Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari Kenali dan Cegah "Bullying" Sebelum Menyesal...

Kompas.com - 21/01/2020, 12:42 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus kematian SN (14), siswi salah satu SMP di Jakarta Timur yang melompat dari lantai IV gedung sekolahnya menjadi perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir.

Meski penyebab kejadian itu masih dalam penyelidikan, namun salah satu hal yang hangat disoroti di jejaring media sosial adalah dugaan SN sebagai korban bullying (perundungan).

Terlepas dari motif dalam kasus ini, akan selalu disayangkan kerapnya permasalahan bullying di lingkungan sekolah, yang terjadi dari waktu ke waktu.

Meski begitu, ada upaya yang sesungguhnya bisa membantu agar praktik semacam itu bisa terhenti, dan tak berakhir dengan penyesalan.

Apa itu bullying?

Mungkin banyak orang yang pernah mengalami kejadian "disindir" oleh teman-teman ketika duduk di bangku sekolah, bahkan berlanjut hingga sampai usia dewasa.

Memang, -mungkin pula,praktik itu dilakukan dengan intensi bercanda, atau hanya 1-2 kali, sehingga tidak menimbulkan efek negatif tertentu pada orang yang disindir.

Baca juga: Mengenal Bullying yang Diduga Menjadi Penyebab Siswi di Jaktim Loncat dari Lantai 4 Sekolahan

Lantas, seperti apa tindakan yang masuk kategori bullying?

Definisi bullying, seperti tercantum dalam situs Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations/UN), adalah perilaku disengaja dan agresif yang terjadi berulang terhadap korban.

Selanjutnya, ada ketidakseimbangan kekuatan yang nyata atau yang dirasakan, serta korban merasa rentan dan tidak berdaya untuk membela diri.

Lebih jauh, Psikolog Citra Ardhita Psychological Services, Ayoe Sutomo, M.Psi memaparkan, bullying dalam tiga kriteria.

Pertama, ada kesenjangan kekuatan antara pelaku dan korban, sehingga korban ada pada posisi yang tidak berdaya.

Anak korban bullying juga seringkali merupakan individu yang berbeda dari lingkungannya, misalnya terkait kondisi sosial-ekonomi, kondisi keluarga, fisik, dan lainnya, termasuk kurang mampu menyesuaikan diri.

Baca juga: Siswi Tewas Usai Lompat dari Lantai 4 Sekolah, Dugaan Terjadi Bullying Kini Muncul

Kedua, ada intensi untuk melukai yang dilakukan oleh pelaku, baik melukai fisik maupun emosional.

Ketiga, satu perilaku dikatakan bullying jika ditujukan pada orang yang sama dan pelakunya -bisa individu maupun kelomook- juga sama.

"Sehingga kalau cuma bercanda 1-2 kali belum bisa dikatakan sebagai tindakan bullying," kata dia.

Penyebab pada perempuan dan pria berbeda

Ayoe menambahkan, penyebab bullying pada anak laki-laki dan perempuan seringkali berbeda.

Bullying pada anak laki-laki seringkali terjadi karena tindakan bercanda yang berlebihan. Sehingga, pelaku sebetulnya melakukan hal tersebut sebagai bentuk mencari kesenangan.

"Tujuannya have fun tapi keterlaluan dan ada objek yang dilukai. Jatuhnya jadi bullying."

"Main-main tapi keterlaluan, misal korban dibawa ke suatu tempat, dikeroyok, meninggal atas dasar korban bully," ucapnya.

Baca juga: Cegah Bullying, Twitter Bikin Fitur untuk Batasi Jumlah Reply

Sementara, bullying pada anak perempuan biasanya didasari faktor emosional. Misalnya iri hati atau ketidaksukaan.

Maka, -karena berbeda, kedua model bullying ini pun harus mendapatkan penanganan yang berbeda.

Cyber dan verbal bullying

Seiring berkembangnya teknologi, muncul jenis bullying baru, yakni cyber bullying, yaitu tindakan bullying yang dilakukan di dunia maya.

Praktik ini bisa terjadi melalui beberapa medium, seperti media sosial atau aplikasi chat.

Terkadang kita menganggap cyber bullying mirip dengan verbal bullying, padahal keduanya berbeda.

Meski begitu, dua jenis bullying tersebut seringkali berjalan beriringan.

"Konteksnya berbeda tapi memang sering mix up, karena korban dikata-katain lewat chat atau komentar di media sosial, teror di WA (WhatsApp), itu masuk cyber bullying," kata Ayoe.

Ia menambahkan, cyber bullying bisa dikatakan jauh lebih berbahaya dibandingkan jenis bullying verbal maupun fisik.

Baca juga: Kampanye Anti Bullying, Perlu Kerja Sama Guru dan Orangtua

Sebab, cyber bullying bisa terjadi di mana saja selama ada sambungan internet. Pada kasus bullying verbal dan fisik, orang sekitar mungkin bisa melihatnya, namun tidak bagi korban cyber bullying.

"Kalau bullying fisik atau verbal di sekolah, misalnya, lalu kamu keluar dari sekolah seperti ke rumah, kamu akan merasa rumah sebagai tempat aman dari bullying di sekolah."

"Tapi cyber bullying, bisa saja kamu lagi buka akun Twitter, kamu diserang, itu bisa terjadi bahkan ketika kamu sedang di kamar sendiri dan orangtua ada di luar kamar."

"Mereka enggak tahu kalau kamu di dalam kamar sedang menangis akibat cyber bully," ungkapnya.

Di samping itu, efek cyber bullying bisa jauh lebih besar. Ketika sebuah unggahan bernada bullying diunggah ke internet, semua orang bisa mengaksesnya bahkan orang-orang yang mungkin tidak dikenal dan mengenal korban.

