Tapi yang celaka, mereka tidak paham bahwa berbagai menu khas suatu bangsa juga punya asal usul yang otentik.
Sebutlah kecap fermentasi khas Jepang atau Korea, yang awal mulanya dibuat dalam gentong-gentong besar, disimpan bahkan hingga tahunan lamanya – sekaligus menentukan kualitasnya.
Tapi begitu tiruannya masuk ke pasar ritel dalam botol, maka komposisi yang bisa dibaca justru bahan-bahan yang sama sekali tidak pernah ada dalam pembuatan di tempat asalnya.
Sebut saja sirup jagung tinggi fruktosa, pati jagung modifikasi, pewarna karamel, penstabil gom xanthan – semua itu bisa dibaca pada labelnya.
Dan jangan lupa, semua kecap seperti itu dan cairan perendam daging mengandung mononatrium glutamat. Natrium adalah nama lain dari sodium. Tebak senyawa apa itu? MSG, alias ‘micin’.
Bukan ingin sok kampungan atau nasionalis kebablasan, tapi apa salahnya anak-anak kita diajarkan mencicip makanan dari tanah air sendiri – yang semua bahan baku aslinya hidup di negri ini.
Baca juga: Kesehatan atau Hiburan: Lebih Murah Mana?
Tanpa perlu membuka botol atau menyobek kemasan. Sedikitkan kemasan, mulailah dengan kupasan.
Mulai dari mengupas bawang hingga kentang, tanpa perlu dibuat ‘mashed potato’ bertabur keju buatan pula, yang di negri asalnya sudah dihujat – karena bukan keju ‘beneran’. Tidak percaya? Baca lagi kemasannya.
Dalam salah satu penelitian yang sudah dikutip oleh seorang spesialis anak, disebut 8 dari 10 anak mengidap hipertensi gara-gara kandungan natrium yang tidak dipahami saat orangtua memasak atau membeli makanan.
Selama ini kita barangkali mengandaikan natrium hanya berasal dari garam dapur.
Padahal, dengan begitu banyaknya produk industri yang dimakan termasuk yang dijadikan bumbu masak, keluarga-keluarga Indonesia tidak sadar telah mengonsumsi natrium lebih dari apa yang tubuh butuhkan.
Baca juga: Ketika Tips Kesehatan Berujung Pembodohan
Contoh yang paling mencolok sebagai gambaran umum cara orang Indonesia memasak justru saat terjadi bencana.
Jangan mengandaikan makanan yang dikonsumsi dalam tenda-tenda itu adalah pangan darurat.
Sesungguhnya, dalam kehidupan normal tanpa bencana pun semua yang ada di dapur umum itulah juga tersedia di dapur setiap keluarga.
Banyak wajah terbengong-bengong tak percaya, jika saya bilang kita bisa masak tanpa bumbu ‘penyedap’.
Rupanya bubuk ajaib itulah satu-satunya yang mereka anggap sebagai bumbu, selain deretan botol saus dan aneka kecap.