Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Anak Punya Teman Khayalan, Ikutlah “Berkenalan”

Kompas.com - 05/11/2019, 05:05 WIB
Wisnubrata

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Ingatkah kamu pada sosok gajah bernama Bing Bong di film animasi Disney Pixar Inside Out?

Bing Bong digambarkan sebagai teman khayalan anak kecil bernama Riley yang menemaninya selama petualangan sepanjang film. Tak hanya di film, teman khayalan bisa juga terjadi di dunia nyata.

Satu hal yang pasti, teman khayalan mengindikasikan bahwa pola pikir anak begitu hidup dan kreatif. Wajar jika orangtua merasa khawatir ketika anak mereka mempunyai teman khayalan. Apakah itu normal?

Imajinasi anak tidak mengenal batas. Itu pula yang “mengundang” datangnya teman khayalan ke kehidupan mereka.

Biasanya, teman khayalan anak tergambar sebagai sosok dengan kepribadian lebih berani. Itulah mengapa mereka bisa merasa hidup semakin “seru” ketika ada teman khayalan.

Setidaknya 40 persen anak-anak pernah memiliki teman khayalan pada masa kecilnya. Dulu pada tahun 1990-an, teman khayalan dianggap sebagai alarm tanda bahaya mengindikasikan ada masalah psikologis.

Ada banyak justifikasi yang tergambar saat itu, mulai dari seorang anak dianggap kesepian hingga ketidakmampuan seorang anak untuk menerima kenyataan.

Namun, stigma yang terbentuk perlahan berubah. Justru teman khayalan dianggap sebagai tanda seorang anak yang kreatif, kehidupan sosialnya bagus, dan kemampuan verbal yang hebat.

Salah satu pemicu lain munculnya teman khayalan adalah saat anak merasa bosan. Dalam fase ini, anak akan memutar otak dan kreativitas mereka justru meningkat. Belum lagi ditambah dengan rasa ingin tahu anak yang seakan tak pernah berhenti setiap saat.

Wajarkah anak punya teman khayalan?

Dari gambaran bahwa sekitar 40 persen anak pernah memiliki teman khayalan hingga usia 10 tahun, rasanya wajar jika teman tak kasat mata ini hadir dalam kehidupan mereka.

Bentuknya bisa berupa anak-anak, makhluk fantasi, hewan, atau apa pun yang ada di imajinasi anak.

Kemungkinan besar, anak yang memiliki teman khayalan adalah anak pertama, anak tunggal, atau anak yang tidak terlalu banyak menonton televisi. Kekosongan “teman” di dunia nyata ini membuat mereka berimajinasi dalam bentuk teman khayalan.

Manfaat teman khayalan

Memang ada saja kasus yang berbahaya terkait dengan kehadiran teman khayalan. Mulai dari anak yang cenderung melakukan hal-hal nekat bahkan berbahaya karena ajakan teman khayalan.

Terkadang, anak juga bisa berlaku manipulatif. Contohnya, ketika melakukan kesalahan yang murni terjadi karena inisiatifnya sendiri, ia bisa saja menyebut teman khayalan sebagai pihak yang mendorongnya melakukan hal itu.

Namun, di luar hal itu, ada juga manfaat memiliki teman khayalan bagi anak, seperti:

  • Kehidupan sosial semakin baik
  • Anak lebih banyak tertawa
  • Ide-ide kreatif bermunculan
  • Belajar berinteraksi dan mengurus orang lain
  • Mengatasi rasa takut atau trauma akan hal tertentu
  • Meningkatkan soft skill
  • Kemampuan adaptasi masuk lingkungan baru meningkat

Bagaimana idealnya respons orangtua?

Selalu ada dua sisi mata uang dari fenomena teman khayalan. Wajar jika orangtua merasa khawatir anaknya akan lupa dengan dunia nyata atau melakukan hal-hal nekat. Namun, di sisi lain, ada manfaat dari memiliki teman khayalan.

Tak perlu terlalu khawatir, tetaplah rileks dan nikmati fase anak memiliki teman khayalan. Justru kita perlu “berkenalan” dengan teman khayalan mereka. Tanyakan hal-hal menarik tentang teman khayalan dan bagaimana anak berinteraksi dengannya.

Jika ingin menerapkan peraturan, jangan langsung melakukannya secara berlebihan atau bahkan drastis. Hal ini bisa memicu anak menyembunyikan teman khayalannya atau bahkan merasa teman khayalan lebih seru ketimbang orangtuanya sendiri.

Beri aturan dengan tetap menyebutkan nama teman khayalan dan apa yang harus dilakukannya.

Semisal, ketika anak menumpahkan air dan ia mengaku yang melakukan adalah teman khayalan, kita bisa menyebut bahwa apa pun yang dilakukan teman khayalannya harus dipertanggungjawabkan oleh dirinya juga.

Hal ini juga memberi porsi tanggung jawab kepada anak. Ikutlah masuk ke dunia imajinatif anak-anak sehingga mereka merasa tidak ditinggalkan begitu saja hanya dengan teman khayalannya.

Jika suatu saat teman khayalannya sudah tidak ada pun, kita akan tetap menjadi orang pertama yang dicarinya untuk bercerita apa pun dalam hidupnya. Kuncinya, komunikasi tetaplah yang utama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com