Jadi, mungkin kenyataan bahwa harga sepeda bisa sedemikian menggila bisa terasa amat janggal, bahkan gila.
Tetapi di sisi lain, kenyataannya ada, dan bahkan banyak, konsumen yang bersedia membayar harga "tak wajar" tadi, hanya karena perbedaan warna atau iming-iming limited edition dan sebutan rare item.
Psikolog klinis, CEO & Founder Personal Growth, Dra Ratih Ibrahim, MM dimintai pandangannya secara khusus terkait fenomena semacam ini.
"Mau dikaitkan dengan situasi pandemi atau tidak, dorongan untuk latah, ngikut aja, orang ramai-ramai kemudian kita ikut untuk menjadi bagian dari tren, itu sudah something that in us."
"Karena yang kena emosinya," sebut Ratih.
"Kalau dikaitkan dengan pandemi, orang kan bosen banget. Kalau orang Jawa bilangnya 'blenger'," sambung dia.
Tinggal di rumah, terkungkung, meskipun sebetulnya tetap bisa berkeliaran, secara psikologis membuat kesan terkurung. Hal ini yang kadang bisa menimbulkan stres.
"Ketika stres, orang membutuhkan outlet. Outlet tuh macam-macam. Nah, outlet yang paling tersedia atau reliable adalah social media," kata dia.
Baca juga: Explore Edition, Varian Baru Sepeda Brompton untuk Para Petualang...
Padahal, media sosial tak memiliki batas. Segala hal ada di sana. Ada yang masuk di logika dan ada yang tidak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.