Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/06/2020, 15:13 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Harga miring, dengan tampilan mirip barang mahal atau branded, sering kali menjadi faktor penggoda bagi konsumen untuk lantas memburu sebuah barang.

Terlebih lagi, jika ternyata barang yang dibuat mirip atau dijiplak tadi dirasa memiliki kualitas yang tak kalah dengan versi aslinya.

Dengan berbagai motivasi, mulai dari menghemat uang, mendapat impresi yang mewah, hingga untuk memenuhi tuntutan gaya semata, barang tiruan membentuk pasarnya sendiri.

Tak jarang, pasar tersebut berkembang pesat dan menjadi peluang bisnis yang tak kecil bagi para produsennya.

Baca juga: Mengapa Harus Pakai Sepeda Semahal Brompton, Tren atau Kebutuhan?

Dalil itu pula yang sepertinya terjadi bersamaan dengan booming-nya tren sepeda lipat buatan London, Inggris, Brompton, di Indonesia.

Brompton adalah sepada lipat handmade yang pertama kali dirancang oleh Andrew Ritchie pada tahun 1975, dan berkembang hingga hari ini menjadi varian sepeda komuter hi-end.

Pasar sepeda lipat beraneka warna ini pun menjangkau berbagai konsumen di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Sayangnya, karena ketiadaan toko resmi Brompton, biaya pengiriman, serta aturan pajak yang berlaku di Tanah Air, harga sepeda ini menjadi kian mahal.

Untuk versi standar Brompton terbaru dijual di Indonesia dalam rentang harga antara Rp 30 juta hingga Rp 40 jutaan.

Harga itu akan kian membengkak jika sudah dilabeli dengan sebutan "special edition", "limited edition", atau penggunaan part khusus berbahan titanium.

Jadi, tak heran jika dalam kasus Garuda Indonesia beberapa waktu lalu, sepeda Brompton versi Explorer--edisi terbatas--menjadi salah satu barang yang diselundupkan bersama motor Harley-Davidson.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menunjukkan kepada awak media onderdil atau suku cadang motor Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal yang diselundupkan di pesawat baru milik Maskapai Garuda Indonesia berjenis Airbus A330-900 NEO di Jakarta, Kamis (5/11/2019).KOMPAS.COM/MUTIA FAUZIA Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menunjukkan kepada awak media onderdil atau suku cadang motor Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal yang diselundupkan di pesawat baru milik Maskapai Garuda Indonesia berjenis Airbus A330-900 NEO di Jakarta, Kamis (5/11/2019).

Ceruk yang menyangkut keterbatasan akses konsumen dalam menjangkau Brompton ternyata dimanfaatkan oleh sejumlah produsen besar untuk membuat jiplakan sepeda ini.

Element Pikes dan United Trifold adalah dua varian dari pabrikan lokal yang membuat sepeda jiplakan Brompton, sedangkan dari China ada varian 3sixty.

Komunitas sepeda "mirip" Brompton itu pun berkembang pesat. Lucunya, tak jarang sepeda-sepeda jiplakan itu pun tetap saja harus ditebus dengan harga yang relatif tak murah.

Baca juga: Brompton Explore, Sepeda Mahal yang Sandung Dirut Garuda

Baik karena harga jualnya yang memang juga tidak tergolong murah, atau biaya upgrade yang membuat pemakainya harus merogoh kocek lebih dalam agar sepeda itu terlihat seperti Brompton.

"Jujur gue tertarik juga sama bentuk sepeda lipat yang booming karena kasus Garuda, tapi tahu sendiri harga Brompton setelah masuk ke Indonesia 'digoreng gila-gilaan'," kata Bonni Wicaksono, karyawan swasta di Jakarta, beberapa waktu lalu.

"Kebetulan ada Pikes, lokal produk dari Element yang dibikin dengan desain yang sama, dan spesifikasi yang enggak kalah," sambung dia.

Lalu, kata Bonni, di Jabodetabek komunitas epicyclist (Element Pikes) berkembang pesat dengan upgrade dan modifikasi yang tak kalah keren.

