Obat ini juga berinteraksi dengan reseptor yang dinamakan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) selular yang dapat mencegah terikatnya virus pada reseptor tubuh tersebut.
Dalam sebuah laporan konferensi yang diadakan 15 Februari 2020 lalu, pemerintah Cina bersama dengan para peneliti mengumumkan telah menguji klorokuin fosfat pada 100 pasien di 10 rumah sakit di Wuhan, Cina.
Hasilnya menunjukkan bahwa klorokuin fosfat efektif untuk menghambat terjadinya komplikasi pneumonia pada pasien COVID-19.
Selain itu hasil rontgen paru-paru pasien meningkat jadi lebih baik, menghambat penyebaran virus dan memulihkan pasien lebih cepat.
Kontroversi chloroquine sebagai obat COVID-19
Organisasi kesehatan dunia, WHO, 20 Maret 2020 lalu mengumumkan program uji coba bernama “Solidarity” terkait obat yang dapat mengatasi COVID-19.
Klorokuin terdapat pada daftar yang diujicobakan pada program tersebut. Awalnya panitia ragu untuk memasukkan obat ini ke dalam program uji coba tersebut, karena datanya dianggap belum cukup banyak.
Mereka beranggapan bahwa mekanisme pada COVID-19 bisa saja berbeda dari coronavirus lainnya. Pasalnya, klorokuin telah banyak diuji coba pada hewan tetapi tidak pernah berhasil pada manusia.
Dosis yang dibutuhkan untuk memberikan khasiat terapi pada manusia terlalu tinggi hingga dikhawatirkan efek samping yang ditimbulkan pun lebih parah daripada khasiatnya.
Namun penelitian yang dilakukan di Wuhan sebelumnya membuat para ilmuwan WHO itu kemudian mempertimbangkannya dan akhirnya memasukkan klorokuin ke dalam daftar obat yang akan diujikan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.