Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/03/2020, 19:18 WIB
Wisnubrata

Editor

Sumber

Namun penelitian yang dilakukan di Wuhan sebelumnya membuat para ilmuwan WHO itu kemudian mempertimbangkannya dan akhirnya memasukkan klorokuin ke dalam daftar obat yang akan diujikan.

Hingga saat ini, sudah ada 20 jurnal penelitian yang mengamati efek klorokuin terhadap COVID-19. Namun belum ada yang membuat WHO, sebagai kiblat informasi kesehatan dunia, yakin untuk menetapkan obat ini sebagai pengobatan utama virus corona.

Dari semua laporan studi tentang obat-obatan yang berpotensi mengobati COVID-19, WHO telah menyimpulkan bahwa studi skala kecil yang diamati dengan metode non-acak tidak akan memberikan hasil yang begitu efektif, termasuk beberapa studi tentang klorokuin ini.

Menggunakan obat-obatan yang tidak diuji tanpa bukti menyeluruh hanya akan memberi harapan palsu pada khalayak.

Oleh karena itu, meskipun klorokuin sudah dipakai dalam pengobatan COVID-19, klorokuin diumumkan sebagai pengobatan lini kedua dan bukan pengobatan utama, karena nyatanya obat COVID-19 belum ditemukan.

Baca juga: Bukan untuk Cegah Infeksi Corona, Klorokuin Bahaya Dipakai Sembarangan

Klorokuin berbeda dengan pil kina yang kita kenal di pasaran

Di tengah kepanikan masyarakat akan virus yang terus mewabah ini, banyak dari mereka yang lantas mencari obat ini di pasaran, harganya pun kian melambung.

Tak hanya klorokuin yang diburu, obat sejenis yang lebih umum ditemui di Indonesia, pil kina pun jadi incaran massa. Padahal zat aktif kedua obat ini memiliki beberapa perbedaan.

Pil kina yang biasa kita temui di pasaran mengandung kuinin sulfat bukan klorokuin fosfat.

Meskipun memiliki dasar struktur dan mekanisme yang sama sebagai pengobatan malaria, kuinin sulfat belum diujikan secara langsung pada pasien COVID-19.

Kuinin merupakan zat aktif pil kina yang diekstrak dari pohon kina. Saat ini kuinin masih dijadikan wacana untuk selanjutnya diteliti oleh para ilmuwan Indonesia.

Potensinya dianggap sangat besar, mengingat sumber alam Indonesia akan pohon kina ini sangat luas.

Di tengah pandemik yang berkembang dengan cepat, para ilmuwan pun berpacu untuk menemukan pengobatan yang paling efektif.

Dari beberapa jenis metode penemuan obat baru, ada yang dinamakan metode reverse pharmacology di mana prosesnya dibalik.

Jika biasanya obat baru lahir dari laboratorium kemudian diujikan secara klinis, untuk obat ini maka akan diujikan secara klinis kemudian diamati kegiatan biokimianya di laboratorium.

Jadi, pil kina saat ini tidak bisa dijadikan obat untuk menangani atau mencegah COVID-19

Sampai tiba saatnya hasil penelitian tersebut dirilis, kita sebagai masyarakat umum sebaiknya tidak gegabah menganggap pil kina dapat mengobati COVID-19 dan kemudian mengonsumsinya tanpa anjuran dokter.

Perlu diingat, klorokuin yang sudah diteliti pun digunakan untuk pengobatan dan bukan untuk pencegahan.

Baik klorokuin maupun pil kina keduanya adalah obat golongan keras yang hanya bisa didapat dengan resep dokter. Penggunaan secara bebas yang tidak tepat guna dapat menyebabkan bahaya sebagai berikut:

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com