Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pedagang Angkringan yang Kini Mengekspor Minyak Esensial

Kompas.com - 22/07/2020, 17:57 WIB
Wisnubrata

Editor

Khafidz berjualan setelah jam kuliah berakhir, yaitu mulai pukul 17.00 sampai pukul 02.00 dini hari. Tugas kuliah pun dikerjakan di sela-sela jualan angkringan.

Namun sebagai anak Teknik, dia harus mengikuti magang atau kerja praktik pada awal tahun 2010 di sebuah kawasan industri di Banten. Dagangan dan gerobaknya pun ia titipkan di kos.

"Dua bulan saya kerja praktik, lalu kembali ke Jogja untuk melanjutkan kuliah. Tapi saat tiba di kos, saya kaget karena gerobak angkringan saya sudah tidak ada," lanjutnya.

Ketika Khafidz bertanya pada pemilik kos, Bapak kos itu memberi tahu bahwa ada seseorang yang membawa gerobaknya, dan mengaku sebagai teman Khafidz.

"Saat itu saya langsung lemas, seperti putus harapan, dan nggak bisa berkata-kata karena gerobak tersebut baru saja lunas dari cicilan sebesar Rp 3.000 per hari yang saya setorkan ke pemilik gerobak," ujar Khafidz. Ia merasa kehilangan aset paling berharga yang dia perlukan untuk bertahan hidup di Jogja.

Mendapat jalan saat terpuruk

Karena tidak punya uang, ia kemudian memilih cuti kuliah, dan pulang kampung. Namun keterpurukan ini justru mengubah hidupnya,

Di desa Khafidz membantu orang tuanya bertani, mulai dari mencangkul, ke ladang, dan pekerjaan lain. Saat ia membersihkan halaman, ia menyadari banyak daun cengkeh kering berserakan dan tidak dimanfaatkan.

"Saya kemudian mencari tahu melalui internet, dan mendapati ternyata daun cengkeh bisa diolah menjadi minyak daun cengkeh dan laku di pasaran,"paparnya.

Hampir satu tahun Khafidz melakukan riset bagaimana memproduksi minyak dari sampah daun cengkeh yang berguguran setiap hari, proses produksi sampai ke penjualan.

Rupanya untuk bisa memproduksi minyak atsiri, modal daun kering saja tidak cukup. Diperlukan dana cukup besar untuk penyulingan, sehingga Khafidz kembali meminjam uang dari teman kos untuk membuat minyak atsiri sendiri.

Berawal dari riset kecil-kecilan tersebut, pada tahun 2013 ia memenangkan sebuah kompetisi bisnis wirausaha bagi mahasiswa dan mendapat tambahan modal dari hadiah sebagai juara nasional.

Sejak itu, Khafidz memantapkan jalannya untuk berusaha di bidang pembuatan minyak atsiri dan mengambil nama Nares, yang dalam bahasa Sansekerta berarti indah, bagus, atau cantik. Ia ingin memberikan keindahan dan kekayaan alam Indonesia dalam bentuk produk.

"Keputusan ini tidak mudah karena orangtua berharap saya menjadi pekerja kantoran. Namun setelah berkembang, akhirnya orangtua paham bahwa usaha ini bisa untuk hidup dan menghidupi banyak orang," tutur Khafidz.

Puluhan produk

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com