BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Sun Life Insurance

Mindfulness, Kiat Tetap Asyik di Tengah Lingkungan Kerja yang Toxic

Kompas.com - 27/11/2019, 09:02 WIB
Hotria Mariana,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Dering beker membangunkan Judith (27) dari tidurnya. Dalam kondisi setengah sadar, gadis itu mencoba menggapai ponsel dari atas meja sebelah kasurnya.

Mendapati gawainya dijejali notifikasi, yang mana hampir semua berhubungan dengan pekerjaan, pikiran Judith otomatis mengarah pada urusan kantor.

Begitu pula saat ia sarapan. Wanita yang berprofesi sebagai kepala pemasaran perusahaan iklan tersebut sama sekali tidak menikmati makanannya. Padahal, pada momen inilah Judith seharusnya bisa menikmati kehidupan lain di luar urusan kantor.

Keadaan kian tak kondusif ketika Judith ada di kantor. Konsep ruangan yang tanpa sekat kerap kali membuat dirinya mudah terdistraksi tatkala sedang fokus bekerja.

Memang, meski disebut sebagai tempat kerja, bukan berarti kantor menjadi satu-satunya tempat terbaik untuk melakukan pekerjaan.

Apalagi melihat ruang kerja era modern kebanyakan berkonsep terbuka, sehingga potensi distraksi amat mudah terjadi. Ini diungkapkan Joe Burton, pendiri aplikasi meditasi Whil dalam artikel "How To Be More Mindful at Work” yang dimuat New York Times.

Itu baru satu. Belum lagi perkara menjawab surat elektronik atau pesan singkat dari kolega yang kadang berlebihan, ponsel rekan kerja yang tidak di-silent, suhu ruangan yang kurang pas, dan persoalan klasik, seperti cibiran rekan kerja.

Akibat kondisi tersebut, tak jarang Judith harus lembur demi menyelesaikan pekerjaannya. Akhirnya, ia pun jadi sering kurang tidur dan dirundung stres.

Kesibukan kerja benar-benar membuat Judith—tokoh ilustrasi artikel ini—tak sempat menikmati kehidupan di luar pekerjaan. Ini pun terjadi di dunia nyata.

Riset yang dilakukan oleh Labour Force Survey (LFS) di Inggris menunjukkan, pada 2016-2017, sebanyak 526.000 orang mengalami gangguan kesehatan mental, seperti stres hingga depresi akibat pekerjaan.

Sementara itu, hasil survei Gallup 2018 menemukan 23 persen karyawan selalu mengalami burnout (kelelahan bekerja) dan 44 persen lainnya melaporkan dirinya "kadang-kadang" merasakan burnout.

Tingginya risiko stres dan depresi di tempat kerja mendorong beberapa perusahaan, salah satunya Google, menyediakan fasilitas pelatihan mindfulness kepada karyawannya.

Intinya mindfulness mewajibkan kita untuk fokus, tidak multitasking, dan tidak berpikir apalagi bersikap menghakimi.  Shutterstock Intinya mindfulness mewajibkan kita untuk fokus, tidak multitasking, dan tidak berpikir apalagi bersikap menghakimi.

Mindfulness

Mindfulness atau kesadaran pikiran tak sekadar urusan ketenangan batin, tapi juga melahirkan pilihan yang lebih baik saat berhadapan dengan situasi sulit.

Bahkan kaitannya dengan pekerjaan, penelitian yang dipublikasikan di Academy of Management Journal (ANI) menunjukkan, mindfulness terbukti dapat mereduksi stres sehingga meningkatkan kinerja karyawan.

Sementara bagi yang kurang istirahat, hasil riset Oregon State University yang dimuat dalam Journal of Business Venturing menemukan, praktik mindfulness selama 10 menit sehari memiliki manfaat setara dengan tambahan tidur malam sebanyak 44 menit.

Akan tetapi, sebelum mempraktikkan, Anda perlu betul-betul paham apa yang dimaksud dengan mindfulness.

Susan Peacock, psikolog sekaligus praktisi mindfulness dalam Kompas, Kamis (11/10/2018), mengatakan, mindfulness adalah melakukan kegiatan sehari-hari dengan kesadaran penuh. Misal saat makan, ya kita makan. Merasakan tiap suapan, bukan sambil melamun atau nonton televisi.

Intinya mindfulness mewajibkan kita untuk fokus, tidak multitasking, dan tidak berpikir, apalagi bersikap menghakimi.

