Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Mitos soal Makanan yang Mengganggu Kesehatan Anak

Kompas.com - 06/08/2020, 22:48 WIB
Bestari Kumala Dewi

Editor

KOMPAS.com - Banyak kesalahpahaman dan mitos yang beredar terkait nutrisi dan pola makan anak. Mulai dari konsumsi gula penyebab anak hiperaktif hingga konsumsi lemak yang harus dihindari.

Ahli gizi Health Promotion Board, Singapura, Li Xinyi meluruskan lima mitos yang sering beredar, agar orangtua dapat menerapkan pola makan yang sehat untuk anak.

1. Asupan makanan anak tidak boleh dibatasi. Nafsu makan yang besar adalah tanda anak yang sehat

Anak-anak yang sedang tumbuh memang tidak boleh memiliki batasan makanan, tetapi porsinya harus dikontrol.

Demi menjaga kesehatan anak, orangtua dapat mengajak anak mengonsumsi makanan yang lebih sehat, seperti gandum utuh. 

Roti gandum yang halus dan lembut kini bisa ditemui dengan mudah di supermarket atau di toko roti. Ini bisa menjadi pilihan sebagai langkah awal mengenalkan gandum, sebelum membiasakan anak pada makanan gandum utuh lainnya, seperti nasi merah.

Baca juga: Yang Harus Diperhatikan agar Gizi Anak Terpenuhi

2. Gula membuat anak hiperaktif

Gula kemungkinan bukan penyebab hiperaktif anak. Penelitian telah menemukan, bahwa konsumsi gula tidak mempengaruhi perilaku atau kognisi anak.

Namun, konsumsi gula dapat menyebabkan gejala hiperaktif pada anak-anak, karena gula cepat diserap ke dalam darah.

Hal ini menyebabkan gula darah naik dengan cepat, sehingga menyebabkan efek aliran adrenalin yang terlihat seperti hiperaktif.

Selain itu, mengonsumsi terlalu banyak gula juga dikaitkan dengan risiko obesitas dan kesehatan mulut yang buruk, termasuk gigi berlubang.

Jika anak menginginkan minuman manis, Anda bisa memberinya infuse water buah-buahan, yaitu air yang dicampur dengan potongan buah-buahan, seperti stroberi dan apel. Buah-buahan memberikan rasa manis yang alami.

3. Buah-buahan adalah pengganti sayuran, jika anak menolak makan sayur

Baik buah-buahan dan sayuran harus dikonsumsi setiap hari, tanpa menggantikan yang satu dengan yang lain.

Ini karena keduanya merupakan dua kelompok berbeda yang sama-sama menawarkan nutrisi dan fitokimia – di mana keduanya dibutuhkan oleh tubuh.

Sayuran secara umum lebih tinggi zat besi, folat, dan serat makanan.

Sementara buah-buahan umumnya tinggi kandungan vitamin C. Buah-buahan umumnya dikonsumsi langsung, untuk mempertahankan nilai gizi vitamin C yang sensitif terhadap panas.

Agar anak-anak lebih semangat mengonsumsi buah-buahan, Anda bisa memotongnya dengan bentuk tertentu, seperti bintang atau hati dan sajikan dua atau tiga jenis buah sekaligus dengan warna berbeda. Misalnya kombinasi buah naga merah dan kiwi.

Warna buah-buahan yang berbeda akan tampak cantik jika disatukan, sehingga lebih mudah menarik perhatian anak.

Demikian juga dengan sayuran, menyajikan dua jenis sayuran dengan warna berbeda, seperti brokoli dan wortel akan tampak lebih menarik.

Baca juga: 6 Sayuran yang Dibenci Anak-anak dan Cara Mengolahnya

 

4. Jangan biasakan anak ngemil di antara waktu makan

Ada kalanya camilan buruk bagi kesehatan. Tetapi, menghindari sepenuhnya bukan solusi yang praktis, karena camilan justru dapat memainkan peran penting dalam pola makan anak, jika camilan tersebut padat nutrisi.

Contoh camilan yang lebih sehat dan padat nutrisi adalah yogurt dengan buah-buahan, potongan keju, biskuit gandum, dan stik sayuran dengan cocolan saus kacang.

Camilan semacam ini adalah alternatif yang baik ketimbang keripik kentang atau cokelat.

Selain itu, camilan sehat juga dapat memuaskan rasa lapar dan mencegah anak makan berlebihan pada waktu makan berikutnya.

Baca juga: 10 Resep Jus Buah Beserta Manfaatnya untuk Kesehatan Anak dan Orangtua

5. Lemak tidak baik untuk dikonsumsi

Lemak adalah nutrisi penting dalam makanan anak. Lemak memberikan energi dan membantu menyerap, mengangkut, dan menyimpan vitamin dalam tubuh.

Namun, terlalu banyak lemak, terutama lemak jenuh dan trans, dapat menyebabkan penambahan berat badan yang berlebihan, yang mengakibatkan masalah kesehatan seperti diabetes dan penyakit jantung di kemudian hari.

Pilih lemak tak jenuh (asam lemak omega-3 dan omega-6) yang bisa ditemukan pada ikan berminyak seperti salmon dan sarden, kacang-kacangan, biji-bijian, dan minyak nabati.

Jika anak berusia di bawah dua tahun, pembatasan lemak tidak disarankan, karena ia membutuhkan lebih banyak energi untuk mendorong pertumbuhannya.

Susu rendah lemak atau susu tanpa lemak tidak cocok untuk kelompok usia di bawah dua tahun. Bagi mereka, lemak susu adalah sumber energi yang penting dan jenis lemak penting untuk kebutuhan tubuhnya.

Baca juga: Ketimbang Gula, Madu Lebih Baik untuk Anak-anak, Benarkah?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com