Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman Merawat Ibu yang Positif Covid-19 di Rumah

Kompas.com - 23/04/2020, 21:09 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com – Apabila kapasitas ruang perawatan tidak mencukupi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pasien Covid-19 dengan gejala ringan dan tidak ada penyakit kronis untuk dikarantina di rumah.

Kendati demikian, merawat pasien positif Covid-19 sendiri di rumah tidak selalu mudah karena keterbatasan alat pelindung diri sehingga risiko penularan pun menjadi besar.

Membekali diri dengan informasi dari dokter dan internet, serta kepatuhan, menjadi kunci keberhasilan mereka yang terpaksa menjadi perawat dadakan.

Hal serupa dilakukan Caecilia Kapojos yang harus merawat ibunya, Jeanne (74) yang terinfeksi corona. Jeanne meminta pulang ke rumah setelah dirawat 3 hari di ruang isolasi di sebuah rumah sakit swasta di Kota Makassar sejak tanggal 23 Maret 2020.

“Selama mama di rumah sakit kami hanya berkomunikasi lewat video call karena saya di Jakarta. Saat itu napas mama sudah ngos-ngosan, suaranya juga pelan,” kata Caecilia.

Baca juga: Mencegah Tertular Corona Ketika Serumah dengan Orang Tanpa Gejala

Caecilia Kapojos (depan) menemani ibunya, Jeanne melakukan tes swab di rumah sakit di Kota Makassar.Dok pribadi Caecilia Kapojos (depan) menemani ibunya, Jeanne melakukan tes swab di rumah sakit di Kota Makassar.
Selama di ruang isolasi, menurut Caecilia ibunya merasa kesepian, tak bersemangat dan mentalnya down. Khawatir kondisi ibunya semakin parah, tanggal 30 Maret ia membeli tiket pesawat untuk pulang ke Makassar.

Karena Jeanne memaksa untuk pulang, dokter akhirnya mengalah dan mengijinkannya untuk dirawat di rumah oleh Caecilia.

Pulang dari rumah sakit, dokter membekalinya dengan obat-obatan, antara lain obat batuk, obat lambung, antimual, obat antibiotik untuk paru, serta klorokuin. Namun, obat klorokuin itu akhirnya dihentikan dokter karena diduga menjadi penyebab jamur pada lidah dan pasien tidak nafsu makan.

Selama di rumah, semua kondisi pasien dipantau dokter melalui aplikasi WhatsApp.

“Saya diminta memantau napas, menghitung napas per menit, dan secara berkala melakukan video kondisi pasien tampak wajah dan dada, lidah dan bibir saat kesulitan makan. Saat pasien berjalan juga harus divideokan,” ujarnya.

Wanita yang bekerja di sebuah perusahaan perhumasan ini mengaku mengalami banyak tantangan selama merawat sang mama.

“Selama 5 hari pertama kondisi mama lumayan parah. Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya lemah, batuk, tidak nafsu makan karena merasa lidah pahit, serta buang dahak terus pakai tisu,” ujarnya.

Baca juga: Gejala Sesak Napas Penderita Asma dan Covid-19, Apa Bedanya?

Sulit menjaga jarak

Caecilia mengatakan, selama menjadi “perawat” ia tidak memakai alat pelindung diri. Namun, ia patuh selalu memakai masker, rutin mencuci tangan, dan sering mengganti baju.

“Takut tertular malah tidak aku pikirin, pasrah saja. Bukannya Covidiot ya, saya tetap patuh untuk menjaga jarak fisik, menjaga kondisi tubuh dengan minum vitamin,” katanya.

Kendati begitu, Caecilia mengakui ketika kondisi ibunya masih lemah, ia sulit menjaga jarak karena untuk banyak hal ia masih harus membantu ibunya.

“Mengantar ke kamar mandi, ganti pampers, tangan juga harus dituntun untuk bolak-balik ke kamar mandi karena diare, bagaimana mau jaga jarak fisik” ujarnya.

Ia bersyukur kondisi sang ibu berangsur-angsur membaik setelah hampir seminggu. Namun, pada awalnya ia sempat merasa takut tidak bisa merawat ibunya dengan baik sampai sembuh.

“Yang paling ditakuti itu kalau gagal memotivasi mama supaya mau makan, minum obat, dan ikut anjuran dokter. Apalagi mama juga masih sering mengeluh karena adik-adik tidak ke rumah dan masih meminta pendeta datang untuk mendoakan,” katanya.

