Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pedagang Angkringan yang Kini Mengekspor Minyak Esensial

Kompas.com - 22/07/2020, 17:57 WIB
Wisnubrata

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Minyak esensial atau minyak atsiri adalah ekstrak minyak beraroma harum yang didapat dari hasil penyulingan tanaman, bunga, akar, kayu, atau biji buah.

Kini banyak orang menggunakan minyak esensial untuk berbagai keperluan, seperti untuk relaksasi, menenangkan pikiran, campuran parfum, bahkan menjadi obat penawar penyakit.

Salah satu merek minyak esensial produksi dalam negeri yang dikenal adalah Nares, yang memproduksi setidaknya 20 macam minyak dari berbagai tanaman.

Selain dipasarkan di Indonesia, saat ini Nares juga diekspor ke berbagai perusahan kosmetik, parfum, farmasi dan makanan di Eropa, dan banyak diminati pembeli dari Perancis, Spanyol dan Jerman.

Namun siapa sangka produksi minyak ini berawal dari kesulitan ekonomi yang dialami pendirinya, Khafidz Nasrullah, saat kehabisan uang dan terpaksa pulang kampung.

Khafidz Nasrullah, pendiri Nares essential oil, minyak esensialNares Khafidz Nasrullah, pendiri Nares essential oil, minyak esensial
Khafidz adalah anak buruh tani di Desa Ngargosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa tengah. Sejak kecil ia mengalami susahnya kehidupan buruh tani, suatu hal yang kemudian mempengaruhi hubungannya dengan para petani sampai sekarang.

"Saya anak buruh tani miskin dengan kehidupan serba kekurangan. Bapak dan ibu saya adalah buruh tani yang hanya punya ladang sangat kecil. Saya tahu betul bagaimana nasib para petani dengan kehidupan miskin dan serba kekurangan," ujarnya saat bercerita pada Kompas.com.

Meski sulit secara ekonomi, Khafidz termasuk beruntung dibanding anak buruh tani lainnya, karena ia bisa melanjutkan sekolah ke SMA.

Sebagai anak desa, cita-citanya sebenarnya sangat sederhana, ia hanya berharap bisa bekerja di tempat cuci cetak foto di kecamatan, agar bisa membantu ekonomi keluarga.

Namun setelah lulus SMA tahun 2006, nasib berkata lain. Orangtuanya berharap agar Khafidz bisa lanjut kuliah, sehingga mereka menjual 2 ekor kambing seharga Rp 1,4 juta agar anaknya bisa masuk perguruan tinggi.

Khafidz pun mendaftar dan diterima di UIN Yogyakarta, Jurusan Teknik Industri. Untuk bisa bertahan hidup di Jogja, ia kerja serabutan mulai dari tukang angkat galon, membantu orang pindah kos, mengecat rumah dan lainnya.

Minyak esensial NaresNares Minyak esensial Nares
Namun biaya untuk bayar kuliah dan hidup sehari-hari masih belum tercukupi. Ia pun memutar otak dan berusaha berjualan minuman dan makanan kecil di luar jam kuliah. Pilihannya adalah jadi pedagang angkringan, dengan gerobak yang bisa diparkir di pinggir jalan.

"Semester ke-tiga saya mulai jualan angkringan dengan modal Rp 500 ribu pinjaman teman kos dan menyewa gerobak," kata Khafidz.

Daerah Jawa Tengah, terutama sekitar Jogja dan Solo memang dikenal dengan angkringannya atau warung nasi kucing, di mana orang bisa berkumpul sambil ngopi atau makan.

"Dari jualan angkringan di seputar kos dan kawasan kampus, saya bisa bayar kos dan bayar kuliah, sehingga saya menjalaninya selama hampir 3 tahun."

Khafidz berjualan setelah jam kuliah berakhir, yaitu mulai pukul 17.00 sampai pukul 02.00 dini hari. Tugas kuliah pun dikerjakan di sela-sela jualan angkringan.

Namun sebagai anak Teknik, dia harus mengikuti magang atau kerja praktik pada awal tahun 2010 di sebuah kawasan industri di Banten. Dagangan dan gerobaknya pun ia titipkan di kos.

"Dua bulan saya kerja praktik, lalu kembali ke Jogja untuk melanjutkan kuliah. Tapi saat tiba di kos, saya kaget karena gerobak angkringan saya sudah tidak ada," lanjutnya.

Ketika Khafidz bertanya pada pemilik kos, Bapak kos itu memberi tahu bahwa ada seseorang yang membawa gerobaknya, dan mengaku sebagai teman Khafidz.

"Saat itu saya langsung lemas, seperti putus harapan, dan nggak bisa berkata-kata karena gerobak tersebut baru saja lunas dari cicilan sebesar Rp 3.000 per hari yang saya setorkan ke pemilik gerobak," ujar Khafidz. Ia merasa kehilangan aset paling berharga yang dia perlukan untuk bertahan hidup di Jogja.

