Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minyak Kutus-Kutus, Ramuan dari Alam yang Jadi Fenomena

Kompas.com - 07/12/2019, 09:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor


KOMPAS.com – Minyak Kutus-Kutus merupakan sebuah fenomena di kalangan masyarakat Indonesia, terutama ibu-ibu. Bagaimana tidak, dalam berbagai perbincangan yang berisi keluhan kesehatan seperti pegal atau tidak enak badan, selalu saja ada yang menganjurkan untuk memakai minyak ini.

Minyak Kutus-Kutus pada dasarnya merupakan minyak balur yang terbuat dari campuran 49 macam rempah. Bahan baku minyak ini juga pada awalnya diambil dari dapur dan pekarangan sekitar rumah Servasius Bambang Pranoto di Kabupaten Gianyar, pembuat minyak ini.

“Pada awal membuat minyak ini saya juga cek ke LIPI dan ternyata semua herbal ini sudah pernah diteliti, sehingga memang ini bahan-bahan yang baik. Garis merahnya, bahan-bahannya ini kebanyakan bumbu dan aman dimakan. Jadi racunnya rendah. Makin yakin saya untuk membuat,” kata Bambang ketika berbincang dengan Kompas.com di Jakarta (4/12).

Ia menceritakan, pembuatan minyak Kutus-Kutus adalah ketidaksengajaan. Semua bermula dari terperosoknya Bambang di sebuah pematang dekat parit rumahnya yang menyebabkan kakinya menjadi kebas dan tidak bisa dikontrol. Ketika itu, untuk berjalan saja ia harus dibantu.

“Saya merasa putus asa, karena ketika berobat ke dokter ternyata ketahuan ada banyak penyakit di tubuh saya dan dokter menyarankan untuk mengatasi gejala itu dulu ketimbang kaki saya,” ujar pria kelahiran Klaten yang kini menetap di Bali ini.

Bambang pun sering menyendiri ketika sakit. Ia menceritakan, kala itu sering duduk merenung di dekat pura-pura di sekitar rumahnya. Suatu ketika ia merasa beberapa kali mendapat “bisikan” untuk membuat minyak demi mengobati kakinya.

Baca juga: Seminar Herbal bagi Akademisi Kedokteran, Upaya Menggali Potensi Tanaman Herbal Indonesia

Walau tidak memiliki pengetahuan tentang rempah dan herbal, ia mengikuti intuisinya. Bambang pun mulai mengumpulkan bahan-bahan di sekitarnya dan meniru cara pembuatan minyak tradisional.

“Di banyak daerah di Indonesia ini memiliki minyak yang khas, misalnya saja di Makasar, Sumbawa. Jadi saya tiru saja caranya. Ramuan itu saya pakai untuk membalur luka saya. Hampir tiga bulan saya pakai, sudah kaya mandi minyak,” katanya.

Ternyata kakinya pulih. Sisa minyaknya lalu ia bagikan kepada teman-temannya dan mendapat banyak masukan positif karena banyak yang merasakan gangguan kesehatannya hilang.

Pembuat minyak Kutus-Kutus, Servasius Bambang Pranoto.Kompas.com/Lusia Kus Anna Pembuat minyak Kutus-Kutus, Servasius Bambang Pranoto.

Arti nama

Seperti halnya dorongan untuk membuat minyak balur yang misterius, nama Kutus-Kutus yang menjadi merek minyak ini ternyata bukan merupakan ide Bambang namun dari orang asing yang ia temui.

“Setelah di-googling ternyata arti Kutus-Kutus angka delapan. Menurut kepercayaan Tionghoa ini symbol kekayaan, keberuntungan. Lalu saya pakai saja nama itu dan iseng saya tambahkan kata ‘Tamba Waras’,” papar pria yang pernah menjadi illustrator musik untuk sinetron ini.

Minyak buatan Bambang pun mulai dipasarkan, namun tidak langsung laris seperti sekarang. Selain karena aroma herbalnya yang masih menyengat, menurut Bambang, botol yang ia pakai pun kurang menarik.

Setelah satu setengah tahun mencari formulasi yang tepat agar bisa diterima banyak orang, di tahun 2014 minyak Kutus-Kutus pun mulai didistribusikan dengan bantuan seorang distributor yang memiliki latar belakang bekerja di perusahaan Multi Level Marketing.

Baca juga: Kemenkes Anjurkan Masyarakat Konsumsi Produk Herbal, asal...

“Pada awalnya kami tidak pernah beriklan, karena kami ini di desa. Tapi, saya aktif menulis di Facebook tentang berbagai hal, termasuk soal minyak ini,” ujar Bambang yang sebelumnya bekerja sebagai sales di sebuah perusahaan komunikasi ini.

Seperti filosofi pohon kehidupan yang menjadi konsep minyak Kutus-Kutus, Bambang merasa bisnisnya tumbuh dari kecil menjadi besar seperti pohon.

Pertumbuhan mulai pesat sejak 2016 yang semula hanya 5.000 botol sebulan, saat ini sudah menjadi 500.000. Proses produksi yang semula dilakukan di rumah pun berpindah ke pabrik yang dibangun Bambang di tahun 2017 dan mulai mengurus izin Badan POM.

“Saat ini ada 200 karyawan yang mengerjakan produksinya. Untuk distributornya ada 25,” kata pria berusia 64 tahun ini.

Ia mengatakan, fenomena larisnya minyak ini bukan karena iklan, tapi faktor kekerabatan para pengguna minyak. Dari mulut ke mulut, para pelanggannya membagikan testimoninya. 

Baca juga: Diminum Setiap Pagi, Ini Manfaat Jamu ala Jokowi

Sampai saat ini Bambang mengaku kaget dengan besarnya kepopuleran minyak buatannya. Namun, ia merasa bahwa ini merupakan jalan yang sudah digariskan untuknya.

"Semua seperti sebuah kebetulan, seperti sudah disiapkan. Harapannya minyak ini bisa terus abadi," ujarnya.

Untuk memperingati 6 tahun diciptakannya Kutus-Kutus, tim manajemen telah menyiapkan konser bagi para distributornya. Konser yang bertajuk Maha Karya ini akan diadakan di Jakarta Convention Center pada 8 Desember 2019 dengan mengundang para penyanyi dan band papan atas seperti Iwan Fals, God Bless, hingga Isyana Sarasvati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com