Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/06/2020, 14:03 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Belum lagi, pabrikan China pun membuat produk serupa pada varian 3sixty, yang laris manis di pasar Indonesia.

Meski dijual dalam hitungan yang tidak murah, namun sepeda-sepeda tiruan itu dibanderol jauh di bawah harga Brompton.

Simbol keberhasilan

Sebagai penikmat Sepeda, Olan merasa fenomena tersebut sebagai hal yang lumrah.

"Tapi enggak apa-apa juga. Suatu saat para penghuna Kreuz tetap akan pengin 'naik kelas' ke Brompton," cetus Olan. 

"Ini kan prinsipnya Rolex, biar aja orang pake palsu dulu, kalau mereka jadi kaya, pasti akan beli yang asli sebagai simbol keberhasilan," kata Olan.

Pendapat senada dilontarkan pengguna Brompton lainnya, Wisnu Nugroho (44).

"Kreuz cakep kok, kalo gue belom punya Brompton, gue inden. Local pride," cetus karyawan swasta yang berkantor di Palmerah Selatan, Jakarta ini.

Tentang kesan tiruan yang muncul dari sepeda-sepeda semacam itu, Wisnu berpendapat, pada dasarnya tak ada satu pun ide yang benar-benar baru di dunia ini.

"Nothing new under the sun," cetus dia.

Baca juga: Brompton Explore, Sepeda Mahal yang Sandung Dirut Garuda

Menurut Wisnu, yang perlu dilakukan adalah prinsip "ATM" -seperti yang juga diakui oleh Yudi,  amati, tiru, modifikasi.

Persoalan gaya -yang pada gilirannya berhubungan dengan harga, kebanggaan, simbol keberhasilan- memang tak akan pernah ada habisnya. Termasuk dalam urusan sepeda.

Padahal, sepeda yang bagus sebenarnya -mungkin, tak melulu berkaitan dengan soal harga.

Tengoklah apa yang dikatakan Heru Margianto (45), seorang penikmat sepeda asal Bekasi.

Menurut dia, sepeda yang bagus adalah sepeda yang dipakai setiap hari, atau konsisten.

Dengan kayakinan itu pula, Heru yang semula bertubuh tambun, selama masa karantina pandemi Covid-19, mampu menurunkan berat badan hingga delapan kilogram.

"Gue bisa nurunin berat badan dengan cara yang sehat, bersepeda kira-kira 40 kilometer, dua jam. Keluar jam enam, balik jam delapan-lah," kata dia.

Dengan pengalaman itu, Heru merasa, sepeda MTB lokal yang dipakainya dengan konsisten ini sudah cukup disebut sebagai sepeda yang bagus.

"Sepeda gue jauh lebih bagus, dibanding sepeda-sepeda mahal yang teronggok di sudut rumah dan menjadi 'berhala'," ucap Heru.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle) on Jun 18, 2020 at 11:36pm PDT

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com