Pikes 8 speedREPRO BIDIK LAYAR VIA IG @bonwicks Pikes 8 speed

"Karena itu, gue tertarik buat punya, dan pilihan gue jatuh ke Pikes 8 speed, yang speknya udah lumayan oke dengan harga enggak terlalu mahal, sekitar Rp 7 jutaan," sebut dia.

"Dengan sedikit modifikasi dan upgrade, style kita udah enggak kalah sama yang naik Brompton, tinggal stiker Pikes diganti jadi 'Brompnot'," kata dia sambil tertawa.

Baca juga: Sepeda Lipat Harga di Bawah Rp 6 Juta, Bingung Pilihnya...

Tentu tak hanya Bonni, banyak pula konsumen lain yang rela menyetorkan uang lebih dulu demi mendapatkan sepeda 3sixty dari China dengan cara inden.

Sejumlah toko terkenal di Jakarta dan Tangerang, misalnya, langsung kehabisan stok sesaat setelah mendapat pasokan sepeda 3sixty.

Fenomena itu kerap terpantau dalam keriuhan di media sosial dan komunitas sepeda lipat. Terlihat sekali betapa besar minat publik dengan sepeda jiplakan Brompton tersebut.

Kreuz cuma bikin 10 frame sebulan

Dua pemilik Kreuz, Yudi Yudiantara dan Jujun Junaedi.KOMPAS.com/RENI SUSANTI Dua pemilik Kreuz, Yudi Yudiantara dan Jujun Junaedi.
Nah, di tengah melebarnya pasar sepeda Brompton wannabe di pasar Tanah Air, dua punggawa Kreuz asal Bandung membuat kejutan.

Dua pemilik Kreuz, Yudi Yudiantara (50) dan Jujun Junaedi (37), menceritakan awal mula terciptanya sepeda Kreuz yang mereka buat.

Baca juga: Kreuz, Sepeda Brompton Made in Bandung yang Laris Manis

Yudi mengakui bahwa mereka memproduksi Kreuz dengan menjiplak bentuk asli Brompton.

“Brompton memang (sudah) membebaskan siapa pun meniru produknya," kata Yudi.

“Basic-nya memang Brompton, tapi tekukannya kami buat beda. Kalau Brompton di tengah, kami dari awal. Bentuk kepala juga dibuat berbeda,” klaim dia. 

Kini produk tersebut kian mengundang minat para penggemar sepeda di Indonesia. Bahkan, pesanan sudah datang dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle) on Jun 18, 2020 at 11:36pm PDT

Semua pengerjaan dilakukan handmade dengan melibatkan banyak industri kecil rumahan, mulai dari tukang bubut, tukang cetak plastik, hingga yang lainnya, dengan bahan baku dalam negeri.

Frame set sepeda lipat tiga tersebut dijual seharga Rp 3,5 juta. Bila ingin full bike, minimal akan menghabiskan dana Rp 8 juta.

Untuk mendapatkan sepeda tersebut, calon konsumen tinggal menghubungi Kreuz melalui WhatsApp, kemudian membayar uang muka 50 persen.

Namun, konsumen harus bersabar. Sebab, hingga kini, inden sepeda Kreuz sudah mencapai bulan Februari 2021.

Baca juga: Genjot Sepeda Brompton Jakarta-Solo, Diah Merasa Awet Muda...

"Per bulan kita cuma bikin 10 frame, karena kita ingin tetap menjaga kualitas," ujar Yudi.

"Karena detail per detail frame seli tiga ini, Kreuz emang susah banget," sambung dia.

Tentang produknya ini, Yudi menolak anggapan orang bahwa sepedanya akan mengganggu Brompton.

Sebab, Yudi meyakini bahwa tidak mungkin Kreuz mengalahkan perusahaan sekuat Brompton.

"Pasar yang dibidik pun berbeda. Orang yang memiliki uang tentu akan tetap mengincar Brompton," sebut dia.

Mungkin pertimbangan ini pula yang melatarbelakangi pemikiran produsen dan para penikmat sepeda beragam merek yang menjiplak model Brompton. 

Lagi-lagi, para produsen tentu hanya memperhatikan geliat pasar, lalu memanfaatkannya. Hal itu termasuk saat mereka membuat replika sepeda Brompton, yang ternyata laris manis di pasar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com