Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/05/2020, 08:57 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada orang dewasa. Anak-anak pun tidak luput dari masalah ini.

Spesialis Kebijakan Sosial Unicef, Angga Dwi Matra mengatakan, secara kesehatan, dampak Covid-19 terhadap anak-anak memang tak besar.

“Tapi anak menanggung dampak lain, yaitu dampak sosial dan ekonomi,” ujar Angga dalam Diskusi Online seri #1 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia-Unicef, Senin (11/5/2020) kemarin.

Baca juga: 5 Cara Menjaga Kesehatan Mental Selama Pandemi Virus Corona

Berdasarkan hasil penelitian Unicef, pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdampak besar pada penghasilan pekerja sektor informal.

Padahal, pekerja ini juga memiliki keluarga. Turunnya penghasilan kepala keluarga memberi pengaruh langsung pada kesejahteraan anak.

"Ada tiga krisis yang terjadi terkait kondisi tersebut. Krisis kemiskinan anak, krisis gizi, dan krisis pembelajaran," tutur Angga.

Angga mengungkap, saat ini hanya 52 juta penduduk di Indonesia yang bisa dianggap memiliki pendapatan yang aman.

Baca juga: Cara Menjaga Kesehatan Anak yang Susah Makan di Tengah Pandemi Corona

Sementara, sebagian besar dari 115 juta penduduk Indonesia yang diklasifikasikan sebagai “calon kelas menengah” termasuk sangat rentan.

PSBB yang sedang diperlakukan, membuat calon kelas menengah kehilangan penghasilan.

Kehilangan pendapatan rumah tangga yang terjadi secara tiba-tiba menimbulkan ketidakstabilan situasi ekonomi keluarga dan dapat berujung pada kemiskinan.

Mengutip proyeksi Bappenas, Angga menuturkan, kemungkinan penduduk Indonesia jatuh miskin naik menjadi 55 persen.

Dari jumlah itu, 27 persen calon kelas menengah diperkirakan mengalami ketidakamanan pendapatan yang menghawatirkan.

Baca juga: Herbal Kita Berkhasiat Lawan Corona, Kenapa Harus Impor dari China?

"Keluarga dan anak-anak yang jatuh miskin dalam waktu singkat akan mengalami dampak berat dalam hal keamanan pangan rumah tangga dan keterbatasan terkait akses, ketersediaan, dan keterjangkauan bahan makanan sehat,” ujar dia.

Survei daring menunjukkan, kebutuhan pangan semakin tidak aman. Sebanyak 36 persen dari responden menyatakan mereka sering kali mengurangi porsi makan karena masalah keuangan.

Kemudian krisis pembelajaran. Saat ini, lebih dari 120 negara memberlakukan pembatasan interaksi sosial melalui penutupan sekolah, termasuk di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com