Baca juga: Batasi Penggunaan Facebook di Masa Karantina Bantu Redakan Kecemasan

Sejak awal ia juga menyadari akan "sendirian" selama merawat mamanya. Caecilia meninggalkan suaminya di Jakarta dan tidak boleh berinteraksi dekat dengan orang lain, termasuk adik-adiknya yang tinggal satu kota di Makassar.

Kini setelah 14 hari sejak dari rumah sakit kondisi Jeanne semakin membaik. Gangguan pernapasan sudah hilang, nafsu makan kembali normal dan mulai beraktivitas ringan di rumah.

Dokter juga menyarankan Jeanne untuk rajin berjemur agar dahak di parunya cepat hilang.

Sejak isolasi di rumah, petugas dari Puskesmas sudah melakukan dua kali tes swab pada Jeane dan hasilnya negatif. Secara berkala rumah Caecilia pun disemprot disinfektan oleh petugas.

“Kata suster di rumah sakit, kalau dua kali berturut-turut hasilnya negative maka rumah sakit akan mengeluarkan surat keterangan pasien sembuh Covid-19,” kata Cissy yang juga melakukan rapid test dan hasilnya negatif ini.

Daniel Ngantung dan ibunya DeeceDok pribadi Daniel Ngantung dan ibunya Deece

Yakin sembuh

Daniel Ngantung juga mendadak menjadi perawat untuk ibunya, Deece (61) yang positif Covid-19. Menurutnya, sang ibu tertular virus ini dari nenek Daniel yang sempat sakit dan meninggal dunia sebagai suspect Covid-19.

“Ketika Oma meninggal dokter meminta kami berkoordinasi dengan dinas kesehatan untuk melakukan tes. Sambil menunggu tes, walau kondisi kami semua sehat, tapi tetap harus isolasi mandiri di rumah,” ujarnya.

Dua minggu kemudian Daniel dan keluarga dites dengan rapid test yang hasilnya Decee positif corona, sedangkan ia dan adiknya negatif.

Untuk memastikannya, dokter di Puskesmas lalu menyarankan Daniel untuk membawa ibunya ke Wisma Atlet Kemayoran dan melakukan tes swab di sana.

“Siang itu juga kami mengantar mama dan sudah siap dengan satu tas pakaian. Di mobil rasanya campur aduk, apakah saya masih bisa bertemu mama lagi, karena mengingat belum lama kami baru menguburkan Oma,” ujarnya.

Baca juga: Rapid Test di Wisma Atlet Gratis dan Dapat Sembako

Sesampai di Wisma Atlet, Deece diperiksa dokter. Karena kondisinya sehat, tidak ada demam, batuk, atau keluhan lain, dokter menyarankan agar Decee dirawat di rumah saja selama 14 hari.

Di rumah, Deece menjalani isolasi di kamar terpisah dan dirawat bergantian oleh Daniel dan adiknya.

“Di kamar itu sudah ada kamar mandi sendiri, jadi mama sama sekali tidak keluar kamar. Untuk makanan saya letakkan di depan pintu. Alat-alat makan juga kami pisah,” katanya.

Untuk sampah yang berasal dari kamar ibunya, Daniel menempatkannya di kantong plastik terpisah dan sebelum dibuang ia semprot disinfektan.

Melonggarkan isolasi

Melihat kondisi ibunya yang dari hari ke hari tetap sehat dan tanpa keluhan, Daniel pun mulai melonggarkan isolasinya.

“Mama sudah boleh ke dapur dan ke halaman untuk berjemur setiap pagi,” katanya.

Tantangan terbesarnya selama merawat sang ibu diakui Daniel adalah harus memasak sendiri dan juga memotivasi ibunya agar tidak bosan di kamar.

“Sengaja di kamar mama tidak dipasang TV karena isinya berita Covid-19 semua, takutnya tambah stress. Sebagai gantinya, mama dibekali iPad untuk menonton Youtube sebagai hiburan dan mengalihkan pikiran dari sakitnya,” katanya.

Kini Daniel, ibu dan adiknya sedang menunggu hasil tes swab untuk mengetahui apakah virus corona itu sudah benar-benar pergi.

“Kalau saya sejak awal yakin daya tahan tubuh cukup kuat, jadi saat merawat mama sudah sugesti tak akan ketularan. Karena pengalaman dari merawat Oma yang interaksi cukup dekat dan ternyata hasil tes saya negatif,” ujarnya.

Baca juga: UPDATE 20 April: 6.760 Orang Terinfeksi Covid-19, Pasien Sembuh Jangan Didiskriminasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com