Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/02/2020, 17:31 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perilaku bullying atau perundungan bisa ditemui di mana saja dan masih sulit dihilangkan, walau seringkali berujung maut.

Bullying, seperti tercantum dalam situs Perserikatan Bangsa-Bangsa, didefinisikan sebagai perilaku disengaja dan agresif yang terjadi berulang terhadap korban, di mana ada ketidakseimbangan kekuatan yang nyata atau yang dirasakan, serta korban merasa rentan dan tidak berdaya untuk membela diri.

Bullying bisa menyebabkan dampak serius terhadap kesehatan mental seseorang, bahkan sampai dewasa. Namun, bukan berarti ingatan menjadi korban bullying tidak bisa dihapus.

Sebagai bagian dari pemulihan setelah bullying, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah menerima kenyataan bahwa diri kita pernah menjadi korban bullying.

Hal itu diungkapkan oleh Perwakilan Komunitas anti-bullying "Sudah Dong", Adiyat Yori Rambe ketika ditemui seusai media briefing bersama TikTok di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020).

Yori sendiri pernah menjadi korban bullying di masa sekolah. Namun, ia menyadari bahwa siklus bullying perlu diakhiri.

"Kita terima saja kenyatan kalau pernah di-bully. Itu menjadi poin di mana 'oh ya sudah saya pernah jadi korban bully". Cari caranya keluar, bukan makin hancur," ujarnya.

Baca juga: Mari Kenali dan Cegah Bullying Sebelum Menyesal...

Cobalah terus membangun kepercayaan diri dan bergaul dengan orang-orang yang positif.

Pada banyak kasus, korban bullying kemudian menjadi pelaku bullying di kemudian hari. Situasi ini membuat siklus bullying terus berlangsung dari waktu ke waktu.

"Jadi ketika merasa pernah dibully balasnya bukan lewat bully lagi," tuturnya.

Kedua, cobalah memaafkan. Hal ini memang tidak mudah, namun dengan menerima dan memaafkan orang yang pernah menyakiti hati kita, hati akan terasa lebih tenang dan akan jauh dari perilaku bullying.

"Untuk lupa mungkin susah tapi untuk maaf rasanya mudah dan bisa," ucap dia.

Pengajar Psikologi Investigatif di University of Huddersfield, Calli Tzani-Pepelasi, seperti dilansir dari The Conversation UK, menyebutkan bahwa terapi perilaku kognitif bisa menjadi jalan keluar lainnya untuk melupakan perundungan yang pernah diterima di masa kecil.

"Ini melatih dirimu untuk mengubah pemikiran dan perilaku, menangani pola pikir negatif, fobia sosial atau rendah diri," ungkapnya.

Baca juga: Perundungan Berujung Maut, Gara-gara Panggilan Gendut

Jika ada rasa marah atau dendam yang tertinggal, sejumlah studi mengindikasikan bahwa teknik keadilan restoratif (restorative justice) bisa cukup membantu.

Restorative justice sendiri merupakan mediasi antara korban dan pelaku yang dilakukan untuk mendiskusikan pengampunan terhadap suatu permasalahan.

Namun, praktik semacam itu hanya dapat memberi manfaat bagi korban dan pelaku intimidasi masing-masing jika diterapkan dalam lingkungan yang terkendali seperti sekolah dan dilakukan oleh staf yang terlatih.

Terakhir, jangan menyalahkan diri sendiri karena pernah menjadi korban bullying. Sebab, sejumlah studi mengatakan hal ini umum terjadi dan membuat korban bullying memiliki persepsi yang buruk atas dirinya.

"Jika korban tidak menerima diri mereka dan tidak berhenti menyalahkan diri sendiri, maka akan sulit menyembuhkan luka itu," ujar Tzani-Pepelasi 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com