Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Bunuh Diri di Kalangan Anak Muda Tinggi, Pahami Gejalanya

Kompas.com - 04/11/2019, 15:19 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fenomena bunuh diri pada anak muda cenderung meningkat setiap tahunnya.

Bahkan, tingkat bunuh diri di kalangan anak muda usia 15-29 tahun menjadi penyebab kematian nomor dua terbesar, setelah kecelakaan.

Dokter Jiwa Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Tuti Kurnianingsih mengatakan, masa remaja ditandai dengan perubahan pada berbagai aspek dalam waktu bersamaan.

Mulai dari membuat keputusan penting dalam pendidikan maupun pertemanan.

Menghadapi tantangan untuk membangun identitas diri, self esteem, kemandirian, tanggung jawab, dan hubungan yang intim.

Ditambah remaja mulai menghadapi pengharapan yang tinggi dari kerluarga dan teman sebaya.

“Hal tersebut (bagi sebagian remaja) dapat menimbulkan stres, perasaan tidak berdaya, tidak aman, dan kehilangan kendali.”

Begitu kata Tuti dalam seminar Peduli Kesehatan Mental dan Keselamatan Diri di Bandung, belum lama ini.

Baca juga: Ketahuilah, 5 Langkah demi Mencegah Bunuh Diri

Selain itu, ekspektasi sosial pun bisa menimbulkan stres. Misalnya, maskulinitas yang disandingkan pada anak laki-laki.

“Misal, anak laki-laki harus kuat, teguh secara mental dalam kondisi apa pun, atau kita mengetahui ungkapan boys don’t cry,” tutur dia.

Di lapangan, sambung Tuti, laki-laki menganggap bunuh diri dianggap tindakan jantan dan mengurangi beban orang lain. Ia mengatasi masalah tanpa menyusahkan orang lain.

Sebenarnya, ide bunuh diri tiga kali lebih tinggi pada perempuan. Namun korbannya empat kali lebih tinggi pada laki-laki. Ini karena metode bunuh diri.

“Untuk laki-laki, (bunuh diri menggunakan) senjata api, mengantung diri, atau melompat dari tempat yang tinggi. Sedangkan perempuan overdosis obat atau racun,” imbuh Tuti.

Gejala

Gangguan jiwa meningkatkan risiko bunuh diri. Seperti gangguan emosi (depresi, gangguan bipolar, gangguan cemas), gangguan kepribadian, hingga gangguan penyalahgunaan zat.

Secara umum, gejala depresi pada anak dan remaja biasanya sakit kepala, sakit perut, menarik diri, nampak sedih, harga diri yang buruk, mood depresi, insomnia, penurunan konsentrasi.

Pada anak, biasanya mengalami fobia sekolah, kelekatan yang berlebihan pada orangtua, sedih, lesu, apatis, dan tidak dapat mengungkapkan perasaan secara verbal.

Baca juga: Depresi dan Bunuh Diri di Indonesia Diprediksi Meningkat, Mengapa?

Sedangkan pada remaja, gejala yang terlihat adalah prestasi akademik yang buruk, perilaku antisosial, pergaulan bebas, bolos sekolah, pergi dari rumah.

“Bisa juga anhedonia, psikomotorik yang lambat, dan putus asa,” tutur Tuti.

Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Unpad, Veranita Pandia mengatakan, anak muda usia 15-29 tahun rentan melakukan bunuh diri.

Sebuah penelitian yang dilakukan beberapa waktu lalu di Jakarta mengatakan, 18,3 persen siswa SMA di Jakarta memiliki ide bunuh diri.

Untuk menekan kasus bunuh diri dan membantu anak muda ini, pihaknya akan melakukan penelitian besar-besaran terhadap siswa SMA dan mahasiswa di Bandung.

Penelitian ini nantinya akan dijadikan modul untuk intervensi pencegahan bunuh diri di kalangan SMA dan perguruan tinggi.

Veranita mengakui, anak muda sekarang cenderung lemah. Ada yang tidak tahan terhadap frustasi hingga tidak mampu problem solving.

“Indikatornya, anak tidak tahan terhadap tantangan, mudah frustasi."

Baca juga: Berkaca dari Sulli, Ini Cara Membantu Mereka yang Ingin Bunuh Diri

"Kalau mendapat tantangan baik di sekolah, pertemanan, keluarga, menghadapi konflik, mereka tidak mampu menyelesaikan, langsung stres,” kata Vera.

Seharusnya, ketika stres datang, seseorang harus bisa menghasilkan solusi dengan lebih berjuang. Tapi pada sebagian orang, mereka tidak mampu menyelesaikannya.

Pemicu sifat seperti ini antara lain datang dari pola asuh. Orangtua yang melatih anaknya kuat, mandiri, akan lebih tangguh menghadapi tantangan dalam hidupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com