Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Sepeda di Indonesia, Sudah Ada Sejak Zaman Penjajahan

Kompas.com - 30/06/2020, 18:54 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan ini terdengar kabar terkait pemberlakukan pajak yang akan dibebankan kepada para pemilik sepeda di Indonesia.

Hal itu tentu mengejutkan para pengguna sepeda, khususnya mereka yang baru saja membeli sepeda untuk kebutuhan olahraga di tengah pandemi.

Namun, tidak banyak orang yang mengetahui bahwa pajak sepeda sudah ada sejak zaman dulu, tepatnya di era kolonial.

Sejarah pajak sepeda

Sejak tahun 1930-an, pemerintah kolonial sudah menerapkan pajak kepada tiap pemilik sepeda, dengan peneng dipasang di bagian depan sepeda.

Peneng, atau juga dikenal dengan nama plombir, adalah materai yang berasal dari timah, kertas, bahan plastik, dan bahan lain yang merupakan tanda bahwa kita telah membayar pajak kendaraan.

Plombir dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk menarik pajak dari kendaraan seperti sepeda, becak, dan andong.

Besarnya pajak sepeda berbeda-beda di setiap wilayah, dan pemerintah kolonial memungut pajak ini untuk merawat jalan raya.

Setelah itu, pemerintah pendudukan Jepang tetap mempertahankan penerapan pajak demi membiayai perang.

Pengumuman terhadap besaran dan batas waktu pembayaran pajak sepeda muncul di surat kabar, dan cara ini bertahan hingga Indonesia merdeka.

Hanya saja, tujuan penggunaan pajak kembali seperti semula, yaitu untuk merawat jalan.

Meski pengguna sepeda tidak memerlukan surat izin mengemudi, mereka wajib mengikuti aturan bersepeda, serta pembayaran pajak.

Mereka yang melanggar aturan bersepeda akan diganjar hukuman dari pemerintah, berupa penjara, denda, dan penghentian operasional sepeda untuk sementara waktu.

"Semua sepeda yang tidak memakai peneng tahun 1950 di jalanan umum akan ditahan," ucap R. Soewirjo, mantan Walikota Jakarta seperti dikutip dalam Java Bode.

Penerapan pajak sepeda mulai longgar seiring berkurangnya jumlah sepeda di kota-kota besar di Indonesia pada 1970-an.

Secara resmi, pajak sepeda tidak lagi berlaku usai diterbitkannya UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Negara yang berikan insentif bagi pesepeda

Ilustrasi bersepeda di Denmark.Denmark.dk Ilustrasi bersepeda di Denmark.
Di tengah pemberitahuan Kementrian Perhubungan (Kemenhub) terkait regulasi untuk mengatur keamanan pesepeda yang sedang disusun pemerintah, sejumlah negara di dunia justru memberi insentif bagi pengendara sepeda.

Seperti dikutip laman discerningcyclist.com, pada akhir 2018 lalu pemerintah Belanda telah mengumumkan akan menyediakan dana 390 juta Euro (sekitar Rp 6,2 triliun) untuk infrastruktur sepeda.

Pemerintah Belanda berupaya mendorong 200.000 orang lebih untuk bersepeda menuju dan dari tempat kerja pada tahun 2021.

Lima belas rute ditetapkan sebagai "jalan khusus pengendara sepeda" untuk memberikan ketentuan lebih baik bagi mereka yang ingin mengendarai sepeda.

Sebanyak 25.000 tempat parkir sepeda akan dibuat, dan lebih dari 60 fasilitas penyimpanan sepeda akan ditingkatkan.

"Bersepeda baik untuk mengurangi kemacetan, kualitas udara di kota, dan baik bagi kesehatan masyarakat," kata Stientje van Veldhoven, sekretaris negara Belanda untuk infrastruktur kepada HuffPost.

"Dan itu bisa menghemat uang. Jadi ada keuntungan besar untuk dompet kita."

Sejak tahun 2006, beberapa bisnis telah memberi penghargaan kepada pengendara sepeda dengan kredit pajak 0,19 Euro (sekitar Rp 3.000) per kilometer. Jarak rute bersepeda disetujui oleh perusahaan dan karyawan.

Artinya, jika kita bersepeda 10 kilometer setiap hari selama lima hari dalam seminggu di Belanda, kita bisa memperoleh sekitar 450 Euro atau sekitar Rp 7,2 juta per tahun.

Namun, hanya 25 persen orang di negara itu yang menggunakan sepeda untuk pergi bekerja dan pulang ke rumah, sedangkan 37 persen orang memilih bersepeda santai.

Belanda bukan satu-satunya negara yang memberikan insentif bagi pengguna sepeda.

Pada Januari 2019, Pemerintah Kota Bari di Italia mengumumkan akan memberi insentif kepada pengendara sepeda sebesar 0,21 Euro (setara Rp 3.300) per kilometer, meski dana dari pemerintah dibatasi 25 Euro sebulan.

Sementara itu, pada November 2015, Dewan Kota Massarosa telah mengenalkan skema percontohan yang membayar pengendara sepeda 0,25 Euro per kilometer, dengan batas bulanan 50 Euro.

Di Prancis, pesepeda dapat mengklaim 0,25 Euro per kilometer, hingga batas tahunan di atas 200 Euro.

Namun, inisiatif itu tidak sepenuhnya mendapat tanggapan positif dari masyarakat Prancis. Periode percobaan enam bulan di negara tersebut hanya menambah jumlah pengendara sepeda reguler dari 200 orang menjadi 419 orang di akhir periode.

Belgia jauh lebih sukses dengan skema insentif keuangan terlama bagi pengendara sepeda, yang pertama kali dikenalkan pada tahun 1999.

Negara itu menawarkan insentif sebesar 0,24 Euro per kilometer dan telah meningkatkan jumlah pengendara sepeda di seluruh negeri dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut European Cyclists Federation, jumlah orang yang bersepeda untuk pergi bekerja dan menerima insentif melonjak hingga 30 persen antara tahun 2011-2015.

Dan terakhir, pada awal 2018, biro iklan Make Collective yang berbasis di Christchurch, Selandia Baru menawarkan 5 dollar AS per hari kepada karyawannya yang bersepeda ke kantor.

Jika karyawan mempertahankan kebiasaan itu selama lebih dari enam bulan, hadiah mereka meningkat dua kali lipat menjadi 10 dollar AS per hari, dibayarkan sebagai bonus akhir tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com