Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/04/2020, 16:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

Sumber BBC

KOMPAS.com – Lebih dari 150.00 orang telah meninggal dunia karena Covid-19, tetapi sampai saat ini belum ada obat yang terbukti manjur untuk mengatasi penyakit infeksi ini. Jadi, seberapa jauhkah kita dari menemukan obat dan vaksinnya?

Para ilmuwan di seluruh dunia telah melakukan penelitian untuk mencari kandidat obat dan sejauh ini telah ada 150 obat berbeda yang diuji. Mayoritas adalah obat-obatan yang sudah ada lalu diuji untuk melihat apakah efektif melawan virus corona baru.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meluncurkan the Solidarity trial yang bertujuan untuk menguji terapi yang paling menjanjikan.

Sementara itu ilmuwan di Inggris melakukan riset yang disebut Recovery Trial dengan melibatkan lebih dari 5.000 pasien. Riset itu disebut-sebut sebagai yang terbesar.

Berbagai penelitian juga sedang berlangsung di seluruh dunia dengan menggunakan sampel darah penyintas Covid-19, termasuk yang dilakukan para ahli di lembaga Eijkma Indonesia.

Baca juga: Hoaks Lagi Obat Herbal Bunuh Corona, Ini Saran Ahli untuk Menyikapinya

Jenis obat apa yang mungkin efektif?

Setidaknya ada tiga pendekatan obat yang sedang dikembangkan:

- Obat antivirus yang secara langsung memengaruhi kemampuan virus corona untuk masuk ke dalam tubuh.
- Obat yang bisa menenangkan sistem imun, karena kondisi kritis pada pasien positif corona terjadi saat sistem imun bereaksi berlebihan dan mulai menyebabkan kerusakan sistemik pada tubuh.
- Antibodi, baik yang berasal dari contoh darah pasien yang sembuh atau buatan di laboratorium, yang mampu menyerang virus.

Setelah mengunjungi China, Dr.Bruce Aylward dari WHO mengatakan remdesivir, sebuah obat antivirus, merupakan obat yang sejauh ini paling efektif.

Baca juga: Tom Hanks dan Rita Wilson Donasikan Darah untuk Bantu Temukan Vaksin Covid-19

Obat tersebut awalnya dibuat untuk mengatasi Ebola, tetapi penggunaannya pada penyakit lain ternyata efektif. Sebelumnya remdesivir juga terbukti efektif mengatasi penyakit MERS dalam ujicoba pada hewan.

Sebuah penelitian yang dilakukan tim dari Universitas Chicago menunjukkan hasil serupa. Saat ini remdesivir termasuk salah satu dari empat obat yang diteliti WHO dan juga perusahaan farmasi penemunya, Gilead.

Perawatan di ruang isolasi pasien Covid-19 di RSUD Kota Bogor, Kamis (23/4/2020). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor membatasi layanan kesehatan setelah 51 tenaga medisnya terindikasi reaktif Covid-19. Layanan yang tetap beroperasi adalah unit kegawatdaruratan, cuci darah, kanker, dan layanan penyakit kronis.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Perawatan di ruang isolasi pasien Covid-19 di RSUD Kota Bogor, Kamis (23/4/2020). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor membatasi layanan kesehatan setelah 51 tenaga medisnya terindikasi reaktif Covid-19. Layanan yang tetap beroperasi adalah unit kegawatdaruratan, cuci darah, kanker, dan layanan penyakit kronis.

Potensi Obat HIV dan Antimalaria

Beberapa waktu lalu juga sempat diberitakan bahwa bagian dari obat HIV, lopinavir dan ritonavir, efektif untuk mengatasi virus corona. Penelitian di laboratorium memang menjanjikan, tapi ketika diuji pada manusia ternyata hasilnya mengecewakan.

Kombinasi obat itu tidak berhasil meningkatkan kesembuhan, mengurangi angka kematian atau menurunkan kadar virus pada pasien Covid-19 yang sakit berat.

Kendati begitu, percobaan itu dilakukan pada pasien yang kritis (hampir meninggal) sehingga mungkin sudah terlambat untuk diobati.

Baca juga: Mendadak Populer Disebut Sebagai Obat Corona, Apa Itu Daun Laban?

Sementara itu, obat malaria Klorokuin juga termasuk dalam obat yang diuji oleh WHO. Obat antimalaria lainnya adalah hidroklrokuin, yang juga sudah dipakai untuk mengatasi artritis rheumatoid karena mampu memperbaiki kondisi sistem imun.

Penelitian di lab menunjukkan obat antimalarial ini bisa menghambat virus corona dan menurut beberapa dokter bisa membantu mengobati. Namun begitu, karena bukti penelitiannya masih sedikit WHO belum menyatakan obat ini efektif.

Peluang menggunakan darah penyintas

Orang yang sudah sembuh dari infeksi (penyintas) akan memiliki antibodi dalam darahnya yang bisa menyerang virus.

Untuk mendapatkan antibodi itu dokter akan mengambil plasma darah (bagian darah yang mengandung antibodi) dan memberikannya sebagai obat pada pasien yang sakit.

Sampai ditemukannya obat yang tepat, sementara ini dokter mengobati pasien yang dirawat di rumah sakit sesuai gejala yang dirasakan. Pasien yang mengalami gangguan pernapasan diberikan bantuan oksigen.

Sedangkan pasien dengan gejala ringan cukup dengan melakukan istirahat total di tempat tidur, parasetamol, serta mencukupi kebutuhan cairan tubuh.

Baca juga: Ilmuwan Oxford Resmi Ujikan Vaksin Corona pada Manusia

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com