KOMPAS.com - Umumnya, perokok lebih rentan terinfeksi penyakit kanker paru-paru.
Melansir laman cancer.org, sekitar 80 persen kematian akibat kanker paru-paru di dunia dipicu oleh kebiasaan merokok.
Namun, jika kita menganggap diri kita aman dari kanker paru-paru karena tidak merokok, belum tentu. Meski tidak pernah merokok, risiko terkena kanker paru-paru masih ada.
Baca juga: Bukan Perokok, Mungkinkah Terserang Kanker Paru?
Kita bisa mengidap kanker paru-paru dari menghirup asap rokok orang lain (perokok pasif), terpapar asbes, atau memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tersebut.
Banyak orang menganggap kanker paru-paru selalu merupakan hasil dari kebiasaan merokok dan tidak melihat pasien kanker paru-paru dengan pandangan yang sama seperti pasien kanker payudara.
Namun, sebagian besar orang yang meninggal karena kanker paru-paru, berhenti merokok jauh sebelum mereka didiagnosis kanker paru-paru.
"Ada stigma besar yang terkait kanker paru-paru, karena mayoritas orang yang meninggal dunia adalah perokok atau mantan perokok," kata ahli kanker Nathan Pennell, MD, PhD.
"Faktanya adalah siapa pun yang memiliki paru-paru dapat terkena karsinogen dan mengembangkan kanker paru-paru, maka ini adalah penyakit yang harus jadi perhatian semua orang."
Baca juga: Tak Bergejala, Kanker Paru Baru Ditemukan di Stadium Lanjut
Salah satu pertanyaan pertama yang kerap muncul di saat seseorang mengetahui orang lain menderita kanker paru-paru adalah, "apakah dia perokok?"
"Asap tembakau adalah salah satu zat paling adiktif yang dikenal manusia. Kecanduan adalah penyakit," kata Dr. Pennell.
"Banyak orang yang merokok menjadi kecanduan saat remaja. Apakah kita seorang perokok atau bukan, tidak ada yang pantas mati karena kanker paru-paru."
Kanker paling mematikan yang sulit ditemukan obatnya
Kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian akibat kanker di antara pria dan wanita di AS.
Sayangnya, karena stigma rokok yang terkait kanker paru-paru, sulit bagi para peneliti mendapatkan dana untuk menemukan obatnya.
"Pendanaan publik banyak terkait politik dan opini publik tidak mendukung kanker paru-paru seperti halnya kanker payudara atau kanker prostat," kata Dr. Pennell.
"Jenis kanker itu juga memiliki lebih banyak penyintas yang dapat memengaruhi pendanaan."
Sebuah penelitian di Northwestern University menemukan, kanker umum yang kurang mendapat dana seperti kanker paru-paru dapat berdampak negatif pada penelitian, pengembangan obat, dan jumlah persetujuan obat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA).
"Tidak ada jumlah penderita kanker paru-paru yang memadai untuk menuntut perubahan," kata Dr. Pennell.
"Mereka yang selamat sering menyalahkan diri mereka, sehingga persentasenya lebih kecil dari korban yang bersedia menceritakan kisah mereka."
Baca juga: Fakta yang Perlu Anda Tahu Seputar Rokok dan Kanker Paru
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.