Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stop Street Harassment, hampir 99 persen responden wanita pernah merasakan pelecehan di jalanan, termasuk catcalling.
Pelecehan seksual ini bukan hanya ketika wanita dihujani kata-kata bernada seksis seperti “kamu cantik” atau “kamu seksi”, namun juga beberapa bentuk lainnya, seperti:
Tidak sedikit wanita yang marah ketika menjadi korban catcalling. Namun, banyak juga pria pelaku catcalling yang berdalih bahwa tindakan mereka itu lucu, menggemaskan, dan bertujuan untuk memuji penampilan fisik si wanita.
Padahal, catcalling justru merupakan perbuatan tidak terpuji, menjijikan, dan menghina wanita. Catcalling menjadikan wanita sebagai objek seksual dan terlihat tidak lebih dari seonggok daging yang sedang berjalan tanpa memandang kesetaraan gender.
Baca juga: Banyak yang Belum Tahu, Apa Saja yang Termasuk Pelecehan Seksual?
Fenomena catcalling juga sering dihubungkan dengan gaya berpakaian si wanita yang terbilang terbuka sehingga menantang laki-laki untuk mengomentarinya.
Padahal, ada jurnal yang menyebut negara-negara dengan wanita berpakaian tertutup (bahkan menggunakan cadar), seperti Mesir dan Lebanon, juga tidak terhindar dari catcalling.
Dengan kata lain, hubungan antara catcalling dengan stereotype cara berpakaian wanita hanya mengada-ada untuk dijadikan pembenaran otak kotor dalam diri pelaku catcalling tersebut.
Apa pun bentuknya, catcalling dan bentuk pelecehan yang lain harus dihentikan karena dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan mental para wanita yang mengalaminya.
Baca juga: Kebanyakan Korban Pelecehan Seksual Tidak Berbusana Seksi
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan