Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Mengatasi Kelelahan Selama Masa Karantina Saat Pandemi Covid-19

Kompas.com - 06/05/2020, 04:15 WIB
Dian Reinis Kumampung,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber Healthline

KOMPAS.com - Sudah lebih dari dua bulan sejak isolasi diri dan ditutupnya dunia bisnis di sebagian besar dunia karena pandemi covid-19.

Para ahli memperkirakan, setidaknya satu tahun lagi sampai kehidupan sehari-hari kembali normal setelah pandemi virus corona ini .

Untuk itu, sangat penting menemukan cara untuk beradaptasi dengan keadaan saat ini.

Para ahli kini juga menyarankan untuk memeriksa kondisi diri sendiri dan orang lain dari gejala "kelelahan karantina", agar dapat ditangani dengan cara yang sehat.

Baca juga: Pentingnya Mengambil Cuti Kerja di Masa Karantina

"Banyak orang menggambarkan kelelahan pada akhir hari," Mary Fristad, PhD, ABPP, seorang psikolog di The Ohio State University Wexner Medical Center.

“Ini karena banyak alasan. Salah satunya adalah karena kita semua mengalami begitu banyak perubahan dan ketidakpastian dalam hidup kita, "jelas Fristad.

“Banyak orang merasa sangat cemas, terutama jika mereka mengalami kesulitan keuangan,” kata Fristad lagi.

Belum lagi adanya tuntutan ekstra untuk menyelesaikan tugas-tugas sepanjang hari, seperti, bekerja dari rumah, menjadi guru untuk anak-anak, sekaligus juga mengurus rumah.

Baca juga: Mengapa Jadi Sulit Bangun Pagi dan Terasa Lesu Selama Masa Karantina?

Bagaimana orang-orang bertahan?

Melissa Wesner, LCPC, seorang konselor profesional klinis berlisensi dan pendiri LifeSpring Counseling Services, mengatakan bahwa walaupun ada beberapa kesamaan dengan cara orang merespons pandemi, respons individu dapat bervariasi.

“Ada beberapa situasi yang serupa di seluruh dunia dan respons lain bergantung pada pengalaman hidup unik setiap orang,” jelasnya.

“Misalnya, banyak orang yang bekerja dari rumah di depan komputer melaporkan kelelahan dan ketegangan mata. Bahkan, orang-orang yang tidak mau diidentifikasi sebagai ekstrovert melaporkan kehilangan kesempatan untuk secara fisik bersama teman, keluarga, dan rekan kerja,” ujarnya.

Sementara, panggilan telepon dan obrolan video menyediakan saluran sosial yang sangat dibutuhkan, Wesner mengatakan bahwa interaksi yang tampaknya paradoks ini - bersosialisasi sementara menjaga jarak sosial - tidak sepenuhnya mengisi kekosongan bagi banyak orang.

"Saya pernah mendengar beberapa orang mengatakan bahwa mereka mulai berjuang, karena mereka kehilangan interaksi antar manusia, kehadiran fisik, dan pelukan," katanya.

Baca juga: Belanja Online Meningkat hingga Lebih Capai, Ini yang Dirasa Ibu-ibu Saat Karantina

"Orang-orang ini berkomentar, bahwa komunikasi online dengan teman-teman tidak terasa sama,” imbuhnya.

Jessy Warner-Cohen, PhD, MPH, seorang psikolog senior dengan Northwell Health di Lake Success, New York, menambahkan bahwa pandemi menyulitkan orang untuk mencapai tingkat stimulasi optimal mereka.

Warner-Cohen menunjuk pada Hukum Yerkes-Dodson, yang menyatakan bahwa orang membutuhkan tingkat rangsangan tertentu agar menjadi paling efisien.

Motivasi yang rendah sementara stimulasi berlebih dapat menyebabkan kurangnya fokus.

"Ada stimulasi berlebihan dari masuknya informasi yang konstan dan ketidakpastian mengenai apa yang akan datang dari informasi ini, dan ini melelahkan," katanya.

“Ada juga kelelahan terkait dengan kurangnya stimulasi. Tidak memiliki perubahan dalam lingkungan itu sulit. Orang-orang berada dalam kondisi terlalu rendah dan terlalu terstimulasi, dan keduanya dapat menghasilkan dampak negatif pada suasana hati,” ungkapnya.

Baca juga: Berkebun Selama Masa Karantina Bisa Jadi Cara Hilangkan Stres

Halaman:
Sumber Healthline
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com