Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pisang Gosong yang Kini Digemari Masyarakat

Kompas.com - 20/11/2019, 08:35 WIB
Wisnubrata

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pisang goreng merupakan kudapan atau jajanan tradisional yang umum dijual di berbagai tempat, dari pasar hingga gerai makanan di mal.

Bila dahulu dianggap sebagai makanan kuno, kini pisang goreng sudah berevolusi menjadi menu kekinian yang menarik untuk dikonsumsi anak milenial.

Saat ini, pisang goreng memiliki bermacam olahan yang menarik, seperti menambahkan berbagai topping, atau mengolahnya menjadi pisang goreng krispi atau pisang nugget.

Salah satu yang kemudian menjadi populer adalah Pisang Goreng Madu Bu Nanik. Pisang ini lahir di tangan Nanik Soelistiawati, yang membuat pisang goreng dengan menggunakan madu. Bagaimana kisahnya?

Awalnya, ia membuka usaha katering untuk karyawan hotel, dengan melayani sekitar 2000 orang setiap harinya. Dalam menunya, seringkali ada tambahan buah, salah satunya pisang.

Namun rupanya pelanggan katering hanya memilih pisang yang bagus untuk dikonsumsi. Sedangkan, pisang yang dianggap kurang bagus tidak mereka ambil.

Karena sayang untuk dibuang, akhirnya Nanik menggoreng pisang-pisang yang dianggap kurang bagus tersebut. Nanik menggoreng pisang menggunakan adonan tepung, garam, dan mengganti gula dengan madu agar cemilan ini bisa dikonsumsi oleh ibunya yang memiliki penyakit diabetes.

"Agar ibu bisa ikut menikmati pisang goreng ini, saya mengganti gula dengan madu, dan rasa pisang goreng madu pun lebih enak dan lebih renyah," ungkapnya.

Rasa pisang goreng madu yang enak membuat Nanik mencoba menyertakan menu tersebut di kateringnya. Menu ini diberikan setiap Jumat karena di hari itu biasanya ia punya menu spesial untuk para pelanggan, seperti buah, snack, atau es.

Awalnya, pisang goreng madunya mendapat kritikan dan disebut sebagai pisang gosong karena warnanya yang gelap. Tetapi, setelah para karyawan hotel memakan pisang madu tersebut, mereka mulai menyukainya karena rasa yang manis dan legit.

Dari situ, pisang madu buatan Nanik mulai dikenal dari mulut ke mulut hingga akhirnya banyak diminati orang.

Memulai bisnis

Outlet pisang goreng madu Bu Nanik, di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Kompas.com/Kurnia Sari Aziza Outlet pisang goreng madu Bu Nanik, di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Pada tahun 2007, Nanik mulai mengembangkan bisnis pisang madu ini dengan cara menjualnya di acara-acara bazar dan di depan rumah.

Awalnya, orang tidak ingin membeli pisang ini karena tampilannya yang gosong. Tetapi, setelah mereka mencoba testernya, mereka suka. Pisang goreng madu ini pun mendapat julukan ‘Si Hitam Manis’.

“Disebut Si Hitam Manis karena warnanya yang hitam, tetapi rasanya tetap manis. Memang jika dilihat dari penampilannya memang kurang bagus, cuma setelah dicoba ada krispi dan rasa legitnya. Itu yang membuat katanya orang nagihi dan ngangeni,” jelasnya.

Hanya saja, orang biasanya suka setelah mencobanya. Sebelumnya, banyak yang enggan membeli karena tampilannya dianggap tidak menggoda. “Dahulu, dalam sehari untuk menjual 20 pisang saja sulit sekali,” ungkap Nanik.

Tetapi karena kegigihannya, ia terus mencoba memasarkan pisang gorengnya dengan cara mengikuti bazaar di beberapa tempat dan memberikan tester ke banyak orang di bazar tersebut.

