Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mampir ke Pasar Cihapit, Kamp Tawanan Jepang yang Jadi Surga Kuliner

Kompas.com - 08/12/2019, 12:00 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Hujan di akhir November itu turun dengan derasnya. Jalanan di sepanjang Jalan Cihapit tergenang air hingga setinggi mata kaki.

Beruntung, lorong di antara pertokoan yang menghubungkan Jalan Cihapit dan Pasar Cihapit mampu membuat pengunjung terlindung dari air hujan.

Ya, suasana Pasar Cihapit memang berbeda dari beberapa tahun yang lalu. Kini, pasar legendaris di Bandung ini menjadi lebih bersih.

Lantainya beralaskan keramik putih. Bagian atap dihiasi kain warna warni didominasi hijau dan kuning yang menjadi warna Pemerintah Kota Bandung.

Menyusuri Pasar Cihapit, bagi sebagian orang adalah menapaki kenangan.

Baca juga: Cepat Bangkit dari Patah Hati dengan Mengingat Kenangan Pahit

Umurnya yang sudah tua, sejak zaman Belanda, membuat pasar ini menjadi tempat interaksi bagi 3-4 generasi lampau.

Mak Eha

Salah satu kenangan yang paling populer di Pasar Cihapit adalah Warung Nasi Mak Eha.

Selepas melewati lorong, pengunjung akan melihat deretan kios dan jongko yang menjajakan sayuran, daging, dan buah-buahan.

Di ujung deretan itu pulalah Warung Nasi Mak Eha berada. Warung yang sudah ada sejak zaman kemerdekaan ini suasananya nyaris tak berubah.

Di salah satu dinding terlihat foto Presiden Soekarno dan sejumlah pahlawan nasional. Di dinding lainnya terdapat berbagai perabotan zaman dulu.

Melihat ke bagian tengah, terlihat deretan makanan di atas meja. Ada jengkol, tempe, ikan, daging ayam, gepuk, dan lainnya yang tersaji di sana.

Baca juga: Cara Hilangkan Bau Mulut Setelah Makan Pete dan Jengkol

Bedanya, kini Mak Eha yang sudah menginjak usia 89 tahun, hanya duduk di bagian kasir. Ia bisa menghitung dengan cepat, berapa makanan yang harus dibayar.

Di bagian luar yang berada di lorong terlihat kursi panjang berhadapan dan meja berjejer. Kursi-kursi ini selalu tak bisa menampung para pembeli.

“Dulu, Bu Hartini (istri Soekarno) suka belanja ke sini. Anak-anaknya Soekarno kaya Guntur dan Guruh sampai sekarang kadang ke sini,” ungkap Mak Eha kepada Kompas.com.

Mereka datang ke sini untuk bernostalgia. Katanya, kangen masakan Mak Eha yang selalu menjadi andalan sejak masa kuliah.

Surga kuliner

Selain Mak Eha, Pasar Cihapit terkenal dengan berbagai makanan legendaris yang tak kalah lezat. Bagi pecinta kuliner, Pasar Cihapit adalah surga.

Ada beberapa makanan yang ternama di sana seperti surabi, lotek, batagor, cuanki serayu, dan lainnya.

Baca juga: 7 Makanan Kaya Vitamin D, Demi Tulang dan Otot yang Sehat

Karena itu, datang ke Pasar Cihapit saat perut kosong adalah pilihan yang tak salah.

Setidaknya itulah yang pernah diakui oleh almarhum Bondan Winarno -seorang pecinta kuliner Tanah Air. Selain Warung Mak Eha, Bondan pernah mengaku kesengsem dengan berbagai makanan di pasar ini.

Tak hanya itu, yang terkenal dari Cihapit adalah toko buku dan barang-barang bekas. Itulah mengapa banyak kolektor yang sengaja datang ke sini untuk berburu.

Tongkrongan "kekinian"

Uniknya, di antara deretan kios dan jongko tersebut terdapat kedai kopi dan teh yang 'kekinian'. Terutama dari sisi desain interior dan kelengkapan kedai-nya.

Tak heran jika banyak anak muda yang nongkrong di sana. Ada yang mengobrol, sekadar ngopi, atau mengerjakan tugas, dan berselancar di dunia maya lewat laptop mereka.

“Tempatnya cozy, nyaman, cocok untuk nongkrong dan bekerja,” ujar salah satu pengunjung, Saleh (28) kepada Kompas.com.

Kondisi ini memperlihatkan interaksi yang unik di Pasar Cihapit. Anak muda yang biasanya ogah-ogahan ke pasar tradisional, di sini mengobrol dengan para pedagang sayur.

Ada kalanya para anak muda itu pun membeli jajanan tradisional di pasar. Begitu juga kaum ibu atau para bapak yang jarang ngopi, bisa merasakan sensasi kafe "kekinian" di pasar ini.

Kondisi Cihapit yang beragam dan menyenangkan sebenarnya sudah diciptakan sejak zaman Belanda.

Baca juga: Loko Cafe, Tempat Kongkow Pakai Kayu Kereta Sisa Zaman Belanda...

Reza Ramadhan Kurniawan dari Komunitas Aleut mengatakan, Belanda membangun daerah Cihapit dengan suatu konsep lingkungan yang sehat.

Komplek perumahan dilengkapi dengan pasar, pertokoan, taman dan lapangan terbuka.

