Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/07/2020, 15:13 WIB
Nabilla Tashandra,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah hubungan tidak begitu saja rusak, melainkan telah memunculkan tanda-tanda ketidakharmonisan sebelumnya.

Namun, mereka yang mengalaminya mungkin tidak menyadari perilakunya memicu kehancuran hubungan.

Untuk itu, penting bagi kita untuk mengetahui tanda-tanda peringatan yang muncul sehingga bisa mencegah kehancuran hubungan dengan pasangan. Termasuk menghindari sikap dan argumen tertentu yang dapat merusak hubungan.

1. Tidak hormat

Sikap ini mungkin diawali dengan komplain sederhana seperti "kamu tidak mencuci piring makanmu".

Namun, seiring berjalannya waktu, kritik itu semakin berkembang dan eskalasinya meningkat sehingga menjadi sebuah penghakiman seperti "kamu malas" atau "kamu egois", dan lain sebagainya.

Kerusakan yang ditimbulkan mungkin memang tidak akan terjadi dalam semalam, namun pakar hubungan dan penulis "Don't Lie on Your Back for a Guy Who Doesn't Have Yours", Gilda Carle menyarankan untuk menghindari kata "kamu" dalam sebuah argumen.

"Penggunaan bahasa "kamu" sama dengan menunjuk pasanganmu dan itu bisa membuat dia menyerangmu balik."

"Sikap saling tidak menghormati sudah banyak terjadi. Ini membuat masalah menjadi tidak kunjung menemukan penyelesaian," ungkapnya, seperti dilansir the Healthy.

Baca juga: Kebiasaan Mengecek Ponsel Pasangan, Baik atau Buruk?

2.Saling bersikeras ketika bertengkar

Mengakui kesalahan memang sulit. Namun, ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang selalu benar sepanjang waktu.

Pakar hubungan Bonnie Winston mengatakan, ketika bertengkar mengenai hal kecil bersama pasangan, cobalah untuk tidak mengambil hati terlalu dalam dan cobalah fokus pada permasalahan jika kamu dan pasangan memosisikan diri sebagai satu tim.

"Masalah adalah hal yang tak terhindarkan. Argumen adalah hal yang penting dalam sebuah hubungan, namun cobalah mendiskusikannya secara dewasa," kata dia.

3. Argumen tentang memiliki anak

Bagi pasangan yang sudah menikah, pembicaraan mengenai anak pasti pernah terlintas. Mungkin hal ini pernah dibicarakan sebelum menikah, namun perasaan bisa saja berubah.

Setiap orang pasti memiliki argumennya sendiri tentang apakah mereka ingin cepat memiliki anak atau ingin menunda.

Jika kamu dan pasangan memiliki keinginan berbeda, kondisi ini biasanya memicu argumen.

"Menjadi orangtua adalah komitmen fisik dan emosional yang besar. Maka kamu dan pasangan seharusnya bisa bekerja sama agar semuanya berjalan dengan baik," kata pendiri Wise Matchmaking, Brooke Wise.

Baca juga: 10 Tanda Hubungan dengan Pasangan Sudah Di Ujung Tanduk

4. Berargumen hal yang sama

Menurut The Gottman Institute, mengulang argumen atau konflik dalam hubungan bisa menghadirkan kembali perbedaan dalam gaya hidup dan kepribadian.

Terkadang satu pasangan berdebat hanya karena hal kecil, namun di lain waktu perdebatan bisa saja datang karena maslaah besar.

Jika eskalasi argumen terus meningkat, kondisi tersebut bisa memicu perceraian dalam sebuah hubungan pernikahan.

"Argumen bisa berujung pada perceraian jika eskalasinya serius, terus bertengkar hebat, saling berdiam diri, menolak bicara, atau saling menyalahkan," ujar psikoterapis berlisensi dari Boca Raton, Florida, Marni Feuerman.

5. Berargumen tentang seks

Kurangnya keintiman bisa menimbulkan suasana hambar dalam sebuah hubungan, bahkan menimbulkan depresi.

Hal ini bisa diawali dengan keinginan berhubungan intim yang ditolak oleh pasangan dan saling sulit menemui kesepakatan.

"Tanpa sentuhan fisik, kita bisa menimbulkan kesan penolakan yang dapat menyebabkan rasa tidak aman, dendam, kemarahan, dan pemberontakan," kata pelatih hubungan selebriti dan pakar seks untuk MyFirstBlush, Laurel House.

Ini bukan berarti frekuensi hubungan intim selalu menentukan tingkat keharmonisan pasangan. Sebuah penelitian yang dilakukan University of Toronto-Mississauga, misalnya, menemukan bahwa hubungan intim lebih dari satu kali setiap minggunya tidak membuat pasangan bahagia.

Namun, jika hubungan intim jarang dilakukan dalam seminggu, tingkat kebahagiaan berpotensi menurun.

"Keintiman adalah bagian kritis dalam sebuah hubungan. Kurangnya keintiman bisa menimbulkan rasa ketidaktersambungan dalam sebuah hubungan," kata psikolog, pakar hubungan dan penulis "The Ultimate Guide to a Multi-Orgasmic Life", Antonia Hall, MA.

Baca juga: Pasangan Selingkuh, Perlukah Beri Kesempatan Kedua?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com