Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Windasari
Sociopreneur

Sociopreneur | Founder Senior Madani Indonesia Foundation - Forum untuk Lansia di Yogyakarta | Bergerak di Bidang Edukasi Kesehatan/Fisik, Spiritual, dan Sosial

Tahukah Kita, Orangtua Kita Berubah...

Kompas.com - 07/07/2020, 10:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Novita Windasari*

“Anak saya sudah menikah dan tinggal di luar kota, saya hanya berdua dengan istri/suami saya di sini. Mereka sudah punya keluarga yang mapan di sana”.

KIRA-KIRA begitulah kalimat yang sering kita dengar dari sepasang orangtua yang sudah berada pada fase “tua” atau kita lebih kenal dengan sebutan lanjut usia (lansia).

Mereka dengan bahagia dan bangga bercerita tentang anak mereka yang sudah berhasil dan mempunyai kehidupan sendiri.

Bahkan, tak jarang orangtua banyak bercerita walau kita tidak bertanya banyak hal kepada mereka. Bagi mereka, itu adalah bentuk keberhasilan mereka mendidik anak, yaitu menjadi anak yang mandiri dan sukses.

Orang yang mendengar cerita kesuksesan itu pun akan ikut merasa senang dan bahagia, apalagi melihat ekspresi orangtua itu pada saat bercerita tentang anaknya. Tapi, yakinkah kita bahwa kesenangan itu adalah kesenangan yang utuh?

Baca juga: 29 Mei, Hari Lanjut Usia Nasional

Apakah mereka tidak kesepian, ya? apakah kesenangan itu bisa menutupi kesepian mereka? Apakah kesenangan itu bisa menghibur kesepian mereka?

Tidak dapat dipungkiri, fase dan gaya kehidupan mengalami perubahan seiring dengan perubahan kebutuhan dan fokus dalam kehidupan itu sendiri.

Seperti sudah menjadi hukum alam lingkaran kehidupan, Ibu kita mengandung selama sembilan bulan, menyusui selama sampai dengan dua tahun, membesarkan, memberikan pendidikan yang terbaik mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai Perguruan Tinggi sehingga kita mempunyai modal ilmu untuk melamar pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan impian kita.

Lalu selanjutnya? Selanjutnya kita membina rumah tangga lalu sibuk dengan pekerjaan dan kehidupan keluarga kecil kita sendiri.

Apalagi kalau kita tinggal terpisah dengan orangtua, jangankan untuk berkunjung dan memenuhi kebutuhan mereka, untuk mengingatnya pun kita masih sering luput.

Sangat umum rasanya kita mendengar bahwa membesarkan dan mendidik anak itu adalah tugas orangtua… ya betul sekali.

Itu memang tugas mereka sebagai orangtua, untuk merawat, membesarkan sampai bisa hidup mandiri dan mereka tidak menuntut balas atas pengorbanan mereka kepada kita.

Lalu, apa karena itu kewajiban mereka kepada kita, lantas kita tidak punya tugas kepada mereka? Apakah kita sebagai anak tidak ada tugas?

Tahukah kita bahwa mereka berubah?

Salah satu tugas kita adalah memahami perubahan mereka. Tentunya yang paling terlihat adalah perubahan fisik mereka.

Kulit yang tadinya kencang, akan terlihat kendor dan mengerut, badan yang tadinya tegap, lurus, pelan-pelan tampak membungkuk, kesehatan yang tadinya prima, lama-lama mengalami rasa sakit yang tidak biasa.

Baca juga: Menteri PPPA: Perlu Perhatian Khusus Jaga Lansia Sehat Saat New Normal

Tadinya bisa berjalan jauh dan cepat, sekarang menjadi terengah-engah dan sangat lambat....bahkan mungkin kita sering bersuara sedikit kencang karena lambatnya mereka berjalan.

Lalu perubahan apa yang tak terlihat dan sering luput dari kita? yaitu perubahan psikologis. Perubahan yang sering membuat hubungan kita dengan orangtua menjadi tidak terlalu baik atau garing.

