KOMPAS.com – Menghabiskan waktu 24 jam sehari 7 hari seminggu dalam satu rumah bersama dengan orang yang senang menyiksa, baik verbal atau fisik, merupakan kondisi yang harus dihadapi korban kekerasan selama hari-hari ini.
Laporan-laporan tentang kekerasan dalam rumah tangga melonjak secara global setelah karantina yang diberlakukan di berbagai negara. Menurut PBB, wanita di negara miskin dan juga rumah yang kecil cenderung tidak bisa melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya.
Berikut adalah dua cerita wanita korban kekerasan yang saat ini menjalani masa karantina di rumah, seperti dikutip BBC.
Geeta, India
(wawancara dilakukan sehari sebelum pemerintah India menerapkan kebijakan lockdown 21 hari)
Geeta terbangun pada pukul 5 pagi, suaminya Vijay tidur di sebelahnya di lantai. Vijay mengorok keras.
Malam sebelumnya suami Geeta pulang ke rumah dalam kondisi mabuk dan marah. Selama wabah corona, penghasilan suaminya sebagai penarik autowallah (becak) turun drastis. Biasanya Vijay meraih penghasilan sekitar 1.500 rupee (sekitar Rp 300.000) menjadi hanya 700 rupee.
Baca juga: Terapkan Lockdown, Angka Pengangguran di India Bisa Tembus 23,4 Persen
“Sampai kapan lagi situasi akan seperti ini,” teriak Vijay, sambil melempar botol minuman keras ke tembok. Anak Geeta mengkerut ketakutan, bersembunyi di belakang ibunya.
Syukurlah tak berapa lama Vijay berbaring di tempat tidur, tempat seluruh keluarga berbagi kasur untuk tidur setiap malamnya.
“Butuh waktu lama untuk menenangkan anak-anak. Mereka sudah sering melihat ayahnya marah-marah, tetapi beberapa minggu terakhir ini semakin parah. Mereka juga sering melihat ayahnya melempar barang-barang atau menarik rambutku,” kata Geeta.
Geeta sudah sering dipukul suaminya, ia tak lagi bisa menghitungnya, tapi yang pertama kali terjadi pada malam pernikahan mereka. Geeta pernah berusaha melarikan diri, tetapi ia tak diijinkan membawa anak-anak.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.