Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/11/2019, 14:41 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - "Hidup tidak mahal, yang mahal adalah gengsi". Kalimat tersebut cukup menggambarkan kondisi masyarakat saat ini yang selalu merasa pendapatannya kurang padahal sebenarnya ia sendiri yang tidak pandai mengatur uang.

Beth (21) perempuan yang tinggal di Bournemouth, Inggris, mengaku tidak bisa lepas dari "utang bersosialisasi" karena tak kuasa menolak ketika teman-temannya mengajak pergi.

 

Ia banyak menghabiskan uang untuk membeli pakaian, membayar keanggotaan gym dan bersenang-senang di malam hari.

Salah satu alasan Beth sulit menolaknya adalah karena dia tidak mau melihat unggahan media sosial kebersamaan teman-temannya tanpa dirinya.

"Itu akan membuatku merasa melewatkannya," kata Beth.

Meski begitu, pola hidup seperti itu bak siklus yang tak pernah berakhir. Beth terus menerus membeli barang atau hal melebihi kemampuannya hanya agar tak melewatkan momen bahagia bersama kelompok sosialnya.

Baca juga: Siasati Latte Factor, Kebiasaan Belanja Receh yang Bikin Boros

Beth tidak sendiri. Menurut riset dari KPMG UK, sebuah perusahaan yang memiliki spesialisasi di bidang audit, pajak dan servis penasehat, lebih dari setengah warga Inggris (52 persen) punya utang karena menggunakan kartu kredit (21 persen) dan overdraft (13 persen) atau meminjam uang dari pasangan (12 persen).

Sebuah survei terbaru dari perusahaan perencanaan finansial, Portafina, menemukan bahwa satu dari lima warga Inggris menghindari obrolan tentang uang dan 24 persennya mengatakan bahwa teman-teman mereka bisa membeli barang-barang yang tidak bisa mereka beli.

Konsultan psikolog klinis dari Cardinal Clinic, Dr. Roz Halari menjelaskan, ketika media sosial dan FOMO (Fear of Missing Out - takut ketinggalan) mengambil peran, alasan orang berutang tidak hanya untuk bersosialisasi.

Beberapa orang menjadi rentan menghabiskan lebih banyak uang sebagai kondisi psikologis pra-eksistensi atau karakter perilaku. Kondisi ini menyebabkan mereka seolah tidak punya batasan finansial. Banyak orang menjadi overspending, atau memiliki pengeluaran berlebih.

Ada pula kondisi psikologis uang memengaruhi perilaku pengeluaran kita.

"ADHD -spontanitas, impulsif, kontrol impuls yang buruk- sering kali mengarah pada pengeluaran berlebih dan akumulasi utang. Fluktuasi suasana hati juga dapat menyebabkan kita mengalami pengeluaran beelebih dan manajemen keuangan yang buruk," kata Halari.

Kepribadian seperti obsesifitas, impulsif, spontanitas, serta faktor-faktor seperti suasana hati yang buruk dan harga diri yang rendah juga dapat membuat kita cenderung melakukan pengeluaran berlebih.

Mereka, kata Halari, seringkali tidak mampu melihat konsekuensi dari perilaku tersebut.

Di satu sisi mereka berperilaku sedemikian rupa karena respons kondisi. Namun di sisi lain, pengeluaran yang berlebihan dan tabungan dapat menjadi bagian dari kepribadian mereka, menunjukkan kondisi saat ini atau bahkan dapat bertindak sebagai mekanisme koping.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com