Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Merokok Tetap Berisiko Terkena Kanker Paru, Kok Bisa?

Kompas.com - 10/07/2020, 21:21 WIB
Gading Perkasa,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Umumnya, perokok lebih rentan terinfeksi penyakit kanker paru-paru.

Melansir laman cancer.org, sekitar 80 persen kematian akibat kanker paru-paru di dunia dipicu oleh kebiasaan merokok.

Namun, jika kita menganggap diri kita aman dari kanker paru-paru karena tidak merokok, belum tentu. Meski tidak pernah merokok, risiko terkena kanker paru-paru masih ada.

Baca juga: Bukan Perokok, Mungkinkah Terserang Kanker Paru?

Kita bisa mengidap kanker paru-paru dari menghirup asap rokok orang lain (perokok pasif), terpapar asbes, atau memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tersebut.

Banyak orang menganggap kanker paru-paru selalu merupakan hasil dari kebiasaan merokok dan tidak melihat pasien kanker paru-paru dengan pandangan yang sama seperti pasien kanker payudara.

Namun, sebagian besar orang yang meninggal karena kanker paru-paru, berhenti merokok jauh sebelum mereka didiagnosis kanker paru-paru.

"Ada stigma besar yang terkait kanker paru-paru, karena mayoritas orang yang meninggal dunia adalah perokok atau mantan perokok," kata ahli kanker Nathan Pennell, MD, PhD.

"Faktanya adalah siapa pun yang memiliki paru-paru dapat terkena karsinogen dan mengembangkan kanker paru-paru, maka ini adalah penyakit yang harus jadi perhatian semua orang."

Baca juga: Tak Bergejala, Kanker Paru Baru Ditemukan di Stadium Lanjut

Salah satu pertanyaan pertama yang kerap muncul di saat seseorang mengetahui orang lain menderita kanker paru-paru adalah, "apakah dia perokok?"

"Asap tembakau adalah salah satu zat paling adiktif yang dikenal manusia. Kecanduan adalah penyakit," kata Dr. Pennell.

"Banyak orang yang merokok menjadi kecanduan saat remaja. Apakah kita seorang perokok atau bukan, tidak ada yang pantas mati karena kanker paru-paru."

Kanker paling mematikan yang sulit ditemukan obatnya

Kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian akibat kanker di antara pria dan wanita di AS.

Sayangnya, karena stigma rokok yang terkait kanker paru-paru, sulit bagi para peneliti mendapatkan dana untuk menemukan obatnya.

"Pendanaan publik banyak terkait politik dan opini publik tidak mendukung kanker paru-paru seperti halnya kanker payudara atau kanker prostat," kata Dr. Pennell.

"Jenis kanker itu juga memiliki lebih banyak penyintas yang dapat memengaruhi pendanaan."

Sebuah penelitian di Northwestern University menemukan, kanker umum yang kurang mendapat dana seperti kanker paru-paru dapat berdampak negatif pada penelitian, pengembangan obat, dan jumlah persetujuan obat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA).

"Tidak ada jumlah penderita kanker paru-paru yang memadai untuk menuntut perubahan," kata Dr. Pennell.

"Mereka yang selamat sering menyalahkan diri mereka, sehingga persentasenya lebih kecil dari korban yang bersedia menceritakan kisah mereka."

Baca juga: Fakta yang Perlu Anda Tahu Seputar Rokok dan Kanker Paru

Terobosan perawatan kanker paru-paru

Terlepas dari kesulitan dana, obat-obatan telah membuat kemajuan dalam diagnosis kanker paru-paru dan perawatannya, dan uji genetik hanyalah satu contoh.

"Ada banyak jenis kanker paru-paru," kata Dr. Pennell.

"Pengujian genetik telah membantu para peneliti untuk mengembangkan terapi yang menargetkan jenis sel kanker tertentu."

Terapi berbasis kekebalan, di mana sistem kekebalan tubuh dipersiapkan untuk menyerang tumor, juga membantu pasien dengan kanker paru-paru hidup lebih lama.

Terapi ini telah disetujui untuk mengobati banyak jenis kanker lain.

Pengembangan alat seperti CT scan membantu identifikasi dini kanker paru-paru, yang bisa menyelamatkan puluhan ribu jiwa.

Pemeriksaan melalui screening adalah cara populer lain untuk mengidentifikasi kanker paru-paru pada orang berisiko tinggi di usia 55-77 tahun, dengan harapan dapat menemukan kanker di tahap awal.

Baca juga: Bagaimana Kanker Paru Bermula?

Menurunkan risiko kanker paru-paru

Kendati tidak semua kanker paru-paru dapat dicegah, kita dapat mengambil beberapa langkah untuk menurunkan risiko.

Pertama, berhenti merokok jika kita seorang perokok, karena manfaatnya melampaui perubahan eksternal.

Sebagai contoh, jika kita berhenti merokok selama 10 tahun, risiko kematian akibat kanker paru-paru adalah sekitar setengah dari mereka yang masih menjadi perokok.

Pola makan yang sehat juga penting untuk menjaga berat badan sekaligus mengurangi risiko kanker paru-paru.

Terakhir, kurangi paparan bahan kimia seperti asbes dan radon (gas radioaktif yang diproduksi alami saat uranium, thorium, dan radium terurai di tanah, bebatuan, dan air).

Penelitian kanker paru-paru masih membutuhkan dukungan keuangan dan advokasi, agar dapat menemukan obat yang bisa menyembuhkan penyakit tersebut.

"Saya akan mendorong para penyintas, terutama mereka yang tidak pernah merokok, untuk mengadvokasi penelitian kanker paru-paru dan memberi tahu orang bahwa ada kemajuan," kata Dr. Pennell.

"Kita perlu menyampaikan berita tentang betapa pentingnya hal ini bagi semua orang, bukan hanya mereka yang merokok."

Baca juga: Mengapa Tak Semua Perokok Sakit Kanker Paru?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com