Hal ini pernah terjadi di pertengahan tahun 2019 lalu. Saat ini, pasokan Brompton kosong dan peminatnya banyak.
"Tapi, setelah ada pasokan, sekitar satu bulanan, harga kembali normal," sebutnya.
Namun, kondisi krisis akibat pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, menjadikan kondisi sulit diprediksi.
"Kondisi pandemi sekarang, pengiriman barang tidak senormal biasanya. Terutama barang dari Inggris," ucap Reza.
"Tahun lalu, dalam sebulan, bisa dua kali pengiriman barang. Tapi sekarang pengiriman terlambat. Saya terakhir dapat barang bulan Maret-April," kata dia.
"Sekarang pun gak ada barang yang bisa saya jual," sambungnya.
Reza mengaku bisa saja mengikuti tren untuk menjual dengan harga mahal saat memiliki barang, tapi dia tak sampai hati.
Baca juga: Kreuz, Sepeda Brompton Made in Bandung yang Laris Manis
"Kalau pedagang asli seperti saya enggak tega, kasihan orang yang pengen," sebut dia.
"Kalau pedagang asli, kami biasanya menaikkan harga 10-15 persen, enggak mungkin kami jual dua kali lipat," sambung Reza.
"Kan kasihan beli Brompton mahal banget, terus 1-2 bulan harganya normal lagi."
Reza mengaku pernah menjual Brompton dengan harga paling mahal Rp 45 juta. "Itu pun karena sepedanya udah saya upgrade," sebut dia.
Reza mengaku masuk ke bisnis Brompton bukan semata-mata ingin berjualan sepeda, tapi ingin membangun relasi.
"Karena yang beli Brompton berasal dari kelas menengah ke atas dan berbagai kalangan. Jadi lewat Brompton saya banyak relasi, ilmu dari berbagai customer, dan lain-lain," kata dia.
Reza mengaku awalnya Brompton menjadi semacam "goal" bagi dia yang menggemari sepeda lipat.
"Cita-citanya pun punya Brompton, baru bisa dapat tahun 2016," kata dia lagi.
Baca juga: Mengapa Harus Pakai Sepeda Semahal Brompton, Tren atau Kebutuhan?