Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaitan Antara Hidrasi, Tingkat Kebugaran, dan Heat Illness

Kompas.com - 02/08/2020, 12:43 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bagi seorang pelari, suhu yang terlalu panas bisa menyulitkan mereka untuk menghasilkan performa terbaik.

Rasa lelah saat tubuh terpapar suhu tinggi dapat memicu heat illness atau penyakit terkait panas. Kondisi ini terjadi ketika suhu tubuh meningkat berlebihan namun tidak kembali turun dengan cepat.

Sebagian besar heat illness terjadi saat kita terlalu lama berada di tempat yang panas. Berolahraga dan bekerja di luar dengan panas tinggi juga bisa menyebabkan heat illness.

Namun, studi terbaru yang diterbitkan ke dalam International Journal of Environmental Research and Public Health mengungkap, tingkat kelembapan atau indeks panas bukan masalah utama dari heat illness atau penyakit panas.

Tingkat hidrasi dan tingkat kebugaran justru dapat menjadi faktor kunci untuk mengurangi atau meningkatkan risiko heat illness.

Para peneliti di Arizona State University meneliti 12 pria dan wanita berusia 20-an dan meminta mereka melakukan dua pendakian gunung, satu pada hari bersuhu 20 derajat Celsius, dan satu lagi di hari panas dengan suhu 40 derajat Celsius.

Mereka diminta menghidrasi tubuh sebanyak kebutuhan mereka, dan mendaki secepat mungkin tanpa merasa tidak nyaman.

Partisipan juga diberikan air minum cadangan di sepanjang pendakian itu.

Metabolisme istirahat partisipan dicatat untuk memperkirakan pengeluaran energi selama pendakian.

Baik sebelum dan sesudah pendakian, peneliti mengukur berat badan, detak jantung, suhu tubuh, serta status hidrasi dan konsumsi cairan partisipan.

Dengan data yang diperoleh, para peneliti dapat menghitung tingkat kehilangan keringat partisipan. Peneliti menemukan bahwa selama cuaca panas, tingkat keringat di antara partisipan lebih tinggi saat minum air putih lebih banyak.

Performa pendakian para partisipan selama cuaca panas berkurang sebesar 11 persen, tingkat aktivitas yang dirasakan meningkat sebesar 19 persen, dan mereka membutuhkan waktu sekitar 20 menit lebih lama untuk menyelesaikan pendakian.

Satu temuan yang mengejutkan peneliti adalah, partisipan yang berpengalaman mendaki tidak membawa air putih dalam jumlah cukup.

Sekitar setengah partisipan meminta air cadangan, dan peneliti memperkirakan jika pendakian memakan waktu lebih lama atau mereka tersesat, mereka pasti akan kekurangan cairan.

Dalam situasi itu, risiko heat illness atau penyakit terkait panas partisipan akan meningkat pesat.

Baca juga: 5 Mitos Seputar Hidrasi Tubuh yang Tak Perlu Kita Percaya

Temuan menarik lainnya, partisipan yang memiliki kondisi tubuh lebih bugar tidak terlalu terpengaruh oleh stres akibat panas, kata co-author studi, Floris Wardenaar, Ph.D., asisten profesor nutrisi olahraga di Arizona State University.

"Tingkat kebugaran dan tingkat panas adalah dua hal yang terkait erat," katanya kepada Runner's World.

"Ketika orang menyesuaikan diri dengan lingkungan yang panas, suhu inti dan detak jantung mereka akan menjadi lebih rendah."

"Di saat orang-orang yang tidak dalam kondisi prima menyadari sulitnya pendakian, mereka akan memaksimalkan performa lebih cepat, namun kemampuan mengurangi panas tubuh lebih terbatas, sehingga risiko heat illness meningkat."

Wardenaar menilai, hasil penelitian ini bermanfaat bagi orang-orang di semua jenis kegiatan outdoor, termasuk berlari.

Di samping itu, temuan Wardenaar juga dapat menjadi acuan bagi seseorang untuk fokus menghidrasi tubuh mereka saat cuaca panas.

Meningkatkan kebugaran di hari yang memiliki cuaca panas bisa bermanfaat, kata Wardenaar, karena itu memungkinkan kita untuk menangani panas dengan cara lebih efektif.

Baca juga: Manfaat Latihan Kebugaran Jasmani untuk Kesehatan Fisik dan Mental

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com