Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbeda dengan Charles, Mengapa Putri Diana Jadi Sosok "Pemberontak"?

Kompas.com - 04/05/2020, 14:52 WIB
Glori K. Wadrianto

Editor

KOMPAS.com - Putri Diana telah lama dikenal sebagai sosok yang kerap "memberontak" dari aturan-aturan kerajaan.

Padahal, awalnya Diana diyakini bakal menjadi pasangan yang cocok untuk pewaris takhta Kerajaan Inggris, Pangeran Charles.

Sebab, Diana berasal dari keluarga Spencer yang merupakan kelompok aristokrat, dan cocok dengan Pangeran Charles.

Baca juga: Muncul Rekaman Video Putri Diana Saat Melanggar Protokol Kerajaan

Namun, beberapa tahun setelah menikah, Dia mulai kerap menunjukkan pemberontakannya, baik terhadap konvensi kerajaan, maupun harapan yang disematkan ke bahunya.

Di tahun 1995 misalnya, Putri Diana secara mengejutkan berbicara dalam sebuah wawancara tentang "mantra" yang dia kenal untuk hidup di tengah keluarga kerajaan adalah “never complain, never explain”.

Kontan pernyataan itu menggemparkan dunia, terutama lingkungan Kerajaan Inggris di masa itu.

Keputusan Diana untuk berbicara terbuka itu pula yang mendorong Ratu untuk meminta pasangan itu bercerai, setelah tiga tahun berpisah.

Baca juga: Jika Masih Hidup, Putri Diana Berteman dengan Camilla, Ini Alasannya

Dalam biografi "Charles: Pria yang akan menjadi Raja", karya Howard Hodgson tahun 2007, disebutkan, perbedaan utama antara masa kanak-kanak Charles dan Diana yang mungkin menyebabkan kondisi tersebut. 

Diana menjadi lebih berani untuk memberontak, dan melawan konvensi yang dijunjung oleh para anggota keluarga Kerajaan Inggris. 

Meskipun Charles dan Diana sama-sama dikirim ke sekolah berasrama yang tidak mereka sukai sepenuhnya, tanggapan keduanya terhadap lingkungan yang sulit pun menjadi berbeda.

Hodgson menulis dalam buku tersebut, “tidak seperti Pangeran Charles, Diana cepat membombardir orangtuanya dengan surat-surat untuk mengungkapkan kesedihannya berada di sekolah itu."

Baca juga: Pernikahan Charles dan Putri Diana Sudah Bermasalah Sejak Hari Pertama

Diana pun tak segan meminta orangtuanya untuk segera membawanya pergi dari sekolah itu, tanpa perlu menunda-nunda waktu. 

Sikap itulah yang mungkin membuka sedikit penjelasan, mengapa Putri Diana biasa berbicara terbuka, dan lantas mendapat cap sebagai pemberontak atas harapan suami dan juga keluarganya.

"Padahal mungkin, kesengsaraan yang dialami oleh Pangeran Charles ketika berada di Gordonstoun pun sama dengan dia," kata Hodgson.

Dalam buku itu diceritakan tentang bagaimana Charles dikirim ke Gordonstoun, sebuah sekolah asrama di Skotlandia, jauh dari keluarganya.

Sang ayah, Pangeran Philip berharap dia akan tegar menjalani pendidikan di sana, dan tumbuh menjadi lelaki yang lebih tabah.

Charles bukan tak menderita. Buktinya, dia pun sempat menjuluki masa yang dijalaninya itu dengan sebutan "hukuman penjara". Tapi toh dia menjalaninya dari tahun 1962-1967.

Baca juga: Sebuah Surat Putri Diana Dilelang Mulai Rp 145 Juta, Apa Isinya?

Sementara, Diana dikirim ke sekolah bernama Institut Alpin Videmanette di Swiss setelah dua kali gagal pada O-level  -tingkat dasar.

Di sana, Diana harus mengikuti pelajaran dalam bahasa Perancis, meskipun ketika tiba di sana, pemahamannya tentang bahasa tersebut masih amat buruk.

Diana kemudian menjadi lebih takut. Disebutkan, dia takut untuk mempermalukan dirinya sendiri.

Seperti yang dijelaskan oleh Hodgson, Diana mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dalam pekerjaan sosial dan juga pergaulan di kelasnya.

Nah, yang berbeda antara Charles dan Diana adalah, ketika keluhan Charles diabaikan, keluhan Diana didengar oleh orangtuanya.

Setelah satu semester usai, Diana dipindahkan ke Frances Shand Kydd di Knightsbridge.

Di sisi lain, Pangeran Charles memang tumbuh menjadi pribadi yang lebih hangat berkat pengalamannya menjalani hidup di sekolah asrama.

Baca juga: Kate Middleton Lepas Cincin Ikonik dari Putri Diana, Ada Apa?

Dalam wawancara pada tahun 1974 dengan Observer, Pangeran Charles mengaku senang bisa menjalani hidup di Gordonstoun.

Charles mengklaim bahwa pemahamannya bukan muncul dari kondisi sekolah, tetapi bagaimana kemandirian seseorang yang bisa membuat masa tersebut bisa dinikmati.

"Mungkin, saya tidak menikmati sekolah sebanyak yang harusnya saya dapat. Itu terjadi -mungkin, karena saya lebih bahagia di rumah daripada di tempat lain," kata Charles.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com