Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Demi Kesehatan, Tingkatkan Kupasan dan Tinggalkan Kemasan

Kompas.com - 17/02/2020, 20:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Ini bukan kampanye anti jinjingan kresek dan sedotan plastik yang membuat polusi pantai dan penyu mati tersedak.

Melainkan seruan serius yang mestinya kita kampanyekan bersama, untuk menghentikan semua masalah kesehatan yang terkait dengan literasi gizi.

Bila disebutkan virus corona baru yang tingkat penularannya amat tinggi takut menyebrang ke Indonesia karena faktor suhu dan cuaca, maka urusan penyakit yang disebabkan karena budaya makan tidak akan mampu dipengaruhi iklim dan musim.

Apa yang mematikan di negri Donald Trump, memberi risiko yang sama di bawah pemerintahan Jokowi.

Baca juga: Makanan Peranakan: Tradisi, Esensi atau Gengsi?

Bahkan bisa jadi lebih parah, karena jaminan kesehatan nasional yang standarnya tidak sama dengan negara maju, yang rakyatnya memilih makanan kemasan, karena terpaksa – sementara di sini malah dicari – dan diunduh ke medsos dengan bangga.

Saya belum lama pulang dari Sumbawa, bukan untuk berlibur – tapi kerja keras membantu orang menata pangan dan kesehatan demi masa depan.

Hanya 15 menit dengan seaplane dari lapangan udara Lombok, sebelum mendarat mulus di atas pantai, Sumbawa terlihat begitu memesona.

Tambang emas, perak, dan tembaga nomor dua setelah Papua membuat pulau ini aset kekayaan yang tak ada habisnya.

Separuh karyawan dan pekerja tambang adalah generasi milenial. Yang masih muda dan kuat. Sekuat rokok mereka.

Baca juga: Bumbu Baru Itu Bernama Penyedap dan Aneka Kecap

Seperti di semua korporasi pertambangan di Indonesia, sajian kantin seperti ‘kondangan’ setiap hari.

Sebut saja sarapan terdiri dari bertumpuk-tumpuk roti putih di sisi wadah mentega, selai kacang dan stroberi, sirup coklat impor, belum lagi aneka bolu dan tentu saja ‘konter makanan lokal’: nasi putih-nasi goreng, telur dengan berbagai cara olah, semur, lontong sayur plus kerupuk.

Sedangkan di ‘konter internasional’ berjejer menu pasta, sosis goreng, daging semur, serta tentu french toast yang empuk. Itu baru sarapan.

Makan siang dan malam tentu lebih meriah, karena es krim dan puding ikut meramaikan meja makan, selain steak dan ikan goreng.

Sayur? Tentu ada. Salad lengkap dengan sausnya.

Buah ‘rakyat’ pepaya dan semangka tidak pernah absen, ditambah peach dalam sirup gula yang selalu habis tandas disukai banyak orang.

Baca juga: Bhineka Literasi Nutrisi Jadi Ancaman Integrasi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com