Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Sering Sedih! Sindrom Patah Hati Bisa Membunuh

Kompas.com - 06/05/2020, 19:39 WIB
Wisnubrata

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Sebagian besar dari kita mungkin pernah mengalami yang namanya patah hati. Mendengar kata “patah hati” saja mungkin bisa terbayang sedihnya ketika harus berpisah dengan mantan. Begitu pedih sehingga dada terasa sesak dan sulit bernapas.

Nah, tahukah kamu, ketika dada terasa sesak dan kesulitan bernapas saat sedang bersedih bisa jadi kamu sedang terserang “sindrom patah hati”? Ya, meski namanya agak aneh, sindrom patah hati itu nyata.

Sindrom patah hati adalah kondisi medis yang benar terjadi. Penderitanya mengalami sesak dada yang intens-persis seperti serangan jantung.

Itu terjadi saat mereka mengalami tekanan emosional yang mendalam seperti, kehilangan orang terkasih, putus cinta, dikhianati pasangan, perceraian, kehilangan pekerjaan atau masalah besar lainnya yang menyebabkan stres berlebihan.

Rasa sakit di dada ini diakibatkan oleh jantung yang tiba-tiba melemah. Dalam istilah kedokteran kondisi ini disebut sebagai stress-induced cardiomyophaty atau takotsubo cardiomyopathy.

Baca juga: 9 Cara Mengatasi Kesedihan Secara Sehat

Gejala sindrom patah hati

Gejala yang paling umum adalah sesak dada. Namun bisa juga diikuti dengan gejala lainnya seperti mual, pusing, tekanan darah rendah, dan detak jantung yang tidak teratur. Efek ini bisa muncul beberapa jam setelah kejadian emosional yang besar.

Karakteristik sindrom patah hati ini persis sekali dengan serangan jantung, sehingga sering disalahartikan. Namun yang membedakan, pada sindrom patah hati, tidak ada aliran darah yang tersumbat. Semua bagian jantung bekerja normal tetapi denyut jantung tidak teratur.

Sampai saat ini pun dokter masih mencari tahu mengapa hal ini bisa terjadi. Tetapi beberapa ahli beranggapan, hormon stres yang dikeluarkan secara berlebihan saat mengalami syok atau patah hati membuat jantung melemah.

Uniknya, meski bisa menyerang siapa saja, sindrom patah hati ini lebih sering terjadi pada perempuan berusia 50 tahun ke atas. Dugaannya, perempuan dengan usia tersebut memiliki level testorteron yang lebih rendah. Tetapi hal ini pun masih asumsi.

Dalam wawancaranya dengan Healthline, Felix Elwert, Ph.D., associate professor of sociology dari University of Wisconsin-Madison, mengatakan bahwa sindrom patah hati merupakan kondisi yang sudah diteliti selama 150 tahun.

Namun tetap saja, masih banyak misteri yang meliputi kondisi ini.

Baca juga: Terungkap, Bagaimana Patah Hati Bisa Membunuhmu...

Sindrom patah hati bisa membuat mati?

Bagi kamu yang pernah mengalaminya, kondisi stress-induced cardiomyophaty terlihat seperti sakit dada biasa, karena hilang dalam waktu yang singkat.

Namun, bila sindrom patah hati ini sering terjadi setiap kali mengalami kejadian menyedihkan maka kesehatan otot jantung bisa terganggu dan menyebabkan penyakit gagal jantung.

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com