Bahkan pada 1920-an komplek perumahan Cihapit mendapatkan predikat contoh lingkungan pemukiman sehat di Kota Bandung.

Daerah tersebut dulu dihuni warga golongan menengah baik pribumi maupun Belanda. Beberapa sisa bangunan lama masih dapat disaksikan di Jalan Sabang.

Kamp tawanan

Namun pada masa kedudukan Jepang, Cihapit memasuki masa kelamnya. Menurut beberapa literasi, dulu kawasan Cihapit dijadikan Kamp Interniran atau tawanan atau kampung penjara.

Batasnya adalah pagar anyaman bambu dan kawat berduri dengan beberapa penjaga.

Penjagaan tidak hanya dilakukan tentara Jepang, tetapi oleh tentara Indonesia yang saat itu tergabung dalam Heiho.

Reza mengatakan, saat dibuka 17 November 1942, penghuni Kamp Interniran Cihapit sekitar 14.000.

Baca juga: Diet Sarapan Pisang Ala Jepang, Benarkah Bisa Berhasil?

Dengan jumlah sebanyak itu, mereka tinggal berhimpitan. Ada kalanya satu rumah kecil, dihuni 20 orang.

Kamp tawanan pada masa penjajahan Jepang dipisahkan ke dalam tiga kelompok, untuk anak-anak dan wanita, pria remaja, dan pria dewasa.

Para tahanan Kamp Cihapit mendapat dua kali kebaikan hati kaisar, yaitu diperbolehkan mengirimkan kartu pos kepada suami dan anak di kamp lainnya.

Surat yang dituliskan tidak lebih dari 25 kata, tidak boleh dituliskan tanggal dan ditulis dalam bahasa Indonesia.

Selain itu surat tidak boleh berisi berita mengenai nama kamp, nama penyakit, menurunnya berat badan dan berita negatif lainya.

Berita yang diperbolehkan untuk diceritakan dalam kartu pos adalah berita baik dan yang menggembirakan saja.

Namun, hal ini pun tidak mudah karena sulitnya alat tulis, pena, kartu pos dan waktu penulisan yang terbatas.

Dalam kamp tersebut tercatat 243 korban meninggal. Kamp ini ditutup Desember 1944 dengan jumlah tawanan sebanyak 10.000 jiwa.

“Mereka dipindahkan ke berbagai kamp di Jakarta, Bogor, dan Jawa Tengah,” tutup Reza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sederat Karya Mendiang Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo

Sederat Karya Mendiang Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo

Feel Good
3 Hal yang Harus Diperhatikan Saat Fitting Baju Pengantin Adat Batak

3 Hal yang Harus Diperhatikan Saat Fitting Baju Pengantin Adat Batak

Look Good
Jarang Beli, Rania Yamin Lebih Sering Pakai Baju Eyang

Jarang Beli, Rania Yamin Lebih Sering Pakai Baju Eyang

Look Good
Pendiri Mustika Ratu Meninggal Dunia, Ketahui 6 Fakta Mooryati Soedibyo Sang 'Empu Jamu'

Pendiri Mustika Ratu Meninggal Dunia, Ketahui 6 Fakta Mooryati Soedibyo Sang 'Empu Jamu'

Feel Good
Pendiri Mustika Ratu Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun, Ini Sederet Kiprahnya

Pendiri Mustika Ratu Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun, Ini Sederet Kiprahnya

Feel Good
Tips dan Cara Tepat Menyimpan Baju Pengantin di Rumah

Tips dan Cara Tepat Menyimpan Baju Pengantin di Rumah

Look Good
Zodiak yang Paling Setia dalam Hubungan dan Pertemanan, Apa Saja?

Zodiak yang Paling Setia dalam Hubungan dan Pertemanan, Apa Saja?

Feel Good
Awas, Terlalu Lama Main Gawai Picu Tantrum pada Anak

Awas, Terlalu Lama Main Gawai Picu Tantrum pada Anak

Feel Good
Viral Bayi Meninggal Setelah Dipijat Nenek, Begini Cara Menolak Saran Pengasuhan Orang Terdekat 

Viral Bayi Meninggal Setelah Dipijat Nenek, Begini Cara Menolak Saran Pengasuhan Orang Terdekat 

Tanya Pakar - Parenting
Ada Tempat Bikin Baju Pengantin Batak di Jakarta, Apa Warna Terfavorit?

Ada Tempat Bikin Baju Pengantin Batak di Jakarta, Apa Warna Terfavorit?

Look Good
Cerita Para Atlet Disabilitas, Tetap Semangat di Tengah Keterbatasan

Cerita Para Atlet Disabilitas, Tetap Semangat di Tengah Keterbatasan

Feel Good
Sering Disepelekan, Ini 6 Kebiasaan yang Menurunkan Fungsi Otak

Sering Disepelekan, Ini 6 Kebiasaan yang Menurunkan Fungsi Otak

Feel Good
9 Kebiasaan Sederhana yang Membuat Otak Cerdas dan Pintar

9 Kebiasaan Sederhana yang Membuat Otak Cerdas dan Pintar

Feel Good
6 Jenis Kain yang Berbahaya bagi Bayi, Ketahui Risikonya 

6 Jenis Kain yang Berbahaya bagi Bayi, Ketahui Risikonya 

Feel Good
Apakah Baju Pengantin dan Tunangan Adat Batak Harus Beda?

Apakah Baju Pengantin dan Tunangan Adat Batak Harus Beda?

Look Good
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com