“Saat itu, saya nggak mampu untuk membayar iklan. Jadi saya iklannya melalui tester. Saya antre di tenda artis, kebetulan waktu itu artisnya Project Pop. Saya bawa pisang dan kartu nama lalu menawarkannya ke Mbak Tika untuk mencicipi. Benar saja, seminggu kemudian ia menghubungi saya untuk memesan pisang goreng madu,” jelas Nanik.

Berkat kegigihan untuk mengembangkan bisnis pisang goreng madu, akhirnya Nanik memiliki sebuah toko di Tanjung Duren, Jakarta Barat.

Di awal tahun 2014, pisang goreng madu ini mulai berkembang dan menyediakan fasilitas pesan antar melalui aplikasi online.

“Semenjak ada aplikasi online, pembeli yang jauh dari Tanjung Duren bisa order tanpa batas minimum order,” ungkap Michelle K Molly, COO CV. Bu Nanik Group.

Menjaga kualitas

Nanik Soelistiawati, pemilik usaha Pisang Goreng Madu Bu Nanik, saat diabadikan Kompas.com di tokonya di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Kompas.com/Kurnia Sari Aziza Nanik Soelistiawati, pemilik usaha Pisang Goreng Madu Bu Nanik, saat diabadikan Kompas.com di tokonya di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Nanik berpendapat hal utama dalam membangun usaha ini adalah menjaga rasa dan kualitas mutu. Jika stok pisang yang bagus sudah habis, ia tidak memaksakan untuk memakai pisang yang tidak bagus. Jika habis, maka ia akan tutup lebih awal.

“Saya tidak memaksakan untuk menggoreng pisang yang belum matang karena rasanya akan berbeda,” ungkapnya.

Berkat kualitas yang terjaga, pembeli pun makin banyak. Kini Nanik setiap harinya mengolah empat ton pisang mentah. Ia bekerja sama dengan supplier besar dan pengepul pisang dari berbagai kota di Indonesia, yaitu dari Cianjur, Bogor, Lampung, dan Sukabumi.

Seiring berkembangnya bisnis, Pisang Goreng Madu Bu Nanik memberanikan diri untuk ekspansi usaha keluar Jabodetabek mulai Juli 2019.

Ia mengaku membutuhkan 12 tahun untuk berani ekspansi keluar daerah. Ekspansi Usaha Kecil dan Menegah kuliner ini dilakukan melalui kerjasama dengan perusahaan logistik pelopor same day delivery antarkota di Indonesia, yaitu Paxel.

“Saya menganggap ekspansi ini sebagai outlet saya di luar kota karena pengiriman di hari yang sama atau same day delivery,” ungkap Nanik.

Sebelumnya, Nanik mengungkapkan masih banyak hal yang harus dipertimbangkan jika membuka outlet di luar.

“Kalau membuka outlet di luar belum tentu rasa pisangnya akan sama dengan pusat, dan belum ada kepastian pembelian pisang per harinya. Kalau melalui Paxel kan sudah pasti karena sistem pesanannya preorder,” tambahnya.

Pembelian Pisang Goreng Madu Bu Nanik melalui aplikasi Paxel ini dapat dilakukan dengan metode preorder di hari Selasa – Rabu untuk pengiriman hari Sabtu atau pemesanan di hari Kamis – Jumat untuk pengiriman hari Minggu.

Harga yang dipatok Rp 78 ribu / 10 pcs dan gratis ongkos kirim ke seluruh jangkauan Paxel, yaitu Jabodetabek, Bandung, Jogja, Solo, Semarang, Surabaya, Malang, dan Bali.

Belajar dari keberhasilan ini, Michelle K Molly, COO CV. Bu Nanik Group berpesan agar para pelaku UKM tidak terlalu lama berhenti di satu titik yang sama.

"Daripada nunggu kapan bisa membuka usaha cabang, lebih baik memaksimalkan yang ada. Jangan terlalu mengharap orang datang dengan sendirinya. Kalau perlu menjemput bola ya harus siap untuk bergerak,” katanya. (Renna Yavin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com