Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/06/2020, 08:44 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dulu, perempuan kerap dianggap sebelah mata. Mereka diidentikkan dengan urusan domestik rumah tangga, sehingga tak leluasa mengembangkan kehidupan lain di luar keluarga. 

Namun, seiring kemajuan zaman, jumlah perempuan yang eksis di luar ranah domestik kian bertambah.

Bahkan, kini sekitar 90 persen pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Indonesia didominasi perempuan.

Baca juga: Cara Pengusaha Salon Bertahan dari Badai Pandemi

“Fenomena ini istimewa, karena perempuan secara global berkontribusi banyak dalam ekonomi. Para wanita juga merupakan indikator kemajuan ekonomi.”

Hal itu disampaikan dosen Kewirausahaan Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Wawan Dewanto, belum lama ini.

Salah satu bentuk keistimewaan ini ada pada gaya kepemimpinan perempuan yang feminim.

Perempuan umumnya mengutamakan empati dan perasaan kepada manusia yang kini sedang banyak dicanangkan para pebisnis.

Namun bukan berarti, perjalanan mereka mulus.

Dalam buku “Womenpreneur: Ketika Perempuan Menjadi Pengusaha, Wawan dan sejumlah penulis menggambarkan tantangan yang dihadapi para womenpreneur.

Baca juga: Simak, 3 Tips Praktis Memulai Bisnis Fesyen Ala Pengusaha Sukses

“Dari beberapa kisah womenpreneur, keluargalah yang kerap menjadi motivasi bisnis para pengusaha perempuan itu,” ungkap dia.

Ada yang berbisnis karena kondisi kesehatan maupun ekonomi keluarganya, empati terhadap orangtua, demi kehidupan anaknya yang lebih baik, dan lainnya.

Di tengah keinginan untuk memperbaiki kehidupan yang layak, kaum perempuan harus menghadapi penilaian perempuan sebagai sosok yang bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaan rumah tangga.

Akibatnya, waktu yang banyak tersita, membatasi para istri dan ibu mengembangkan diri lebih maksimal untuk menciptakan bisnis yang lebih besar.

Begitupun dalam hal permodalan. Meski laki-laki dan perempuan memiliki akses sama, namun di lapangan mereka ada kalanya mendapatkan perlakuan diskriminatif.

Pemberi pinjaman baik bank ataupun lembaga kredit melihat bisnis-bisnis yang dibangun perempuan tidak memiliki prospek untuk berkembang menjadi bisnis besar.

Baca juga: Mewujudkan Mimpi Jadi Pengusaha Kosmetik Lokal

Banyak stereotype yang menganggap perempuan berbisnis hanya untuk mengisi waktu luang, bukan untuk membangun bisnis secara serius.

Namun, dengan berkembangnya womenpreneur di Indonesia, stereotype ini sedikit terpatahkan. Semakin banyaknya program pembiayaan pemerintah khusus perempuan.

Salah satunya, kredit Melati di Bandung yang memberikan kredit nol persen untuk perempuan.

Kemudian Bank Gakin di Jember yang memberikan kredit dengan bunga lebih rendah untuk perempuan, dan beberapa program pembiayaan lainnya.

“Untuk itulah, buku ini dibuat. Agar perempuan yang akan memulai berbisnis tidak lagi merasa buntu dikala mendapatkan tantangan yang sama pun mengenai keterbatasan,” imbuhnya.

Buku "Womenpreneur: Ketika Perempuan Menjadi Pengusaha" merupakan hasil karya Isnaini Ruhul, Alpinaliah Rachmijati, Rafiati Kania, Prameshwara Anggahegari, Aang Noviyana Umbara, bersama Wawan Dewanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com