Sang ibu jadi bertambah kesal karena suami seperti tak berusaha membantu menyelesaikan problem yang dihadapinya.
Intinya, ibu menjadi tidak sabar, mudah marah, dan mudah terpancing emosi.
3. Merasa terasing, bersalah, dan malu
Selama berada di rumah sakit, begitu usai melahirkan, ibu mendapatkan perhatian penuh dari keluarga, kerabat, teman dan lainnya.
Namun, begitu pulang ke rumah, kondisi bisa berubah 180 derajat. Ibu kurang mendapat perhatian dari lingkungan terdekat, dan harus mengurus bayi lebih intens dari siapa pun.
Baca juga: Mengenal Baby Blues, Gangguan Jiwa yang Kerap Dialami Pasca-kelahiran
Masalah bisa makin bertumpuk tatkala ibu menemui kesulitan dalam memberikan ASI --misalnya. Sementara, tuntutan mengurus kebutuhan suami dan diri sendiri harus tetap dipenuhi.
Bayangan semula yang terasa menyenangkan kini menyergap dalam bentuk aneka kerepotan. Akibatnya, ibu merasa terasing.
Belum lagi bila orangtua atau mertua banyak memberi komentar atau terlalu ikut campur soal pengurusan anak hanya karena merasa lebih berpengalaman.
Baby blues jadi postpastum depression
Dalam kasus yang lebih berat, ibu bisa mengalami depresi pasca-kelahiran atau postpastum depression.
Baca juga: Duduk Kelamaan Tingkatkan Risiko Depresi, Benarkah?
Baby blues dan depresi pasca melahirkan terkadang memang sulit dibedakan. Praktisi psikologi dan juga terapis, Nuzulia Rahma Tristinarum mengungkapkan penjelasannya.
Menurut dia, kondisi semacam ini biasanya hanya datang sesaat -sekitar 3-6 hari. Paling lama, baby blues bisa berlangsung selama dua minggu.
“Ini adalah bentuk depresi pasca-kelahiran yang paling ringan,” kata Nuzulia.
Maka, jika tanda-tanda baby blues masih terjadi pada ibu selama lebih dari dua minggu atau setidaknya satu bulan, waspadai kemungkinan berlanjut menjadi depresi pasca-kelahiran.
"Kalau sudah lebih dari dua minggu bukan lagi baby blues. Atau paling tidak kalau sudah lewat sebulan bisa disebut postpartum depression. Bisa terjadi bertahun-tahun," kata dia lagi.