Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Mengajar Tanpa Mendidik: Punya Ilmu Tanpa Rasa Malu

Kompas.com - 20/01/2020, 11:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Dalam praktik sehari-hari, saya menerapkan kelas ‘melek gizi’ untuk pasien. Sengaja disampaikan dengan bahasa yang amat mudah, tanpa mengurangi esensi yang ingin disampaikan.

Dengan latar belakang magister filsafat yang saya miliki, proses mengajar itu secara sengaja melandas di atas trias filsafat ilmu ontologi – epistemologi – aksiologi, yang membuat ‘ajaran’ bisa bernilai ‘didikan’.

Ontologi bicara soal asal-usul. Termasuk kaitan alat cerna yang dimiliki manusia dan peradaban makannya.

Amat menarik untuk diamati, bahwa ternyata generasi milenial ke bawah sama sekali bingung jika ditanya perbedaan alat cerna yang dimiliki makhluk hidup.

Sementara itu, generasi saya masih bisa menjelaskan alat cerna unggas tidak sama dengan hewan memamah biak.

Baca juga: Keluarga Malfungsi, Bangsa Malnutrisi

Dan generasi alfa yang saat ini masih kuliah di akhir usia belasan, mereka nampak gelisah dan jengkel seakan misuh di benaknya, ”Ni dokter gila kali ya, ngomong kok blepetan amat – ngurusin anatomi cerna hewan – padahal gue kesini cuma mau ngecilin perut!”

Padahal bicara asal usul berkaitan dengan ‘mengapa’. Mengapa ayam punya tembolok sementara harimau tidak.

Jawabannya terpulang pada fitrah: ayam makan biji-bijian, sementara harimau pemakan daging. Jadi tidak akan pernah ada kejadian alamiah saat harimau dipaksa jadi vegetarian.

Epistemologi adalah soal keilmuan yang amat seksi untuk dibahas dan menjadi primadona di semua lini dunia pendidikan – yang mestinya disebut pengajaran saja – karena fokus utamanya hanya di soal transfer ilmu, menjawab berbagai pertanyaan seputar ‘bagaimana’.

Termasuk bagaimana manusia bisa berumur panjang, bagaimana penyakit kanker bisa dicegah, bagaimana penyakit terkait genetik bisa dicegat agar tidak menurun untuk generasi selanjutnya.

Baca juga: Kesehatan atau Hiburan: Lebih Murah Mana?

Semua adalah tentang kecanggihan ilmu pengetahuan, yang katanya: demi masa depan yang lebih baik.

Berbagai penemuan canggih sejak berabad-abad yang telah lewat ditandai dengan penghargaan Nobel.

Dan penemuan-penemuan ini menariknya pun memberi keuntungan bagi banyak pihak yang ikut campur tangan, secara bisnis dan politis.

Aksiologi adalah bagian dari filsafat ilmu yang paling tidak menarik bahkan cenderung dihindari untuk dibicarakan. Karena dampaknya seperti mendulang air tepercik muka sendiri.

Aksiologi pun dianggap tabu, karena merusak tatanan yang sudah capek-capek dibangun dalam tahap epistemologi dan membahayakan banyak aspek.

Sebab aksiologi bicara soal baik buruk, benar salah-nya akibat dari keputusan dan tindakan manusia. Termasuk penerapan hasil ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Baca juga: Ketika Tips Kesehatan Berujung Pembodohan

Apa yang terjadi belakangan ini barangkali bisa menjadi umpan balik, suatu refleksi tentang berhasil tidaknya suatu program pendidikan.

Mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan khusus menjadi tenaga ahli yang dianggap ‘paham banget’ soal kesehatan manusia.

Tidak banyak prodi kesehatan mampu mencetak tenaga ahli yang memiliki imbangan ketiga dasar filsafat ilmu itu.

Tidak heran juga mengapa peningkatan taraf kesehatan di negri ini rasanya tidak pernah maju-maju.

Seandainya ada angka statistik yang menunjukkan ‘perbaikan’ pun, belum tentu itu terkait dengan mutu apalagi kualitas. Paling-paling karena ada program eskalasi atau terkait akreditasi. Habis itu?

Baca juga: Menuntut Ilmu Sampai ke Negeri China

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com