KOMPAS.com - Apakah kita memerhatikan anak kita menjadi hiperaktif setelah makan kue dengan pewarna makanan hijau cerah dan taburan cokelat warna pelangi?
Wajar untuk berasumsi bahwa gula adalah biang keladinya, namun penelitian menunjukkan sejumlah masalah dipicu dari pewarna makanan buatan.
Julia Zumpano, RD, ahli diet terdaftar, menyoroti kemungkinan risiko terkait pewarna makanan dan cara meminimalkannya.
Mengapa kita perlu mengkhawatirkan pewarna makanan?
Penelitian telah menghubungkan pewarna makanan buatan dengan:
- Hiperaktif, termasuk ADHD
- Perubahan perilaku seperti cepat marah dan depresi
- Gatal-gatal dan asma
- Pertumbuhan tumor (tiga pewarna makanan utama mengandung benzena, zat yang dikenal sebagai penyebab kanker).
Baca juga: Mengkaji Aman Tidaknya Sakarin, Si Pemanis Buatan dalam Makanan
Adakah penelitian yang mengatakan pewarna makanan buatan berbahaya?
Hasilnya beragam. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara pewarna makanan dan peningkatan hiperaktif pada anak-anak.
Sebuah penelitian di Australia menemukan, 75 persen orangtua memerhatikan peningkatan perilaku dan perhatian setelah menghilangkan pewarna buatan.
Para peneliti juga menemukan pertumbuhan tumor pada hewan yang mengonsumsi pewarna makanan dosis tinggi, meski sulit menerjemahkan artinya bagi anak-anak.
Beberapa penelitian mengungkap, sejumlah kecil benzena dalam pewarna tidak dapat menimbulkan risiko tinggi.
Saat ini, AS tidak melarang pewarna makanan buatan.
Namun beberapa negara menyebut, ada cukup bukti untuk membenarkan pelarangan mereka terhadap pewarna makanan.
Baca juga: Menonton Acara Memasak Terbukti Bikin Anak Doyan Makanan Sehat
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.