KOMPAS.com - Berbelanja bagi sebagian orang memang memberikan efek kebahagiaan. Hal ini juga telah diteliti dalam berbagai penelitian.
Salah satunya adalah studi yang diterbitkan oleh Journal of Consumer Research pada Juni 2013. Disebutkan, ketika berbicara mengenai aktivitas berbelanja (shopping), menginginkan suatu barang membuat orang lebih bahagia daripada memilikinya.
Dilansir CNN, para peneliti menganalisa status emosional konsumen sebelum dan sesudah membuat keputusan pembelian.
Kebanyakan orang, terutama yang dirinya teridentifikasi sebagai meterialis, memandang sebuah pembelian yang akan dilakukan masa depan sebagai sesuatu yang kuat dan memiliki emosi positif.
Mereka merasakan kebahagiaan, ketertarikan, optimisme, dan kedamaian ketika memikirkan pembelian mereka di masa depan atau setidaknya ketika merencanakan pembelian.
Ini juga diyakini meningkatkan kualitas hubungan, kepercayaan diri, hingga memberikan kepuasan lebih.
Baca juga: Mengendalikan Hasrat Belanja Online Selama Karantina
Namun bagaimana jika pembelian tersebut didasari atas perilaku yang impulsif?
Psikolog klinis, Dra Ratih Ibrahim, MM menjelaskan, berbelanja impulsif seringkali dilakukan tanpa didasari logika berpikir, melainkan hanya mengikuti dorongan hati.
Berbelanja barang yang diinginkan atau dibutuhkan mungkin bukanlah masalah. Sebab bagi sebagian orang, berbelanja juga bisa menjadi pelepas stres.
Tapi, perilaku tersebut bisa menjadi sebuah gangguan kejiwaan jika dibiarkan berlarut.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.