Pernah merasakan enggan berdiskusi dengan orangtua karena merasa mereka cepat sekali marah? Cepat sekali tersinggung? Mereka berbicara tanpa arah yang isinya seperti memojokkan kita?

Atau terkait hal sepele yang mungkin buat kita jengkel, kesal, dan mengembuskan nafas panjang…huufttt…. Apa itu? Bertanya suatu hal berulang-ulang kali…..atau terlihat tidak percaya dengan apa yang kita katakan?

Tahukah kita bahwa itu bisa dikatakan “curhat”-nya mereka? Bentuk alami berubahnya mereka, layaknya kita sewaktu kecil yang menangis kencang, merengek meminta sesuatu dan tidak dipenuhi oleh orangtua kita karena mereka tahu itu akan menimbulkan sesuatu yang buruk kepada kita.

Terkadang mereka juga bingung dengan perubahan mereka sendiri. Mungkin mereka tidak ingin seperti itu. Cuma itu rasanya seperti di luar kontrol mereka.

Menurut UU No 13 Tahun 1998 , lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Mereka yang sudah menginjak masa lansia secara alami akan mengalami perubahan psikologis.

Perubahan itu antara lain rasa cemas dan ketakutan, kesepian, mudah tersinggung, egois, hilangnya kepercayaan diri, dan bermimpi masa lampau (Partini, 2011).

Perubahan yang tak terlihat kasat mata ini akan memberikan tekanan tersendiri bagi kita dan orangtua apabila tidak dikelola dan dipahami bersama dengan baik.

Belum lagi bagi orangtua yang sebelumnya bekerja, menjadi pegawai atau pimpinan salah satu instansi pemerintah maupun swasta dan menginjak masa pensiun, kemungkinan mengalami yang kita kenal dengan post power syndrome sangatlah besar.

Apakah kita pernah merasakan hal di atas? Apa yang kita lakukan? Apa kita pernah berpikir ada yang salah dengan orangtua kita?

Atau kita yang justru salah? Rasanya bingung sekali, kan, mungkin kita sudah merasa baik kepada mereka, tetapi mereka tampaknya belum puas dan terkesan semua yang kita lakukan menjadi salah atau ada saja kurangnya di mata mereka.

Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan? Cari tahu dulu tentang mereka, bagaimana caranya? Bisa dengan baca buku, bersahabat dengan mesin pencari informasi yang sekarang aksesnya sangat mudah.

Kita bisa memperlajari tentang ilmu Gerontologi, ilmu yang membahas tentang lanjut usia. Pengertian ilmu Gerontologi itu tampaknya sederhana, tetapi dalam ilmu tersebut banyak aspek yang dipelajari dan dibahas terkait dengan lansia.

Setelah kita tahu tentang lansia, selanjutnya kita mencoba dan berusaha untuk memahami mereka. Kalau kita saja “tidak kenal” mereka lebih dalam, akan sulit kita untuk memahami kondisi mereka.

Selanjutnya, penuhi apa yang bisa kita penuhi walau mungkin terkesan "tidak penting” dan bijaklah untuk bersikap kepada mereka karena jika kita beruntung, kita bisa hidup sampai titik mereka dan mungkin saja kita akan lebih "menyebalkan" daripada mereka.

Menjadi lanjut usia adalah sebuah anugerah karena tidak semua kita akan mengalami masa tersebut.

Tidak ada yang menjamin umur kita bisa menginjak umur yang disebut lanjut usia. Bagimana apabila kita menerima anugerah tersebut?

Apakah kita siap untuk tidak dipahami? Maka bersyukurlah dengan memahami mereka, karena bakti kita ada di mereka dan kelak kita akan menerima buah manis atas perlakukan baik kita kepada mereka. (Novita Windasari | Founder Senior Madani Indonesia Foundation (Forum Kegiatan Lansia Yogyakarta))

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com