Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/05/2020, 17:23 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masa pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama beberapa waktu terakhir mulai membawa dampak terhadap kesehatan mental bagi sebagian orang.

Ada banyak penyebab. Mulai dari ketidakpastian situasi, masalah ekonomi, gaji yang dipangkas, atau bahkan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Juga ada  masalah komunikasi dengan keluarga dan kerabat, hingga stres karena memikirkan cara untuk terhindar dari virus corona itu sendiri.

Baca juga: Nonton Film Sebagai Pelarian Stres Selama Pandemi

Namun, pertama, pahamilah bahwa perasaan takut, cemas atau stres di masa pandemi ini adalah hal yang wajar terjadi.

Psikolog dan Praktisi Theraplay, Astrid WEN, M. Psi menjelaskan, rasa takut merupakan emosi dasar yang sudah dimiliki manusia sejak lahir.

Takut, khawatir atau stres terhadap virus corona adalah hal yang wajar dan bukan halusinasi karena ancaman virus tersebut nyata.

Apalagi, jumlah pasien dan korban meninggal juga terus bertambah setiap harinya, tak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara di dunia.

"Jadi, ada rasa takut nyata yang terjadi di diri kita, dan itu sesuatu yang wajar sekali," kata Astrid dalam acara Live Instagram bersama Kompas.com, Selasa (5/5/2020).

Cemas atau stres berlebih bisa membawa sejumlah dampak kesehatan termasuk menurunkan daya tahan tubuh.

Baca juga: Cegah Stres akibat Undangan Rapat dan Ngobrol di “Zoom”

Namun, ketika merasakan kecemasan dan stres di masa pandemi ini, kapan kita harus mulai mencari bantuan atau berkonsultasi dengan dokter?

Astrid menyebutkan, gejala yang timbul karena cemas atau stres berbeda pada setiap orang.

Beberapa di antaranya adalah dada berdebar, tidak mampu berkonsentrasi saat bekerja atau belajar, dan uring-uringan.

Ada pula yang mengalami diare, terlalu sedikit atau terlalu banyak tidur, hilang nafsu makan atau makan berlebih, dan lainnya.

Perubahan-perubahan tersebut merupakan semacam sinyal dari tubuh bahwa diri kita sedang merasa cemas atau stres.

Baca juga: 5 Tips Bebas Stres Saat WFH Bersama Anak Balita

Skala stres sebetulnya bisa juga dicek oleh kita sendiri. "Kita coba pakai skala 0-10, stres kita ada di angka berapa," kata Astrid.

Jika skala stres masih di bawah lima, dan tidak mengganggu fungsi diri, artinya stres tersebut masih bisa terkelola.

Namun, jika stres sudah di atas lima, apalagi berkisar antara 8-10, artinya sudah sangat mengganggu, dan perlu berkonsultasi dengan dokter.

"Itu terus dipikirkan sampai akhirnya badan kita capek, terus kok kayaknya stresnya enggak turun-turun bahkan naik?"

"Itu harus segera berkonsultasi ke ahli untuk dibantu menurunkan kecemasan kita," papar dia.

Astrid menambahkan, orang-orang yang mengalami kecemasan atau stres sebaiknya tidak sendiri, dan perlu memberanikan diri untuk meminta pertolongan.

"Karena kalau mengandalkan diri sendiri, kita kayak berada di dalam sumur kecemasan, susah keluar sendiri," tutur dia lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com