Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Efek Samping Antibiotik pada Sistem Kekebalan Tubuh

Kompas.com - 29/03/2020, 22:37 WIB
Gading Perkasa,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Antibiotik adalah kelompok obat yang berfungsi mengobati infeksi bakteri, termasuk radang tenggorokan, infeksi saluran kemih, serta jenis pneumonia tertentu.

Namun, antibiotik tidak dapat mengobati infeksi virus, seperti pilek atau influenza.

Jadi, jika tenggorokan kita sakit karena pilek yang disebabkan oleh virus --bukan radang tenggorokan yang dipicu bakteri-- mengonsumsi antibiotik bukanlah pengobatan yang efektif.

Baca juga: Viral soal Antibiotik Dijadikan Obat Jerawat, Ini Kata Dokter

Beberapa penelitian telah menemukan, antibiotik juga dapat melemahkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi, entah itu bakteri atau bukan.

Antibiotik berdampak buruk pada sistem kekebalan tubuh

Sistem kekebalan adalah pertahanan tubuh kita terhadap bakteri invasif, virus, dan patogen berbahaya lainnya.

Tindakan ini terjadi saat sel darah putih (leukosit) melawan infeksi, sel B membuat antibodi untuk melawan bakteri, dan sel T menghancurkan sel yang terinfeksi.

"Terkadang, sistem kekebalan tubuh tidak dapat melawan infeksi bakteri sendirian, yang mana ketika itulah antibiotik membantu," kata Kathleen Dass, MD, ahli imunologi dan alergi di Michigan.

Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, atau mencegahnya berkembang biak, kata Dass menjelaskan.

Pada sebagian besar kasus, antibiotik sangat efektif.

"Di tahun 1900, tiga penyebab utama kematian adalah karena penyakit menular. Itu tidak lagi terjadi hari ini, dan itu karena kebersihan yang lebih baik, sanitasi, vaksin, dan antibiotik."

Baca juga: Keberadaan Kuman Resisten Antibiotik Semakin Mengkhawatirkan

Demikian kata Alex Berezow, PhD, ahli mikrobiologi di American Council on Science and Health.

Namun, obat ini bukan tanpa efek samping. Konsumsi antibiotik dapat menghancurkan bakteri normal dan sehat di usus kita.

"Ini dapat memengaruhi fungsi sistem pencernaan, metabolisme, dan bagian-bagian sistem kekebalan yang ada di saluran pencernaan," kata Berezow.

Dalam satu studi berbasis laboratorium pada tikus, para peneliti di Case Western Reserve University menemukan, antibiotik dapat menghancurkan bakteri baik yang bekerja pada sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi jamur.

Studi lain yang melibatkan seekor tikus mengungkap, antibiotik membuat sel-sel kekebalan kurang efektif menghancurkan bakteri, serta mengubah sel-sel dengan cara yang menyebabkan mereka "melindungi" patogen.

Pada manusia, Berezow mencatat perubahan flora usus --bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan manusia-- juga dapat membuat kita lebih rentan terhadap infeksi.

Dan bahayanya lagi, perubahan mikroorganisme penting di usus kita akibat antibiotik bisa permanen.

"Flora normal kita mungkin tidak pernah benar-benar kembali normal," kata Berezow.

Baca juga: 5 Bahan Antibiotik Alami yang Bisa Ditemukan di Sekitar Kita

Antibiotik seringkali tidak diperlukan

Secara keseluruhan, penelitian telah menemukan antibiotik terkadang dapat menghambat kerja sistem kekebalan tubuh untuk menyerang infeksi.

"Jika antibiotik tidak diperlukan untuk mengobati infeksi, itu berpotensi membahayakan kita," ujar Dass.

Efek samping seperti diare, mual, infeksi jamur, dan muntah, kata Dass, bisa terjadi.

Ditambah lagi, minum antibiotik saat tubuh tidak memerlukannya akan meningkatkan resistensi antibiotik.

"Ini berarti bakteri lebih sulit untuk diobati karena bakteri sekarang dapat mengatasi efek antibiotik dengan menetralkan antibiotik atau melindungi bakteri itu sendiri," kata Dass.

Pusat Pengendalian dan pencegahan Penyakit menggambarkan pemberian antibiotik sebagai tantangan kesehatan masyarakat terbesar di zaman sekarang.

Baca juga: Bahayanya Minum Obat Kedaluwarsa

Resep antibiotik seringkali berlebihan, di mana sepertiga dari semua resep antibiotik rawat jalan tidak diperlukan.

"Antibiotik sangat sering digunakan secara berlebihan atau disalahgunakan," kata Dass.

Jika kita merasa sakit karena pilek, flu, atau sinusitis virus, minum antibiotik tidak akan membantu gejala atau mencegah penyebaran penyakit.

"Dengan mengonsumsi antibiotik yang tidak perlu, penelitian menunjukkan risiko rawat inap yang lebih lama, peningkatan resistensi bakteri, dan lebih banyak kunjungan ke dokter," kata Dass.

Kapan tubuh kita perlu antibiotik?

Agak sulit mengetahui apakah suatu infeksi disebabkan oleh virus atau bakteri.

Bahkan, beberapa penyakit --seperti infeksi sinus-- dapat disebabkan bakteri atau virus.

Banyak gejala infeksi virus dan bakteri berkembang menjadi penyakit baru. Misalnya, pilek (infeksi virus) dan radang tenggorokan (infeksi bakteri) dapat menyebabkan sakit tenggorokan.

"Jika kita ragu, jadwalkan janji temu dengan dokter. Sebuah pemeriksaan serta beberapa tes membantu menentukan apakah gejalanya disebabkan infeksi virus atau bakteri," kata Dass.

Untuk gejala serius seperti demam tinggi atau sakit sinus yang berlangsung selama seminggu, University of Rochester Medical Center merekomendasikan untuk menghubungi dokter.

Jika dokter meresepkan antibiotik, ikuti anjuran dokter, kata Berezow. Namun, jangan menekan dokter untuk membuat resep antibiotik bila tidak diperlukan.

"Kita harus menggunakannya hanya ketika diketahui bermanfaat, seperti infeksi bakteri. Antibiotik tidak dapat mengobati infeksi virus," kata Berezow.


Baca juga: Demam dan Batuk, Haruskah Langsung Cek Infeksi Corona?


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com