadi kawan bermain bagi anak, berurusan dengan menu makan malam, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Pada bagian ini, jelas bonus yang didapat sang ayah adalah kebersamaannya dengan anak.

Mendampingi mereka dalam kegiatan field trip di sekolah akan lebih sering terjadi. Sementara, ketenangan kerja di dalam cubicle di kantor akan segera punah.

Baca juga: 5 Hal yang Bisa Dipelajari Suami Istri dari Perceraian Pasangan Lain

Selanjutnya, hari-hari dalam "pekerjaan" baru itu sepenuhnya ada di tanganmu. Bagaimana kamu memilih waktu beristirahat, hingga kapan harus memandikan anak, semuanya ditentukan sendiri.

Pada bagian ini, tak ada rekan kerja atau pun rekan satu tim yang bisa membantu menuntaskan semua tugas tersebut. Semuanya terserah kamu.

Lalu, sekali pun pilihan itu bisa menjadi amat memuaskan, tapi kalau bekerja di kantor dan menjadi produktif merupakan hal yang berharga, maka pilihan menjadi ayah yang berdiam di rumah mungkin harus dipertimbangkan ulang.

Pikirkan, apa yang membuat kamu menjadi puas dalam hidup. Ingatlah, anak-anak tidak akan mendapatkan banyak hal dari orangtua yang tidak bahagia.

2. Keluarga mendukung?

Ketika kamu memilih untuk menjadi ayah yang berdiam di rumah, kamu harus menyadari bahwa pilihan itu akan mempengaruhi semua anggota keluarga.

Meskipun kelihatannya istri dan anak-anak bergembira dengan pilihan itu, tapi bisa jadi mereka pun memiliki kekhawatiran yang belum kamu pertimbangkan.

Jadi, amat penting untuk membahas pilihan ini secara mendalam dengan istri. Jika anak-anak sudah cukup umur, mungkin mereka pun bakal bisa memberikan sumbangan saran.

Sebab, hal penting yang harus selalu diingat adalah pilihan ini tak bisa berjalan jika ternyata tak ada dukungan bulat dari anggota keluarga.

Perhatikan, bagaimana perasaan pasangan tentang pilihan kamu untuk menjaga rumah dan mengasuh anak. 

Apakah kamu dan pasangan baik-baik saja, jika hanya istri yang bekerja mencari nafkah?

Baca juga: Peran Ayah dalam Keluarga, Bukan Melulu Soal Cari Nafkah

Lalu, bagaimana menjalani peran sebagai pengasuh anak, yang mungkin dilakukan dengan cara yang berbeda dengan istri?  Belum lagi soal pekerjaan di rumah.

Sebelum menetapkan pilihan, carilah jawaban pasti untuk semua pertanyaan itu.

Pastikan, tak hanya kamu, tapi keluarga pun nyaman dengan pilihan untuk menjadi seorang ayah yang berdiam di rumah.

3. Bagaimana dengan keuangan?

Mungkin ada banyak keuntungan finansial untuk tidak bekerja.

Biaya-biaya yang berkurang, seperti tak ada kebutuhan pembantu, penitipan anak, biaya bahan bakar atau ongkos ke kantor, pakaian, atau biaya makan siang di luar rumah.

Tetapi, harus diingat. Kebanyakan orang bekerja karena suatu alasan yang sama, mereka membutuhkan uang.

Pada bagian ini, keluarga harus lebih dulu mengevaluasi situasi keuangan, untuk menentukan apakah kehilangan penghasilan itu dapat diterima.

Apakah gaji yang tersisadari istri akan cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran rumah tangga?

Lalu, sekalipun jawabannya iya, penting pula untuk menyesuaikan hidup dengan satu sumber penghasilan.

Baca juga: Demi Bebas dari Utang, Berikut 3 Trik Kelola Keuangan

Sebab, bisa jadi kondisi tersebut merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam rumah tanggamu.

Uang adalah salah satu tekanan utama di dalam keluarga. Jadi, pastikan kamu mampu memastikan masalah keuangan sudah tuntas, saat keputusan itu diambil.

4. Siapkah secara mental?

Sangat penting untuk berada dalam kerangka berpikir yang benar, dan memiliki ide bagus tentang apa yang akan kamu lakukan setiap hari.

Dengan pemahaman itu, kamu akan melihat bahwa masih diperlukan banyak penyesuaian dalam pilihan besar ini.

Jangan lupa, ayah yang berdiam di rumah kemungkinan akan merasa kelelahan, dan sedikit terasing.

Kamu juga mungkin akan berurusan dengan stereotip, yang banyak di antaranya negatif.

Nah, memetakan tantangan potensial yang bakal terjadi, dan siap untuk menghadapinya, adalah kunci untuk menjadi puas dalam peran baru ini.

Baca juga: Gangguan Mental pada Anak, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Ingatlah, tinggal di rumah berarti mengatur segala sesuatu di dalam rumah, mulai dari berbelanja, membersihkan rumah, hingga mengantar dan menjemput anak-anak sekolah.

Itu artinya, akan ada sederet tugas yang membutuhkan perencanaan, bahkan terkadang datang dalam satu kesempatan yang sama. Ini bisa sangat melelahkan.

Persiapan terbaik adalah pola pikir yang baik.

Jadi, seorang ayah harus menentukan apakah dia mampu menghadapi tantangan, yang bisa tentu lebih mudah dikatakan daripada dilakukan.

Tetapi, begitu kamu lolos dari fase transisi ini, maka hasilnya pun bisa amat tidak terbatas. Siapkah kamu?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com