Tanda-tanda anak jadi korban bullying

Orangtua dan lingkungan terdekat, terutama sekolah, harus lebih peka mengenali jika ada perubahan perilaku pada seorang anak.

Seorang anak yang menjadi korban bullying akan mengalami perubahan perilaku, dan ini terjadi tidak dalam waktu yang singkat.

Baca juga: Apa Itu Beauty Bullying, dan Bagaimana Menghentikannya

"Ini terjadi lebih dari dua minggu," kata Ayoe.

Beberapa tanda tersebut, di antaranya:

- Anak menarik diri dari lingkungan tempat dia menjadi korban bullying. Jika bullying terjadi di sekolah, anak menjadi malas sekolah.

Sementara jika bullying terjadi di media sosial, anak menjadi takut membuka media sosial, dan lainnya.

- Kekurangan minat.

- Sulit tidur atau tidur terlalu lama.

- Melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan.

- Hilang nafsu makan atau makan berlebihan.

Mencegah anak jadi korban bullying

Bullying bisa membuat korban merasa depresi, yang pada beberapa kasus berujung pada hal-hal yang membahayakan hidup. 

Ingatlah, siapa pun bisa menjadi korban bullying. Namun, kita semua bisa melakukan sejumlah cara untuk mencegah agar anak tak menjadi korban bullying.

Keluarga dan lingkungan mempunyai peran yang sangat penting dalam hal pencegahan.

Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

1. Membangun konsep diri yang baik

Ayoe menjelaskan, konsep diri adalah bagaimana anak memandang diri, dan anak perlu dibuat untuk memiliki pandangan diri yang baik.

Membentuk pandangan diri yang baik bisa diawali dengan menciptakan lingkungan yang suportif di tengah keluarga.

Baca juga: Studi: Tidak Semua Anak Agresif adalah Pelaku Bullying

Misalnya, dengan tidak sering menyalahkan anak, karena hal itu bisa merusak konsep diri mereka.

"Kamu enggak bisa apa-apa, gitu aja enggak bisa. Kata-kata itu kecil tapi jika berulang, konsep anak akhirnya merasa enggak bisa apa apa," ujar dia.

Setiap anak pasti memiliki kekurangan, namun setiap anak juga pasti memiliki kelebihan.

Bantulah anak untuk menemukan dan mengeksplorasi kelebihannya agar anak memiliki pandangan yang baik terhadap dirinya, lebih percaya diri, dan mampu menghadapi lingkungannya dengan baik.

2. Dukung minat dan bakat anak

Hal ini dilakukan untuk membangun kepercayaan diri anak dan membuat dirinya merasa mahir di bidang tersebut.

Sehingga, ketika suatu saat anak menjadi korban bullying dan dijauhi sekelompok anak tertentu, dia cenderung tak memandangnya sebagai masalah, dan bisa bergaul dengan teman-temannya yang lain.

Baca juga: Yang Harus Dilakukan Orangtua saat Anak Alami Cyber Bullying

3. Ajar anak mengatakan tidak

Anak korban bullying seringkali ada di posisi yang tidak berdaya dan cenderung tidak bisa menolak perlakuan buruk terhadapnya.

Untuk mencegah hal itu, orangtua bisa mengajari anak untuk berani mengatakan "tidak".

"Jadi ketika diperlakukan tidak baik, dia bisa bilang bahwa dia tidak suka diperlakukan begitu," kata Ayoe.

4. Beri dukungan penuh

Orangtua juga perlu terus menekankan pada anak, mereka akan terus mendukung anak, apapun kondisinya.

Buat anak merasa nyaman untuk menyampaikan masalah yang dihadapinya di luar.

Sehingga ketika anak berhadapan dengan seseorang, mereka tahu akan selalu mendapatkan dukungan dan diterima oleh orangtuanya.

5. Mencegah anak jadi pelaku

Ayoe menjelaskan, seringkali pelaku bullying merupakan korban bullying. Maka hal yang perlu dilakukan adalah mencegah anak menjadi pelaku bullying.

Caranya adalah membentuk konsep diri yang bagus pada anak. Tanamkan dalam diri anak bahwa mereka bisa menjadi hebat tanpa harus menjatuhkan dan merendahkan orang lain.

Baca juga: Cyber Bullying Bisa Memicu Keinginan untuk Bunuh Diri

"Itu juga dibangun di rumah, dengan diterima dan dicukupi secara emosi, itu akan membuat anak merasa cukup dan terpenuhi sehingga dia enggak perlu merendahkan orang lain untuk menjadi lebih hebat," ungkapnya.

6. Bangun rasa empati

Membangun rasa empati pada diri anak juga bisa mencegah diri menjadi pelaku bullying.

Ayoe menyarankan orangtua untuk sering mengajak anak melihat orang-orang dengan kondisi kehidupan yang lebih sulit, dan mengajak mereka untuk mau berbagi.

Buat anak mau mengungkapkan pendapatnya jika berada pada posisi orang yang mengalami kesulitan.

Misalnya, dalam kasus bullying. Buat anak berpikir jika mereka ada di posisi korban bullying, dan tanyakan apa yang mungkin mereka rasakan jika ada di posisi korban.

"Hal-hal seperti itu dipancing dari anak sehingga anak punya rasa empati. Sehingga ketika dia mau melakukan sesuatu dia punya pakem:oh iya ya kalau saya digituin, saya juga enggak mau," katanya.

Rasa empati terbangun tidak dalam waktu singkat. Empati perlu ditanamkan secara terus menerus dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

"Membentuknya tidak sehari-dua hari, tapi tidak ada kata terlambat untuk membentuknya," kata Ayoe.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com