Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2020, 18:49 WIB
Gading Perkasa,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sikap "selalu siap ditugaskan" dan etos kerja yang baik memang patut dipuji, namun banyak dari kita menyalahartikan kesibukan dengan prestasi atau pencapaian.

Jika terjebak dengan pola pikir demikian, bisa jadi kita adalah martir kerja alias "kerja bakti" di kantor .

"Martir kerja mirip dengan gila kerja, tapi martir kerja adalah seseorang yang memakai kesibukannya sebagai lencana kehormatan." kata Melody Wilding, pelatih eksekutif dan pekerja sosial berlisensi.

"Mereka bangga karena harus lembur, menjadi orang yang tepat untuk segalanya."

Para martir kerja selalu mengutamakan pekerjaan, bahkan ketika itu berarti melewatkan cuti liburan, kesehatan mental, dan prioritas karier mereka sendiri.

"Mereka mungkin mengeluh tentang jumlah pekerjaan yang harus mereka lakukan, sehingga mereka seperti memiliki mentalitas sebagai korban," kata Wilding.

Menjadi martir pekerjaan adalah penderitaan karena kita selalu mengorbankan minat kita untuk kebutuhan orang lain atau pun kantor.

Baca juga: Anda Gila Kerja? Kenali 5 Tanda-tandanya

Berikut lima tanda yang menunjukkan bahwa kita adalah martir kerja di kantor.

Merasa istimewa karena dianggap "tepat" untuk semua masalah pekerjaan

Lisa Orbe-Austin, psikolog berlisensi yang berfokus membantu para profesional mengelola karier mencatat, martirkerja memiliki tanda sindrom penipu.

"Pemikiran bahwa kita menjadi orang yang selalu dituju memang istimewa dalam beberapa hal. Mencari validasi dari luar untuk menjadi istimewa juga menunjukkan fakta kita tidak menyadari pencapaian diri, keterampilan, dan nilai kita."

Kita tak akan bisa mengurus diri jika selalu berusaha menjadi orang yang tepat untuk semua orang.

Mungkin akan terasa menyenangkan sesaat ketika menjadi orang yangs selalu dimintai bantuan dari rekan kerja.

Namun, hal ini membuat lingkaran yang tak terhindarkan karena ketika momen tersebut berlalu, kita mulai merasa seperti tidak diperhatikan dan harus melakukan sesuatu.

Ketika kita tidak memerlukan validasi seseorang untuk merasa bernilai, kita bisa menerapkan strategi dalam bekerja, menolak permintaan orang lain dan menunjukkan kemampuan dalam tugas kita sendiri.

IlustrasiShutterstock Ilustrasi

Tidak ada yang bisa mengerjakan ini selain saya
"Para martir kerja melihat permintaan bukan sebagai opsi, melainkan tuntutan. Mereka berpikir segala sesuatu harus mereka lakukan," ujar Wilding.

Saat kita yakin setiap permintaan harus diselesaikan, kita tidak dapat melepaskan kendali. Jika kita adalah seorang manajer tim, maka pola pikir mengerjakan segala hal akan merusak dan kita akan menyamaratakan kesalahan.

Kita akan mulai berpikir, "akan lebih mudah bagi saya untuk melakukannya sendirian".

"Hanya karena seseorang tidak melakukan dengan benar sesekali, bukan berarti mereka tidak selalu mampu melakukannya. Itu mungkin berarti kita perlu memberi intstruksi yang lebih baik, atau mengatur ulang ekspektasi, dan memberi mereka lebih banyak waktu," ujarnya.

Sikap "kerja bakti" kita memengaruhi orang lain. Ketika kita tidak dapat mendelegasikan, maka kita merugikan rekan kerja karena telah merampas kesempatan merkea untuk tumbuh dan berkembang dalam karier.

Baca juga: Kiat Bagi Fresh Graduate Saat Baru Meniti Karir

Saya harus menjadi orang terbaik pertama dan terakhir
Bagi para martir kerja, waktu kerja yang panjang dianggap sebagai melakukan pekerjaan dengan baik.

Selalu sedia setiap saat akan menyakiti diri sendiri dan rekan kerja. Salah satu tanda fisik kita terlalu memaksa diri antara lain sulit tidur, migrain, dan kelelahan karena pikiran terus dipenuhi oleh pekerjaan.

Martir kerja juga dapat menetapkan ekspektasi bahwa tim mereka harus siap setiap waktu.

Jika saya bekerja keras, maka pekerjaan saya akan dikenal
Tanggapan positif terkadang dapat menimbulkan anggapan keliru, yaitu menjadi martir baik untuk karier mereka.

Kita akan berpikir karier yang baik harus dilakukan dengan kerja keras dan seringnya kita melakukan pekerjaan yang kurang berkualitas.

"Karena para martir menemukan harga diri mereka dalam bekerja dan menjadi orang yang suka bergaul, mereka cenderung mengisi waktu dengan hal mendesak tapi tidak selalu penting atau berdampak tinggi."

"Banyak hal diperlukan untuk memajukan karier, yaitu visibilitas, jaringan internal dan eksternal, atau aliansi strategis," tutur Wilding.

Orbe-Austin merekomendasikan agar kita menemukan mentor di luar pekerjaan yang dapat menempatkan karier kita dalam perspektif.

Baca juga: 4 Jurusan Kuliah Kekinian dengan Prospek Karier Menjanjikan

Saya tidak bisa berlibur
Sebuah survei tahun 2017 mengenai kebiasaan liburan yang dilakukan organisasi industri perjalanan, US Travel Association, mendefinisikan martir kerja sebagai karyawan yang tidak pernah ambil cuti karena merasa tidak ada orang lain mampu melakukan pekerjaan itu.

Survei di tahun 2018 mengenai kebiasaan liburan orang Amerika mengungkap alasan para pekerja tidak menggunakan hari liburnya.

Mereka takut terlihat mudah digantikan, kurang berdedikasi, dan meyakini tugas mereka terlalu banyak untuk mengambil cuti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com