Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Remehkan Pengaruh Polusi pada Kesehatan Mental

Kompas.com - 10/12/2019, 13:53 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

JAKARTA. KOMPAS.com - Kita semua mungkin sudah tahu bahwa polusi udara memberikan dampak buruk bagi kesehatan, seperti pada kulit dan organ pernafasan.

Namun, polusi udara ternyata juga bisa berdampak pada kesehatan mental, lho. Apa sebabnya?

Psikolog klinis Veronica Adesla, M.Psi menjelaskan, ada beberapa jenis stres yang dialami oleh manusia. Tidak hanya stres yang berasal dari masalah sehari-hari, tetapi ada juga stres karena faktor lingkungan negatif yang berlangsung konstan dan terus menerus.

Vero menyebutkan hasil penelitian yang dilakukan di Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat. Penelitian tersebut mengaitkan polusi dengan stres.

Salah satunya menyebutkan bahwa paparan polusi udara yang tinggi saat usia bayi hingga anak-anak, menyebabkan peningkatan kecemasan dan depresi ketika memasuki usia 12 tahun.

Penelitian lainnya menemukan bahwa paparan polusi udara yang tinggi pada remaja dan dewasa muda membuat mereka lebih rentan terhadap gangguan kecemasan, bahkan periaku bunuh diri.

Baca juga: Ini 7 Inisiatif Pemprov DKI Jakarta Agar Polusi Udara Jakarta Segera Teratasi

"Polusi bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental dan menyebabkan stres. Kalau udara begitu kotor, pernafasan sesak, belum lagi dampak terhadap kulit."

"Mau tidak mau kita hadapi tapi kita merasa tidak berdaya. Itu membuat stres," ucap Vero dalam acara diskusi bersama Ariston di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

Ada beberapa indikator stres yang perlu dikenali, di antaranya:

1. Indikator kognitif: masalah memori, sulit konsentrasi dan kerap berpikir negatif.

2. Indikator emosi: moody, mudah tersinggung, merasa kewalahan, dan depresi.

3. Indikator fisik: sakit dan nyeri, diare, demam, detak jantung cepat, dan sering flu.

4. Indikator perilaku: makan lebih banyak atau lebih sedikit, kerap menunda pekerjaan dan nervous habits.

Psikolog klinis Veronica Adesla, M.Psi, dr. Arini Astasari Widodo, SpKK dan Marketing Director PT Ariston Thermo Indonesia Erwin Lim (paling kiri ke kanan) seusai acara diskusi bersama Ariston di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Psikolog klinis Veronica Adesla, M.Psi, dr. Arini Astasari Widodo, SpKK dan Marketing Director PT Ariston Thermo Indonesia Erwin Lim (paling kiri ke kanan) seusai acara diskusi bersama Ariston di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

Ketika sudah mengalami indikator-indikator tersebut, Vero menyarankan untuk pergi memeriksakan diri ke dokter. Namun, untuk mencegahnya timbulnya stres utamakan menjalani pola hidup sehat seperti olahraga, tidur cukup, pola makan sehat, dan manajemen stres.

"Kita harus mendukung upaya-upaya yang membuat kita mampu mengurangi stres," kata Head of Counseling Center PT Personal Growth itu.

Teknik relaksasi juga bisa menjadi opsi. Misalnya, dilakukan dengan berendam atau mandi air hangat. Mandi air hangat memiliki banyak manfaat, salah satunya melancarkan peredaran darah dan membantu mengeluarkan zat sisa metabolisme tubuh.

"Ketika kita bisa berpikir jernih maka kita juga bisa memikirkan untuk tidak menambah buruk polusi di lingkungan kita. Misalnya, berkomitmen setiap Sabtu dan Minggu tidak pakai kendaraan pribadi," tutur Vero.

Baca juga: Perhatikan, 5 Cara Atasi Stres di Tempat Kerja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com