Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/05/2020, 00:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

SURVEI yang dilakukan konsultan Etnomark mengenai perilaku masyarakat Indonesia di tengah pandemi Covid-19 ini menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia optimistis melewati pandemi ini.

Survei dilaksanakan selama sepekan pada awal April 2020 dengan jumlah 609 responden dengan metode survei dalam jaringan (daring).

Adapun yang diteliti adalah pengetahuan tentang Covid-19, work from home (WFH), donasi, berbagi pengetahuan, dampak bisnis/personal, berbelanja, karakter psikologis, dan keseharian.

Hasil survei yang paling menarik mengenai perilaku psikologis, yaitu 64 persen responden optimistis di tengah pandemi Covid-19 ini.

Sementara perilaku keseharian 40 persen bisa lebih rileks pada hobi, ibadah, olahraga, dan bermedia sosial.

Secara menyeluruh sebesar 70 persen responden berperilaku sosialisme dan berorientasi pada sesama. Sisanya 27 persen berperilaku positif dan 3 persen cenderung egosentris.

Sudut pandang

Berkaca pada survei tersebut tentang optimisme masyarakat, saya jadi teringat pada buku berjudul Memetik Matahari yang ditulis Agung Adiprasetyo (CEO Kompas Gramedia 2006-2015).

Di dalam buku itu ada cerita begini.

Ada seorang pengusaha yang ingin membeli tanah di Puncak, Jawa Barat. Pengusaha ini kemudian membawa seorang arsitek untuk mendengar pendapatnya.

Arsitek ini kemudian berkata bahwa tanah ini tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Alasannya, tanahnya tidak rata, banyak tanah miring dan curam sehingga pemanfaatan tanah akan sangat minim. Arsitek ini menyarankan tidak usah membeli tanah ini.

Tidak lama kemudian, pengusaha ini membawa arsitek lain sebagai pembanding. Berbeda dengan arsitek sebelumnya, arsitek ini malah mengatakan bahwa ini tanah yang bagus!

Tanah yang berbukit-bukit, kontur tidak rata, banyak tebing dan lereng sehingga kalau dibangun rumah akan mendapat pemandangan yang sangat indah.

Akhirnya pengusaha ini membeli tanah ini. Dua arsitek melihat masalah yang sama, tetapi berbeda sudut pandang. Yang satu pesimistis dan yang satu lagi optimistis.

Kemudian Agung pun bercerita perihal yang lain, fokusnya sama tentang sudut pandang.
Adalah seseorang yang memasuki sebuah ruang besar. Tiba-tiba listrik mati. Ruangan seketika gelap gulita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com