Mendapat jalan saat terpuruk

Khafidz Nasrullah, pendiri Nares essential oil dengan para petani yang bekerjasama Nares Khafidz Nasrullah, pendiri Nares essential oil dengan para petani yang bekerjasama
Karena tidak punya uang, ia kemudian memilih cuti kuliah, dan pulang kampung. Namun keterpurukan ini justru mengubah hidupnya,

Di desa Khafidz membantu orang tuanya bertani, mulai dari mencangkul, ke ladang, dan pekerjaan lain. Saat ia membersihkan halaman, ia menyadari banyak daun cengkeh kering berserakan dan tidak dimanfaatkan.

"Saya kemudian mencari tahu melalui internet, dan mendapati ternyata daun cengkeh bisa diolah menjadi minyak daun cengkeh dan laku di pasaran,"paparnya.

Hampir satu tahun Khafidz melakukan riset bagaimana memproduksi minyak dari sampah daun cengkeh yang berguguran setiap hari, proses produksi sampai ke penjualan.

Rupanya untuk bisa memproduksi minyak atsiri, modal daun kering saja tidak cukup. Diperlukan dana cukup besar untuk penyulingan, sehingga Khafidz kembali meminjam uang dari teman kos untuk membuat minyak atsiri sendiri.

Berawal dari riset kecil-kecilan tersebut, pada tahun 2013 ia memenangkan sebuah kompetisi bisnis wirausaha bagi mahasiswa dan mendapat tambahan modal dari hadiah sebagai juara nasional.

Sejak itu, Khafidz memantapkan jalannya untuk berusaha di bidang pembuatan minyak atsiri dan mengambil nama Nares, yang dalam bahasa Sansekerta berarti indah, bagus, atau cantik. Ia ingin memberikan keindahan dan kekayaan alam Indonesia dalam bentuk produk.

"Keputusan ini tidak mudah karena orangtua berharap saya menjadi pekerja kantoran. Namun setelah berkembang, akhirnya orangtua paham bahwa usaha ini bisa untuk hidup dan menghidupi banyak orang," tutur Khafidz.

Puluhan produk

Minyak esensial NaresNares Minyak esensial Nares
Pengalaman Khafidz menjadi anak petani ternyata memudahkannya bergaul dengan petani di berbagai daerah, mulai dari Kendal hingga petani di Indonesia Timur.

"Sebagai anak petani miskin dengan lahan sangat kecil, saya sejak awal memutuskan untuk bekerjasama dengan petani. Awalnya para petani mengumpulkan sampah daun cengkeh dan saya beli untuk diproduksi menjadi minyak."

Selain itu, kuliahnya di Jurusan Teknik Industri, ternyata juga menjadi berkah tak terduga. Khafidz jadi bisa mendesain mesin produksi minyak atsiri sendiri. Dengan mesin destilasi yang dibuatnya, Nares bisa menghasilkan minyak esensial bersertifikat ISO 9001 TUV SUD untuk Quality Management System.

Pada perkembangannya, di samping menggunakan daun cengkeh, Nares juga memproduksi minyak atsiri dari bahan lain seperti mawar, melati, kenanga, kopi, vanilla, jahe, lemon, nilam, serai dan banyak lagi.

Untuk tanaman lain itu, Khafidz bekerjasama dengan petani di berbagai daerah, di mana dia menyediakan bibit untuk ditanam para petani, dan kemudian membeli hasil panenan mereka untuk dibuat menjadi minyak esensial.

"Banyak petani yang bekerjasama dengan harapan bisa memperoleh peningkatan pendapatan dan bisa menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi. Dan 80 persen petani yang bekerjasama dengan Nares adalah perempuan dan janda yang diberdayakan untuk bisa menghidupi keluarganya," kata Khafidz, mengenang kesusahan yang pernah dialami orangtuanya.

Tempat penyulingan minyak esensial NaresNares Tempat penyulingan minyak esensial Nares
Saat ini ada lebih dari 20.000 petani seluruh Indonesia yang bekerjasama dengan Nares.

Produk Nares bisa dijumpai di berbagai toko, baik offline maupun online. Kebanyakan minyak esensial produksinya dijual dalam kemasan 10 ml, mulai dari minyak serai seharga Rp 130.000 hingga minyak bunga mawar seharga Rp 2,5 juta per botol.

Mimpi pedagang angkringan yang semula bercita-cita bekerja di tempat cuci film akhirnya jauh melampaui bayangannya. Lewat minyak esensialnya, Nares membawa keharuman Indonesia ke seluruh dunia, keharuman yang juga sampai ke rumah-rumah para petani dan memberi harapan untuk masa depan lebih baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com