Contoh lainnya yang lebih masa kini, kata Susan, dapat dilakukan dengan melibatkan kesadaran saat bernapas atau melangkah.

ilustrasi mindfulness di kantorShutterstock ilustrasi mindfulness di kantor

Praktik mindfulness dari rumah hingga ke kantor

Dengan segala manfaat praktik mindfulness, tak heran kini mulai banyak perusahaan yang menyediakan fasilitas kelas mindfulness bagi karyawannya.

Namun, bila perusahaan Anda belum menyediakan fasilitas tersebut, Anda masih bisa mempraktikkannya sendiri dengan beberapa kiat berikut ini. Dimulai dari rumah.

Ketika pertama kali bangun pada pagi hari, sebelum beranjak dari tempat tidur, curahkan perhatian ke pernapasan. Ingat, hanya perhatikan napas.

Kemudian perhatikan perubahan postur tubuh. Resapi bagaimana perasaan tubuh dan pikiran ketika Anda beranjak dari tempat tidur atau kursi. Ini akan membantu membawa kesadaran Anda.

Saat sarapan, luangkan waktu untuk memperhatikan rasa, tekstur, dan bau makanan atau minuman yang dikonsumsi. Pikirkan dari mana asalnya dan segala hal yang terkoneksi saat sebelum makanan tersebut dihidangkan. Setelah itu, resapi rasanya.

Ketika hendak pergi ke kantor, perhatikan gerak tubuh saat berjalan atau berdiri. Rasakan udara di wajah, lengan, dan kaki saat berjalan. Lakukan dengan perlahan.

Dengan mempraktikkan semua hal tersebut, rasakan kembali apakah pikiran dan jiwa kita benar-benar hadir untuk melanjutkan aktivitas di kantor.

Selanjutnya, Susan menyebutkan praktik mindfulness yang bisa Anda sisipkan dalam aktivitas kantor.

Pertama, saat jam makan siang tiba, usahakan untuk segera beristirahat. Dengan begitu, Anda bisa memulihkan kondisi pikiran dan tubuh saat kembali bekerja.

Kedua, tak perlu tergesa-gesa merespons surat elektronik (e-mail) yang masuk. Apalagi bila isinya berpotensi memancing emosi. Sebaiknya, simpan balasan di kotak draft. Setelah kondisi Anda lebih tenang barulah balas email tersebut.

Ketiga, pahami bahwa bekerja multitasking itu tak selalu baik.

Alih-alih mempersingkat waktu, bekerja multitasking justru memperpanjang waktu pengerjaan hingga 25 persen. Ini disebabkan fokus pikiran yang terbagi.

Maka dari itu, biarkan diri Anda terpusat sepenuhnya mengerjakan satu tugas hingga selesai.

Keempat, hindari mengecek ponsel ketika Anda melakukan kiat nomor tiga. Ini semakin berlaku bila bobot tugas terhitung berat.

Susan menekankan, mempraktikkan mindfulness juga berarti tidak sibuk dengan ponsel saat melakukan aktivitas lain. Misalnya ketika berbicara dengan orang lain, makan, atau berjalan-jalan.

Bila praktik mindfulness di atas Anda terapkan, dampak positif tak hanya terasa bagi sisi emosional. Fisik pun bisa jadi jauh lebih sehat.

Meski begitu, Anda tak boleh lupa untuk menerapkan pola hidup sehat. Mulai dari makan seimbang, istirahat cukup, dan rajin berolahraga. 

Karena sehat itu aset, selanjutnya Anda tinggal memberikan proteksi tambahan. Sebab, sebaik-baiknya orang menjaga kesehatan, potensi terserang penyakit masih tetap ada.

Bahkan, tak jarang beberapa aset berharga harus terjual guna membayar biaya pengobatan. Maka dari itu, asuransi kesehatan amat diperlukan.

Tujuannya, untuk memproteksi Anda dari kerugian finansial akibat sakit. Apalagi jika penyakit yang menyerang bersifat kronis.

Di Indonesia, ada banyak jenis asuransi kesehatan. Salah satunya Sun Medical Platinum yang memberikan biaya pertanggungannya hingga Rp 7,5 miliar hingga usia 88 tahun.

Dengan manfaat seperti itu, maka Anda tak perlu merogoh kocek terlalu dalam saat sakit. Aset berharga aman, pikiran pun tenang.

Untuk mengetahui info selengkapnya mengenai Sun Medical Platinum, Anda bisa kunjungi tautan ini.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com