Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/03/2020, 17:15 WIB
Lusia Kus Anna

Editor


KOMPAS.com- Setiap tahun musim flu akan reda dan hilang ketika cuaca mulai menghangat. Akankah virus corona yang menyebar cepat ke seluruh dunia itu juga akan mengikuti pola flu musiman?

Di musim dingin virus pernapasan memang menyerang paling keras dan dengan mudah menginfeksi banyak orang. Musim flu di negara empat musim biasanya berlangsung pada Oktober sampai Maret.

Di seluruh dunia para pakar penyakit menular berharap hal yang sama juga akan ditemui pada wabah Covid-19.

Presiden Donald Trump juga menulis di akun Twitternya menanggapi upaya pemerintah China untuk melawan virus Corona. Ia mengatakan yakin China akan berhasil, "terutama karena cuaca mulai menghangat."

Virus yang menyebabkan influenza atau flu corona yang lebih ringan cenderung menghilang di bulan-bulan yang hangat karena ini adalah tipe virus yang disebut pakar sebagai "musiman".

Namun, belum bisa dipastikan apakah Covid-19 juga memiliki perilaku yang sama. Saat ini masih dipelajari polanya, sehingga menurut para pakar masih terlalu dini untuk menebak bagaimana virus akan merespon perubahan cuaca.

Baca juga: Gejala Virus Corona Muncul Lima Hari Setelah Tertular

Sebelum Covid-19, tipe virus corona lainnya juga dianggap sebagai kedaruratan kesehatan internasional, yakni SARS di tahun 2003 dan MERS di tahun 2012.

Virus-virus tersebut memang tidak sama, tetapi ada beberapa kesamaan. Misalnya saja, penampakan Covid-19 sekitar 79 persen cocok dengan SARS-CoV dan 50 persen sama dengan MERS.

Kesamaan antara SARS dan MERS, selain menular dari hewan ke manusia, juga akan bertambah kuat di cuaca yang dingin dan kering.

Cuaca hangat dan lembab

Jika kita sejenak kembali ke kasus SARS, salah satu penelitian mengidentifikasi peningkatan infeksi sampai 18 kali pada saat musim dingin dibandingkan dengan bulan-bulan hangat.

Penelitian lain menunjukkan bagaimana perangai virus ini dalam lingkungan yang berbeda, dan diketahui kemungkinan hidup virus turun saat kelembanan dan suhu meningkat.

Penelitian juga menemukan virus SARS menjadi tidak aktif ketika suhu dan kelembaban meningkat.

Seorang pria memakai masker berjalan dengan anjingnya di Duomo Square, Milan, Italia. Kebijakan karantina diterapkan di seluruh Italia mulai 10 Maret sampai 3 April 2020.FLAVIO LO SCALZO/REUTERS Seorang pria memakai masker berjalan dengan anjingnya di Duomo Square, Milan, Italia. Kebijakan karantina diterapkan di seluruh Italia mulai 10 Maret sampai 3 April 2020.

Udara yang hangat akan menahan kelembaban, sehingga menghambat virus di udara berpindah jauh seperti halnya saat udara kering.

Dalam kondisi yang lembab, cairan droplet yang kecil dan berasal dari batuk atau bersin akan mengumpulkan kelembaban. Seringkali terlalu berat untuk tetap bertahan di udara sehingga mereka jatuh ke permukaan.

Menurut profesor mikrobiologi dan imunologi Dr.Charles Gerba, sangat mungkin Covid-19 akan reda di akhir musim semi, walau itu bukan jaminan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com